Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

UPT Pasar: Tumpukan Sampah di TPS Kemiri Muka Terjadi karena Minim Pengangkutan Megapolitan 4 Desember 2025

UPT Pasar: Tumpukan Sampah di TPS Kemiri Muka Terjadi karena Minim Pengangkutan
Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com –
Kepala UPT
Pasar Kemiri Muka
,
Budi Setianto
, membantah dugaan penarikan retribusi sampah kepada warga yang memicu keluhan dan penumpukan sampah di tempat pembuangan sementara (TPS) milik pasar.
Ia menegaskan, penumpukan terjadi karena berkurangnya frekuensi pengangkutan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Depok. Budi mengatakan, DLHK awalnya berkomitmen mengangkut sampah tiga kali seminggu, tetapi jadwal itu tidak konsisten.
“Janji DLHK itu sekitar seminggu tiga kali pengangkutan sampah. Tapi ternyata kadang-kadang dalam satu minggu cuma dua kali, bahkan sekali,” ujar Budi saat ditemui di kantornya, Kamis (4/12/2025).
Menurut Budi, pada awal 2025 pengangkutan masih berjalan rutin. Namun, intensitasnya terus menurun. Situasi diperburuk oleh fakta bahwa TPS Pasar Kemiri Muka tidak hanya menampung sampah pedagang, tetapi juga dari warga Kelurahan Kemiri Muka berdasarkan kesepakatan sejak 2023.
“Ya karena warga Kelurahan Kemiri Muka belum memiliki TPS (makanya numpang), lalu penyelesaiannya dari DLHK pengangkutan akan dibantu,” katanya.
Namun, hal itu tampaknya tidak berjalan sesuai kesepakatan, terutama semenjak ada penambahan volume sampah di TPS dekat Stasiun Depok Baru yang lebih dekat dengan ruas jalan besar.
“Terus ini kan ada di Jalan Jawa yang lagi dibenerin. Sampahnya mereka (warga sana) dilempar ke Jalan Naming Bothin atau Jalan Baru. Jadi mereka fokusnya dan prioritas utama pengangkutan ke sana (bukan TPS),” jelas Budi.
Budi menduga berkurangnya pengangkutan juga dipengaruhi pengalihan prioritas DLHK ke TPS Jalan Naming Bothin atau Jalan Baru, yang volumenya meningkat seiring proyek perbaikan Jalan Jawa.
“Sampahnya mereka (warga sana) dilempar ke Jalan Naming Bothin atau Jalan Baru. Jadi mereka fokusnya dan prioritas utama pengangkutan ke sana (bukan TPS),” jelasnya.
Di tengah persoalan tersebut, Budi menegaskan UPT Pasar tidak pernah menarik retribusi apa pun dari warga. Retribusi yang dipungut hanya berasal dari 245 pedagang pasar, termasuk pedagang gerobak, dan seluruh setoran disalurkan langsung ke kas daerah.
“Jadi kami di kisaran Rp 800.000 per hari. Kalau yang pedagang geribak juga kita ambil, itu kisarannya di Rp 850.000 per hari,” katanya.
“Bisa dipastikan 100 persen kami tidak berurusan dengan itu (retribusi pengangkutan),” lanjut Budi.
Sebelumnya, Wakil Wali Kota Depok Chandra Rahmansyah meninjau TPS Pasar Kemiri setelah menerima laporan dugaan
pungutan liar
(pungli) retribusi sampah. Pemkot Depok akan melakukan pemeriksaan menyeluruh, termasuk meminta keterangan pengurus RW.
“Jadi bagaimana pembuangan sampah (mereka)? Jangan-jangan dari RW sudah dipungut (retribusi),” kata Chandra, Senin (17/11/2025).
Chandra menyebut, TPS Pasar Kemiri merupakan fasilitas swasta yang seharusnya hanya menampung sampah pasar.
“Retribusinya ke mana? Nah itu kan bisa dikatakan pungli kalau ada… sampah enggak keurus (tidak terkontrol),” ujarnya.
Data Kelurahan Kemiri Muka mencatat 1.155 keluarga dari enam RW membuang sampah ke TPS tersebut. Keenam RW diduga memungut retribusi dari warga, berkisar Rp 25.000 per bulan, termasuk biaya keamanan lingkungan.
Lurah Kemiri Muka, Bahrul Ulum, membenarkan adanya pungutan, tetapi tidak mengetahui pasti nominalnya.
“Iya ada soal penarikan uang sampah ke TPS, tapi saya enggak tahu persis berapanya, yang tahu cuma UPT atau pengelola pasar,” ujar Lurah Kemiri Muka Bahrul Ulum, Rabu (26/11/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.