Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Trump Buka Opsi Perang dengan Venezuela, Tekanan AS ke Maduro Makin Keras

Abadikini.com, JAKARTA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melempar sinyal keras terkait Venezuela. Dalam wawancara dengan NBC News, Trump menyatakan tidak menutup kemungkinan Amerika Serikat terlibat konflik militer dengan negara Amerika Selatan tersebut.

Ketika ditanya apakah opsi perang masih terbuka, Trump menjawab singkat namun tegas.

“Saya tidak mengesampingkannya,” kata Trump, seperti dikutip AFP, Sabtu (20/12/2025).

Meski nada pernyataannya mengarah ke eskalasi serius, Trump enggan menguraikan secara terbuka apakah tujuan Washington adalah menggulingkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro. Ia hanya menegaskan bahwa Maduro “sangat memahami” tuntutan Amerika Serikat, seraya mengulang klaimnya bahwa masa kekuasaan pemimpin berhaluan kiri itu tinggal menghitung waktu.

Di balik pernyataan keras sang presiden, Gedung Putih saat ini justru menonjolkan jalur tekanan ekonomi dan politik sebagai instrumen utama. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menyebut kondisi di Venezuela tidak lagi bisa dibiarkan berlarut-larut.

“Status quo dengan rezim Venezuela tidak dapat ditoleransi oleh Amerika Serikat,” ujar Rubio.

Rubio menegaskan, Washington tengah menyiapkan langkah-langkah tegas, terutama dengan memperketat sanksi ekonomi. Salah satu fokus utama adalah sektor minyak—urat nadi perekonomian Venezuela. Penghentian atau pembatasan ekspor minyak dinilai dapat memukul sumber pendapatan utama pemerintah Maduro dan memperlemah stabilitas rezimnya.

Namun demikian, Rubio menepis anggapan bahwa Amerika Serikat sudah berada di ambang perang terbuka. Ia menegaskan, hingga saat ini pemerintah belum meminta persetujuan Kongres AS, yang secara konstitusional memiliki kewenangan untuk menyetujui deklarasi perang.

“Sampai sekarang, belum ada situasi yang mengharuskan kami meminta persetujuan Kongres,” kata Rubio.

Pernyataan Trump dan Rubio ini menegaskan satu hal: meski perang belum menjadi keputusan resmi, tekanan terhadap Venezuela terus dinaikkan, dan opsi militer tetap disimpan sebagai kartu terakhir Washington.