Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Hampir dua dekade telah berlalu sejak aktivitas terakhir di Menara Saidah berhenti pada 2007.
Bangunan setinggi 28 lantai yang berdiri di tepi Jalan MT Haryono, Jakarta Selatan, itu hingga kini tetap tegak, namun kosong, terkurung pagar seng, dan dijauhkan dari denyut kehidupan kota yang terus bergerak di sekitarnya.
Di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur dan properti di Jakarta, publik pun kerap mempertanyakan hal yang sederhana namun penting: Mengapa
Menara Saidah
tidak juga dirobohkan?
Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan bahwa hingga kini tidak ada dasar hukum maupun teknis untuk melakukan pembongkaran bangunan tersebut.
Ketua Subkelompok Penggunaan Bangunan Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan (Citata) DKI Jakarta, Kartika Andam Dewi, mengatakan bahwa Menara Saidah pernah melalui kajian teknis dan tidak dinyatakan membahayakan.
Ia menjelaskan, dalam tata kelola bangunan gedung, pembongkaran tidak bisa dilakukan serta-merta hanya karena bangunan terbengkalai atau tidak difungsikan.
“Pun apabila suatu bangunan dinyatakan membahayakan, lalu ada penetapan pembongkaran oleh pemerintah daerah, yang melakukan pembongkaran tetap pemilik bangunan,” kata Andam.
Menara Saidah sendiri merupakan aset milik swasta, bukan milik Pemprov DKI Jakarta. Karena itu, kewenangan pemerintah daerah terbatas pada pengawasan dan penilaian teknis, bukan eksekusi langsung.
Ketika ditanya apakah kajian teknis tersebut dilakukan oleh Dinas Citata atau pihak lain, Andam menegaskan bahwa pengkajian tidak dilakukan langsung oleh pemerintah.
“Yang melakukan pengkajian dari penyedia jasa pengkajian teknis bersertifikat yang di-
hire
oleh pemilik bangunan,” ujarnya.
Dengan kata lain, selama tidak ada laporan resmi, aduan masyarakat, atau hasil penilaian teknis terbaru yang menyatakan bangunan itu berbahaya, pemerintah daerah tidak memiliki dasar untuk memerintahkan pembongkaran.
Selain itu, Andam juga tidak bisa memberikan informasi terkait alasan detail
kenapa Menara Saidah tidak dirobohkan
, karena bangunan milik perorangan, dan hanya pemilik yang mengetahui alasannya.
Dari sudut pandang tata kota, keberadaan Menara Saidah yang terbengkalai di lokasi strategis menjadi anomali sekaligus ironi.
Pengamat perkotaan Universitas Indonesia (UI), Muh Aziz Muslim, menyebutkan, Menara Saidah dulunya adalah salah satu bangunan paling ikonik di wilayah Pancoran dan Cawang.
“Menara Saidah ini kan pernah menjadi salah satu bangunan yang paling ikonik di Jakarta, terutama di kawasan Pancoran. Dibandingkan dengan gedung-gedung di sekitarnya, dia relatif menjulang tinggi,” kata Aziz saat dihubungi, Selasa (16/12/2025).
Namun, justru karena posisinya yang strategis itulah, ketidakjelasan nasib gedung ini kerap memicu spekulasi publik.
“Kalau pertanyaannya kenapa belum dibongkar, itu yang justru jadi misteri. Karena dari aspek kepemilikan, gedung ini dimiliki oleh perorangan, keluarga Saidah. Maka pertanyaan utama sebenarnya harus diajukan kepada pemiliknya,” ujar Aziz.
“Gedung ini memberi pelajaran bahwa pembangunan tidak bisa hanya mengandalkan estetika dan kemegahan. Yang lebih penting adalah aspek struktur dan keamanan,” kata dia.
Ia mengingatkan, pengosongan Menara Saidah pada 2007 terjadi bersamaan dengan munculnya isu perubahan struktur bangunan, termasuk dugaan kemiringan gedung.
“Dulu informasinya diduga karena dibangun di kawasan rawa. Ini tentu perlu dikonfirmasi ulang, tapi yang jelas saat itu aspek keamanan gedung mulai diragukan,” ucap Aziz.
Dalam konteks Jakarta hari ini, Aziz menilai Menara Saidah gagal beradaptasi dengan perubahan standar keselamatan dan pergeseran pusat bisnis.
“Sekarang sentra bisnis bergerak ke Kuningan, Sudirman, Simatupang. Jadi, selain faktor struktur, ada juga faktor perubahan lokasi strategis,” tutur dia.
Soal pembongkaran, Aziz menilai keputusan itu tidak bisa dilihat secara sederhana.
“Merobohkan gedung setinggi Menara Saidah itu bukan perkara mudah. Ada banyak kebutuhan teknis, pertimbangan dampak lingkungan, dan dampak sosial bagi kawasan sekitarnya. Semua itu tentu menjadi pertimbangan pemilik gedung,” kata Aziz.
Dari perspektif lingkungan, pembongkaran bangunan sebesar Menara Saidah di kawasan padat lalu lintas dan penduduk bukan tanpa risiko.
Pengamat lingkungan Mahawan Karuniasa menegaskan bahwa pembongkaran bangunan besar di wilayah perkotaan memiliki potensi dampak lingkungan yang signifikan.
“Yang pertama tentu dampak kualitas udara, terutama debu halus atau PM 2,5 dan PM 10,” ujar Mahawan saat dihubungi, Rabu (17/12/2025).
Debu halus hasil pembongkaran, kata Mahawan, berbahaya bagi kesehatan karena dapat masuk ke sistem pernapasan, bahkan aliran darah.
“Tanpa pengendalian basah seperti
water spraying
, PM 2,5 bisa meningkat dua sampai lima kali lipat di sekitar lokasi pembongkaran,” kata dia.
Selain polusi udara, kebisingan juga menjadi persoalan serius.
“Pembongkaran bisa menghasilkan kebisingan 70 sampai 90 desibel, sementara standar WHO maksimal 55 desibel,” ujar Mahawan.
Ia menambahkan, getaran akibat pembongkaran juga berisiko merusak bangunan di sekitarnya, terutama bangunan lama dan infrastruktur seperti pipa air atau gas.
“Belum lagi dampak sosial. Aktivitas ekonomi warga terganggu, kenyamanan hidup menurun, dan bisa memicu konflik jika tidak ada komunikasi yang baik,” tutur dia.
Karena itu, Mahawan menekankan bahwa persoalan utama bukan hanya ada atau tidaknya kajian, tetapi implementasi dan pengawasan di lapangan.
“Sering kali administrasinya lengkap, tapi pengawasannya lemah. Komunikasi publik juga sering tertinggal,” kata Mahawan.
Sebelumnya,
Kompas.com
telah melakukan penelusuran ke Menara Saidah pada Jumat (7/11/2025). Bangunan tersebut kini lebih menyerupai artefak kota yang terlupakan.
Di depan gedung, pagar seng abu-abu kusam setinggi dua meter membentang dengan tulisan merah mencolok DILARANG MASUK.
Di atasnya, lintasan LRT menjulang, sementara halte TransJakarta Cawang di bawahnya dipadati penumpang setiap hari. Ribuan orang berlalu-lalang, hanya beberapa meter dari bangunan kosong itu.
Begitu pagar dibuka oleh petugas keamanan, suasana berubah drastis. Sunyi. Hanya dengung kendaraan dari kejauhan dan lolongan anjing penjaga yang terdengar.
Kompas.com
mendapat kesempatan untuk memasuki gedung yang justru tidak satu orang pun yang diperbolehkan memasuki gedung ini kecuali penjaga dan pemilik.
Melangkah masuk di halaman depan, marmer lobi tertutup debu dan dedaunan. Rumput liar tumbuh di sela ubin. Pilar-pilar besar bergaya Romawi memudar warnanya, sementara beberapa kaca jendela pecah.
Di dalam, saat menjelajahi lantai satu hingga sembilan, terlihat lift menyisakan poros besi. Kabel-kabel menjuntai berkarat. Tangga darurat gelap, lembap, dan berbau besi tua.
Di lantai atas, jendela pecah memperlihatkan kontras mencolok Jakarta yang terus bergerak di luar, sementara Menara Saidah membeku dalam waktu.
Menara Saidah dibangun pada 1998 oleh PT Hutama Karya atas pesanan Mooryati Soedibyo dengan nama Menara Gracindo.
Gedung itu kemudian berpindah tangan ke keluarga Saidah Abu Bakar Ibrahim dan direnovasi menjadi 28 lantai.
Namun, bangunan yang digunakan untuk perkantoran itu ditinggalkan penyewa sejak 2007. Pengelola saat itu membantah isu kemiringan, menyebut pengosongan hanya karena masa sewa habis.
Menurut Andam, bangunan yang tidak difungsikan otomatis kehilangan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
“Pengawasan kami bergilir. Menara Saidah belum masuk jadwal pengawasan 2025,” kata Andam.
Karena tidak ada laporan atau aktivitas, pengawasan lanjutan belum dilakukan.
Bagi warga sekitar, Menara Saidah kini lebih dari sekadar gedung kosong.
“Kalau malam sepi banget. Padahal di seberang sudah banyak gedung baru,” kata Puji (29), pengemudi ojek
online
.
Warga lain, Wati (50), menyebut Menara Saidah seperti simbol kota yang dibiarkan tanpa arah.
“Kalau enggak bisa dipakai lagi, ya paling tidak dirapikan. Jangan dibiarkan kumuh,” ujar dia.
Menara Saidah berdiri di tengah megaproyek Jakarta, namun tak ikut bergerak.
Ia menjadi pengingat bahwa pembangunan fisik tanpa kepastian hukum, tata kelola, dan keberanian mengambil keputusan, hanya akan melahirkan monumen kebisuan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Terbengkalai sejak 2007, Kenapa Menara Saidah Tak Dirobohkan? Megapolitan 18 Desember 2025
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5133499/original/074397200_1739543557-WhatsApp_Image_2025-02-14_at_21.25.55_f6d72b0e.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

/data/photo/2025/12/15/693fb27d1e7e9.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)



/data/photo/2025/12/18/6943b242e7936.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/18/6943acb518ac5.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/18/69437c64331a3.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/18/69437ae3c756b.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/18/69437ba584a87.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)