Tak Diberi Kesempatan Bicara Tiga Menit di Sidang, Delpedro Kecewa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Terdakwa dugaan penghasutan aksi demonstrasi akhir Agustus 2025,
Delpedro Marhaen
, mengungkapkan kekecewaannya setelah majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kekecewaan itu ia utarakan usai Majelis Hakim menolak memberikan kesempatan baginya untuk menanggapi jawaban jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi yang diajukan tim kuasa hukum, Senin (29/12/2025).
“Kami cukup kecewa dengan sikap Majelis Hakim yang tidak memberikan kami kesempatan untuk berbicara,” kata Delpedro kepada wartawan usai persidangan, Senin.
Delpedro menyebutkan, penolakan tersebut membuatnya tidak bisa menyampaikan kritik terhadap tanggapan jaksa yang dinilai berulang dan tidak menjawab substansi eksepsi.
Menurut dia, jaksa hanya meminta perkara dilanjutkan ke tahap pembuktian tanpa memberikan kejelasan atas keberatan yang diajukan pihak terdakwa.nIa menilai sikap tersebut menunjukkan jaksa tidak meyakini alat bukti yang digunakan dalam dakwaan.
“Kami siap untuk melakukan pembuktian, tapi persoalannya bukan di situ. Kami telah dipenjara selama lima bulan. Kemudian Jaksa ragu sendiri dengan barangnya, yang mengatakan bahwa, ‘Silakan nanti kita buktikan di pembuktian,’” tutur dia.
Delpedro menegaskan, perkara yang menjeratnya tidak semata-mata persoalan hukum pidana, melainkan juga berkaitan dengan peristiwa politik yang lebih luas. Karena itu, ia mendorong agar jaksa tidak memandang kasus ini secara sempit.
Ia juga meminta jaksa melakukan pembuktian secara adil, termasuk mengungkap pihak-pihak yang diduga menjadi dalang di balik kerusuhan dalam rangkaian demonstrasi akhir Agustus 2025.
Para terdakwa, kata Delpedro, bahkan siap membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap aktor yang diduga memiliki kendali politik besar dalam peristiwa tersebut.
“Kami mendorong Jaksa bukan hanya melihat peristiwa ini sebagai peristiwa hukum yang kaku. Tapi sebagai peristiwa yang berkaitan dengan politik. Kami menantang sebenarnya kepada Kejaksaan untuk berani membongkar siapa dalang peristiwa itu,” tantang Delpedro.
Sementara itu, kuasa hukum Delpedro, Sekar, menyampaikan tanggapan JPU tidak membantah eksepsi yang diajukan secara spesifik.
“Bahwa eksepsi kami solid, eksepsi kami adalah hal yang terbaik yang sudah kami lakukan. Karena tadi di jawaban JPU sebenarnya membuktikan bahwa JPU sendiri tidak bisa menjawab dari eksepsi tersebut,” ujarnya.
Menurut Sekar, dakwaan jaksa tidak jelas dan hanya meneruskan hasil penyidikan kepolisian tanpa analisis mendalam. Karena itu, ia menilai dakwaan tersebut seharusnya batal demi hukum.
Ia bahkan menyebut jaksa hanya menjalankan peran formal sebagai perantara berkas perkara dari kepolisian ke pengadilan.
“Apa yang tidak bisa dijawab oleh Jaksa Penuntut Umum, itu menunjukkan bahwa benar-benar dakwaan ini adalah dakwaan yang obscuur, dan dakwaan yang sebenar-benarnya hanya mengamini apa yang sudah disampaikan oleh polisi dari proses penyidikan sebelumnya,” tutur Sekar.
Delpedro Marhaen bersama tiga rekannya, yakni Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar, didakwa mengunggah sekitar 80 konten atau konten kolaborasi yang bersifat menghasut di media sosial terkait aksi demonstrasi akhir Agustus 2025.
Jaksa Penuntut Umum menyatakan, unggahan tersebut merupakan hasil patroli siber dan dipublikasikan dalam rentang waktu 24–29 Agustus 2025.
“(Unggahan dilakukan) Dengan tujuan untuk menimbulkan kebencian kepada pemerintah pada aplikasi media sosial Instagram oleh para terdakwa,” ujar JPU dalam persidangan.
Selain itu, keempat terdakwa juga didakwa mengunggah konten lain yang bertujuan memicu kerusuhan di masyarakat.
Unggahan tersebut berasal dari satu akun maupun kolaborasi beberapa akun Instagram, yakni @gejayanmemanggil, @aliansimahasiswapenggugat, @blokpolitikpelajar, dan @lokataru_foundation, yang dikelola oleh para terdakwa.
“(Sehingga) Menciptakan efek jaringan, di mana tingkat interaksi konten atau engagement dari followers semua akun tersebut digabungkan,” tutur JPU.
“Menghasilkan sinyal yang sangat kuat ke algoritma bahwa ini adalah gerakan utama yang harus dipromosikan,” lanjutnya.
JPU juga menilai penggunaan tagar secara konsisten, seperti #indonesiagelap dan #bubarkandpr, memudahkan algoritma media sosial melacak unggahan tersebut sebagai topik utama.
Menurut jaksa, konten yang disebarkan para terdakwa mengandung ajakan kepada pelajar—yang mayoritas masih anak-anak—untuk terlibat dalam kerusuhan.
“Termasuk instruksi untuk meninggalkan sekolah, menutupi identitas, dan menempatkan mereka di garis depan konfrontasi yang membahayakan jiwa anak,” ungkap JPU.
“Sehingga mengakibatkan anak mengikuti aksi unjuk rasa yang berujung anarkis pada tanggal 25 Agustus 2025 sampai dengan 30 Agustus 2025,” tuturnya.
Akibat rangkaian aksi tersebut, kata JPU, terjadi kerusuhan yang menyebabkan kerusakan fasilitas umum, kantor pemerintahan, aparat pengamanan terluka, serta menimbulkan rasa tidak aman di tengah masyarakat.
Atas perbuatannya, Delpedro dan ketiga rekannya didakwa melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) atau Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 160 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, atau Pasal 76H juncto Pasal 87 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tak Diberi Kesempatan Bicara Tiga Menit di Sidang, Delpedro Kecewa Megapolitan 29 Desember 2025
/data/photo/2025/12/29/6952148861953.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/69526145729b7.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/695205c189e69.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/69528e6e414b3.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/695272899428b.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)