Sentuhan Sunyi di Balik Kematian: Gloria dan Panggilan Hati sebagai Perias Jenazah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com —
Kematian adalah kepastian bagi setiap manusia. Namun, tidak semua orang meninggalkan dunia dengan wajah tenang dan rapi. Di balik proses itu, ada profesi yang bekerja dalam senyap dan penuh ketelitian, yakni para
perias jenazah
.
Salah satu di antaranya adalah Gloria Elsa Hutasoit (42), perias jenazah yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri di wilayah Jakarta.
“Ketika merawat jenazah yang kematiannya mendadak, saya menjadi paham bahwa hidup itu sementara saja,” ucap Gloria, Senin (8/12/2025).
“Lalu ketika seseorang meninggal dalam keadaan siap dan tersenyum di hari terakhirnya, saya mengerti bahwa kesiapan hati untuk melepaskan kemelekatan dalam hidup akan membuat damai menuju gerbang kematian,” kata dia menambahkan.
Bagi Gloria, pekerjaan ini tidak sekadar rutinitas profesional, tetapi juga panggilan hati. Setiap hari ia berhadapan dengan kondisi berbeda—mulai dari jenazah yang meninggal mendadak hingga jenazah dari keluarga kurang mampu.
“Pekerjaan saya ini diperlukan dalam keadaan mendadak. Waktu panggilan tidak menentu, jadi sebisa mungkin kami beristirahat jika tidak ada panggilan dan menjaga diri dengan minum vitamin,” ujar Gloria.
Ia mengakui pekerjaannya memiliki beban psikologis tersendiri karena selalu berada di lingkungan berkabung. Fokus, disiplin, dan doa menjadi alat penting untuk menjaga ketenangan diri.
Perjalanan Gloria sebagai perias jenazah dimulai sejak muda. Ketertarikannya pada makeup tumbuh dari ibunya yang bekerja sebagai perawat dan aktif dalam pelayanan pemulasaraan jenazah di gereja.
“Saya pertama kali merias jenazah tante saya yang bekerja sebagai pemulung. Dari situ saya tergerak untuk memberikan pelayanan merias jenazah agar ‘pengantin Tuhan’ dipersiapkan dengan layak di hari terakhirnya,” kata dia.
“Mama juga mengajak saya ikut pelayanan merias jenazah sambil membantu memandikan jenazah,” lanjutnya.
Kini, Gloria bekerja di berbagai wilayah DKI Jakarta dan bersedia menerima panggilan luar kota. Dalam sehari ia bisa menangani satu hingga tiga jenazah, tergantung kondisi.
Ia tidak terikat kontrak resmi dengan rumah sakit atau rumah duka, sehingga fleksibilitas menjadi bagian tak terpisahkan dari profesinya.
“Kadang seharian saya tidak merias sama sekali karena tidak ada panggilan. Tapi ketika ada, kami harus siap bekerja dalam waktu yang tidak menentunya,” jelasnya.
Merias jenazah memiliki tantangan teknis yang jauh berbeda dari
make up
pada orang hidup. Kulit jenazah yang mengeras, perubahan warna, atau luka tertentu menuntut teknik khusus.
“Prosesnya mirip dengan merias umum, tapi seperti merias di atas kaca. Kulit jenazah cenderung keras dan kering. Paling menantang adalah menutup luka, lebam, dan kulit yang menghitam atau menguning,” ujar Gloria.
Pada beberapa kasus, ia harus melakukan
rebuilding
atau rekonstruksi bagian tubuh, termasuk menutup jahitan, sehingga membutuhkan waktu lebih panjang. Tantangan emosional juga tidak kecil. Ia harus tetap fokus di tengah suasana duka mendalam keluarga.
“Momen paling emosional adalah saat menangani jenazah mendadak. Keluarga biasanya terpukul. Kami harus tetap fokus mempersiapkan jenazah, bukan fokus pada duka sekitar,” katanya.
Bagi Gloria, profesi ini menuntut keberanian, dedikasi, dan ketulusan. Ia berharap masyarakat lebih menghargai perias jenazah yang bekerja dalam kondisi yang tidak mudah.
“Kami berharap keluarga yang berduka menghargai kami yang merawat jenazah mereka. Pekerjaan ini bukan pekerjaan ringan; perlu keberanian dan tidak semua orang mampu melakukannya,” ujarnya.
Profesi ini juga memberinya refleksi spiritual tentang kehidupan dan kematian. Ia merasa belajar menghargai hidup dan memahami pentingnya melepaskan kemelekatan dunia.
“Saya ingin masyarakat tahu, kami bukan sekadar merias jenazah. Kami membantu keluarga melepas orang tercinta dengan damai. Itu adalah pekerjaan yang membutuhkan keberanian, dedikasi, dan hati yang tulus,” tuturnya.
Sejak profilnya dikenal publik, Gloria bersyukur melihat semakin banyak anak muda yang tertarik pada profesi ini. Ia juga aktif berbagi edukasi melalui akun Instagram-nya, @periasjenazah.gloriaelsa, untuk menghilangkan stigma bahwa merias jenazah adalah hal tabu.
Terkait donasi, Gloria pernah membuka kesempatan menerima makeup kedaluwarsa. Namun kini ia mengarahkan masyarakat untuk menyalurkannya langsung ke rumah duka karena keterbatasan tempat tinggal.
“Untuk jenazah terlantar atau dari keluarga kurang mampu, kami lebih membutuhkan donasi untuk membeli peti, membayar TPU, dan kebutuhan lain, terutama layanan ambulans,” ujarnya.
Ia juga berharap pemerintah memberi perhatian pada pembiayaan warga hingga proses pemakaman, termasuk kemungkinan ditanggung BPJS.
Menurut pengamat sosiologi Rakhmat Hidayat dari Universitas Negeri Jakarta, profesi perias jenazah tidak bisa dipandang sebagai pekerjaan biasa.
“Semakin langka sebuah pekerjaan, semakin jelas itu merupakan panggilan. Perias jenazah adalah antitesa dari orientasi masyarakat perkotaan yang mengejar pekerjaan komersil,” kata Rakhmat, Jumat (5/12/2025).
“Mereka melakukan pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat, tapi tidak semua orang mampu menekuninya,” tambahnya.
Profesi ini kerap menghadapi stigma karena kedekatannya dengan kematian. Namun bagi yang menjalankannya, kematian adalah bagian dari keseharian yang perlu dipahami secara sosial dan humanis.
“Mereka bekerja dengan hati, bukan semata-mata mencari uang. Apalagi selama pandemi Covid-19, pekerjaan ini menuntut keberanian ekstra menghadapi risiko tinggi,” tutur dia.
Rakhmat menilai profesi perias jenazah belum mendapatkan pengakuan formal atau kompensasi yang layak, berbeda dengan pekerjaan di sektor formal.
Ia juga menyinggung transformasi budaya kematian di Indonesia yang berjalan tidak secepat negara lain, di mana makam dapat menjadi ruang publik yang rapi dan edukatif.
“Di luar negeri, pemakaman bisa menjadi tempat wisata religi dan ruang publik. Di Indonesia, makam masih sering dianggap menyeramkan, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah,” ujar Rakhmat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Sentuhan Sunyi di Balik Kematian: Gloria dan Panggilan Hati sebagai Perias Jenazah Megapolitan 9 Desember 2025
/data/photo/2025/12/10/69392d2d67f9d.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/11/693a2b978fea2.jfif?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/69381f591f617.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/11/693a2118efb13.jfif?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/10/69397deff28b0.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/11/6939a8610ccb8.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)