Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

RS Harapan Depok, Saksi Sejarah Penanganan Ratusan Korban Kecelakaan Kereta Api pada 1968 Megapolitan 15 Desember 2025

RS Harapan Depok, Saksi Sejarah Penanganan Ratusan Korban Kecelakaan Kereta Api pada 1968
Tim Redaksi

DEPOK, KOMPAS.com
– Di balik hiruk-pikuk Depok sebagai kota penyangga Jakarta yang kian padat, berdiri sebuah bangunan tua yang nyaris luput dari perhatian. Halamannya dipenuhi ilalang, cat dindingnya mengelupas, dan kusen-kusen kayu yang dulu kokoh kini rapuh dimakan usia.
Sekilas, bangunan itu tampak seperti rumah tua tak terurus. Namun, di sanalah pernah berdiri
RS Harapan Depok

fasilitas kesehatan pertama
dan satu-satunya di Depok pada masanya, jauh sebelum puskesmas berdiri merata dan rumah sakit modern bermunculan.
Gedung tersebut bukan hanya tempat warga berobat. Ia juga menjadi saksi sejarah kelam ketika ratusan korban kecelakaan kereta api terburuk di Indonesia ditangani di sana. Dalam lintasan waktu, RS Harapan menjadi bagian penting dari perjalanan Depok sebagai sebuah kota.
Ahli Sejarah Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC), Suzanna Leandr, menuturkan pada 1968 terjadi kecelakaan kereta api di Ratu Jaya, Depok. Saat itu, kereta listrik dari Stasiun Depok Lama bertabrakan dengan KRL yang berangkat dari Stasiun Citayam.
Kecelakaan tersebut, kata Suzanna, menewaskan 116 orang.
“Jadi pada saat itu yang menangani paling populer kita terjadi Tabrakan kereta yang pertama di Indonesia,” kata dia, Jumat (12/12/2025).
“Sampai banyak banget yang meninggal. Nah di situ yang menanganinya. Mayat-mayat bergelimpangan di bawahnya,” ujar dia.
Peristiwa itulah yang membuat RS Harapan Depok dikenal luas, karena menjadi tempat penanganan para korban kecelakaan tersebut.
Suzanna menegaskan, betapa krusialnya peran RS Harapan pada masa itu. Sebelum Depok berkembang seperti sekarang, akses layanan kesehatan sangat terbatas, terutama bagi warga yang tinggal jauh dari Jakarta.
Kebutuhan akan fasilitas kesehatan yang mudah dijangkau mendorong berdirinya rumah sakit ini. Pada awalnya, RS Harapan menjadi satu-satunya tempat yang bisa diandalkan warga Depok untuk mendapatkan layanan medis.
Kala itu, fasilitas kesehatan pemerintah masih minim dan puskesmas belum tersebar merata.
Hingga pada 1965, Pelayanan Kaum Awam Depok (Pelkad) bubar dan digantikan oleh Yayasan Pelayanan Kristen (Pelkris). Pada masa tersebut, pemerintah mengirim seorang dokter muda bernama John Wilhem Karundeng ke Depok.
“Pada 1968. Jadi ketika itu dokter yang dikirim oleh pemerintah ada dokter namanya Dokter John Wilhem Karundeng,” kata Suzanna.
Ia menggambarkan Karundeng sebagai dokter pertama yang menetap dan mengembangkan layanan kesehatan secara serius di gedung itu.
“Dia sebagai dokter pertama, dia istilahnya sampai bisa mendirikan rumah sakit harapan yang pertama di Depok,” ujar dia.
RS Harapan yang berlokasi di Jalan Pemuda—dahulu dikenal sebagai Kerk Weg—kemudian berkembang menjadi rumah sakit tipe D dengan kapasitas sekitar 100 tempat tidur, melayani pasien umum, khususnya warga Pancoran Mas dan sekitarnya.
Nama “Harapan” dipilih bukan tanpa alasan. Suzanna menyebut nama tersebut mencerminkan keinginan dan asa warga Depok kala itu.
“Ya, yang pertama yaitu harapan kami orang-orang Depok pengen punya rumah sakit. Karena banyak ibu-ibu istilahnya kalau mau melahirkan karena rumah sakit jauh,” kata dia.
“Kami sangat bersyukur. Namanya juga jadi harapan. Jadi harapan sendiri ada maknanya.” sambungnya.
Bangunan tersebut kemudian dikelola oleh Dokter John Wilhem Karundeng bersama Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI), yang bekerja sama dengan yayasan untuk menyediakan layanan kesehatan bagi masyarakat.
“Jadi itu Dokter Karundeng. Jadi yang memperjuangkan. Kita kerjasama dengan PGI (Persekutuan Gereja-gereja Indonesia),” ujar dia.
Selama beroperasi, RS Harapan Depok dikenal dekat dengan warga, terutama masyarakat kelas bawah. Rumah sakit ini dianggap ramah, terjangkau, dan tidak memberlakukan aturan kunjungan yang ketat.
Suzanna menyebutkan, banyak warga merasa nyaman berobat di sana, bahkan datang berkelompok untuk menjenguk kerabat yang dirawat.
“Jadi orang-orang di sekitarnya, penduduk di sekitarnya juga sangat senang begitu. Kalau ke rumah sakit harapan mungkin peraturannya nggak ketat,” kata dia.
Menurut dia, ruang rawat inap RS Harapan nyaris tak pernah sepi. Keluarga pasien kerap datang bergerombol, menciptakan suasana kekeluargaan yang kuat.
“Jadi kalau ada saudara yang sakit mereka bisa sekampung datang gitu ya. Jadi ya murah juga. Saya lupa biayanya kan dulu belum ada BPJS ya. Tapi paling tidak daripada di Jakarta,” ujar dia.
Kenangan serupa disampaikan Yovi (36), warga sekitar yang mengingat RS Harapan sebagai rumah sakit paling terjangkau pada masanya.
“Ramai, pokoknya itu rumah sakit dulu paling terjangkau lah buat kalangan bawah, buat warga sekitar sini, makanya sayang waktu itu pas ditutup,” ujar dia.
Ifan (38), warga lain yang tinggal tak jauh dari lokasi, menyebut RS Harapan sebagai fasilitas kesehatan yang benar-benar “milik warga kecil”.
“Dulu mah orang sini tahunya Rumah Sakit Harapan ramai mas. Banyak warga yang kalau sakit ke situ dulu sebelum ke rumah sakit besar terus suasananya kayak rumah sakit jaman dulu nggak terlalu modern,” kata Ifan.
Kini, yang tersisa dari RS Harapan Depok hanyalah bangunan tua yang sebagian besar tak lagi layak pakai. Ilalang tumbuh tinggi, dan beberapa bagian gedung tampak keropos.
Suzanna mengakui kondisi tersebut. Menurutnya, yayasan masih melakukan perawatan sebatas kemampuan yang ada.
“Sebenarnya ada ya. Tapi, kan itu berbentuk-bentuk biaya Jadi mesti ada pemborong lah yang mau itu ya. Kan kita istilahnya cuma usaha kita ya dikit,” kata dia.
Yayasan hanya mampu melakukan pembersihan ringan secara berkala, seperti merapikan rumput dan halaman.
“Ya paling kita bersihin rumput-rumputnya Tapi kalau untuk soal bangunannya kita nggak bisa lagi,” ucapnya.
Yovi menambahkan, pihak yayasan sesekali masih datang membersihkan area luar bangunan meski ilalang cepat tumbuh kembali.
“Setahu saya mereka (pihak YLCC) kadang dateng ngebersihin rumput-rumputan, terakhir itu bukan kemarin, cuma kan emang ilalang itu cepat tumbuh jadi kelihatan ga keurus,” kata dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.