Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Raperda KTR Atur Larangan Penjualan Rokok, Pakar Ingatkan Dampak Sosial Ekonominya

Liputan6.com, Jakarta – Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), M Rizal Taufikurahman menyoroti sejumlah pasal dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) DKI Jakarta.

Rizal menilai, diterapkannya zona pelarangan penjualan rokok di radius 200 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak, perluasan kawasan tanpa rokok hingga pasar tradisional, pasar rakyat bisa menekan aktivitas pedagang kecil dan memutus rantai ekonomi rakyat.

“Jangan lupa bahwa pedagang kecil merupakan bantalan ekonomi Jakarta. Jika larangan penjualan diterapkan, efek domino negatifnya mencakup turunnya omzet, lesunya daya beli, dan meningkatnya pengangguran terselubung,” kata Rizal dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (4/11/2025).

Menurutnya, pasal-pasal pelarangan penjualan dalam Raperda KTR mengabaikan realitas sosial-ekonomi urban yang selama ini bertumpu pada perputaran sektor informal.

“Kondisi ini bisa menekan stabilitas sosial dan memperlebar kesenjangan ekonomi di tingkat bawah,” ucapnya.

Rizal berujar, proyeksi hilangnya pendapatan daerah hingga 50 persen dari sektor tembakau harusnya menjadi sinyal fiskal serius bagi para pembuat kebijakan di DKI Jakarta. Terlebih, kata dia di tengah efisiensi transfer dana dari pusat.

Dia menilai, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta perlu menempuh strategi transisi fiskal yang gradual, di antaranya memaksimalkan cukai hasil tembakau (CHT) untuk pemberdayaan dan pembangunan.

“Jadi, bukan langsung memangkas sumber penerimaan tanpa pengganti yang siap. Oleh karena itu, Ranperda KTR seharusnya mengedepankan keseimbangan antara kesehatan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat,” ujarnya.