Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Polisi Sebut Penarikan Paksa oleh Mata Elang di Jalan Sudah Mirip Begal Megapolitan 19 Desember 2025

Polisi Sebut Penarikan Paksa oleh Mata Elang di Jalan Sudah Mirip Begal
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com
— Kepolisian menilai praktik
penarikan objek sengketa
oleh mata elang atau
debt collector
secara paksa di jalan raya kian marak terjadi dalam beberapa waktu terakhir.
Cara-cara tersebut dinilai menyimpang dari prosedur penagihan yang sah dan bahkan telah memasuki ranah
premanisme
.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya
Kombes Budi Hermanto
mengatakan, persoalan praktik penarikan paksa ini bukanlah fenomena baru dan telah berlangsung cukup lama tanpa penyelesaian yang tuntas.
“Dan ini bukan bahkan menjadi saat ini saja, sudah beberapa waktu, beberapa dekade yang terjadi persoalan ini. Tetapi tidak pernah selesai dengan tuntas,” kata Budi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (18/12/2025).
Menurut Budi, penarikan kendaraan oleh
debt collector
semestinya tidak dilakukan di pinggir jalan sebagaimana yang belakangan marak terjadi.
Salah satu kasus penarikan paksa di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, bahkan berujung pada pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang.
Ia menegaskan, pola penarikan secara berkelompok dengan cara mengadang konsumen di jalan telah masuk kategori intimidasi dan premanisme.
“Kami sampaikan ini sudah menjadi sistem premanisme. Karena apa? Dengan bergerombol melihat konsumen, didatangi dengan kelompok orang yang banyak, ini kan melakukan intimidasi dan intervensi,” jelas Budi.
Budi menambahkan,
debt collector
resmi yang memahami prosedur penagihan tunggakan biasanya akan mengedepankan jalur administratif melalui somasi atau pemberitahuan resmi kepada debitur, bukan dengan penghentian paksa di jalan.
Sementara itu, praktik penarikan kendaraan di ruang publik dinilai telah menyerupai tindak kejahatan jalanan berupa pembegalan.
“Kalau kita menghentikan secara paksa, ini apa bedanya dengan begal? Ini sudah aksi-aksi premanisme,” kata Budi.
Budi mengatakan,
debt collector
yang memahami prosedur penagihan akan memberikan imbauan kepada debitur untuk mendatangi kantor pembiayaan dengan menyertakan alamat dan kontak yang jelas.
“Mereka akan mengimbau, ‘Pak, besok kami imbau, silakan ke kantor pembiayaan ini di alamatnya di sini, ini
contact person
-nya, kami akan tunggu Bapak dalam tempo waktu ini,’ berarti kan itu ada somasi, ada peringatan,” tutur Budi.
Karena itu, kepolisian mendorong adanya pembahasan ulang terkait regulasi penagihan oleh mata elang. Diskusi tersebut dinilai penting untuk melibatkan lembaga pembiayaan atau perusahaan leasing guna mencegah konflik serupa terulang di kemudian hari.
“Makanya kami juga akan menyampaikan berkali-kali, kami akan mengulang kembali regulasi dari
debt collector
ini. Kami akan memberikan edukasi, mungkin diskusi dengan lembaga-lembaga pembiayaan,” ujar Budi.
Sebelumnya, polisi menangkap enam tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang di area Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.
Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jumat (12/12/2025) malam, Polri mengungkapkan bahwa keenam tersangka merupakan anggota Polri dari satuan pelayanan markas Mabes Polri, yakni JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN.
Keenam tersangka dijerat Pasal 170 ayat (3) KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Selain proses pidana, mereka juga dijatuhi sanksi pelanggaran kode etik profesi Polri kategori berat.
Kasus tersebut juga memicu kerusuhan lanjutan di sekitar lokasi kejadian berupa perusakan dan pembakaran lapak pedagang. Hingga kini, aparat kepolisian masih menangani dampak lanjutan dari peristiwa tersebut.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.