Liputan6.com, Jakarta – A’wan sekaligus perwakilan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Abdul Muhaimin menyambangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedatangannya dinilai sebagai bentuk dukungan, agar KPK tidak ragu dan bisa segera menetapkan tersangka dalam kasus korupsi kuota tambahan haji 2024.
“Kami datang untuk memberikan support kepada KPK, bagaimana ini peta dan anatomi kasusnya harus jelas, segera dinyatakan (tersangkanya). Saya tadi menuntut limitnya kapan? Jangan digoreng ngalur ngidul kayak gini,” kata Kiai Abdul di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Mendengar pertanyaan tersebut, Kiai Abdul mengatakan KPK hanya menjawab normatif, lebih cepat lebih baik. Jawaban tersebut diakui belum bisa membuatnya puas.
“Lebih cepat, lebih baik? jawaban yang skeptis karena kami ingin tahu persis peta dan anatomi yang terjadi dalam kasus kuota tambahan haji,” tegas pendiri dan pengasuh pondok pesantren Nurul Ummahat Yogyakarta.
Sebelum berpamitan dari KPK, Kiai Abdul mengaku turut memanjatkan doa suci memakai hizib alias doa yang melafalkan semacam mantra yang dikenal oleh orang-orang suci. Harapannya, KPK bisa tetap tegak lurus dan tidaklah membuat NU merasa didiskreditkan oleh kesimpangsiuran pemberitaan.
“Doanya semoga KPK tetap tegak lurus dan cepat bisa terselesaikan, sehingga tidak digoreng karena kami merasa warga NU ini menjadi korban trial by press,” keluh dia.
Kiai Abdul mengaku, jika benar kasus terkait melibatkan bagian dari PBNU maka hal itu tidak dapat merepresentasi organisasi dan hanya sebatas oknum.
“Itu oknum NU yang kebetulan berkuasa dan punya otoritas strategis. NU yang tidak seperti itu banyak sekali! Kiai yang istilah dalam pesantren, yang humul, yang sederhana itu banyak,” tegas Kiai Abdul.
Satu hal ditegaskan Kiai Abdul, kedatangannya hari ini tidak diutus oleh siapa pun. Termasuk ketua umum PBNU sekali pun.
“Tidak ada titipan-titipan politik, tidak ada pertensi-pertensi tersembunyi, karena kami yang merasakan NU arus bawah itu menangis, gelisah dan menyesal kok elit-elit sampai terjebak pada perbuatan-perbuatan yang seperti itu?,” Kiai Abdul menandasi.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439825/original/029181000_1765380165-Rumah_warga_bernama_Win_di_Kompleks_Griya_Permata_terdampak_banjir_Padang.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439790/original/078800400_1765376257-Bupati_Lampung_Tengah_Ardito_Wijaya.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439746/original/067289700_1765372169-IMG_4551.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2913252/original/006053400_1568693352-WhatsApp_Image_2019-09-17_at_10.57.35_AM.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4686855/original/098231800_1702600145-gakok6.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5426792/original/063058000_1764317618-9.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)