Perjuangan Manusia Silver Bertahan Hidup, Relakan Kulit Rusak demi Nafkahi Keluarga
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Mencari uang dengan menjadi manusia silver kini menjadi andalan sebagian orang di Jakarta.
Mereka dengan sengaja mewarnai tubuhnya menggunakan cat sablon berwarna silver dan beraksi di berbagai lampu merah Jakarta demi mendapatkan uang.
Cat sablon berwarna silver itu dicampurkan dengan minyak sayur agar warnanya lebih mengkilap.
Dengan tubuh berwarna silver mengkilap, mereka yakin bisa menyita perhatian sehingga membuat banyak orang mau memberikan sedikit rezekinya.
Menggunakan cat di tubuh, merupakan salah satu perjuangan para
manusia silver
agar bisa mendapatkan uang demi keluarganya di rumah.
Hal itu lah yang dilakukan oleh perempuan asal Tanjung Priok, Jakarta Utara, bernama Wahyu Ningsih (23) yang merelakan kulit mulusnya dicat silver hanya demi mencari uang.
Ningsih mengaku, sudah menjalani profesi sebagai manusia silver sejak satu tahun yang lalu, usai dirinya di PHK sebagai house keeping.
Hanya memiliki ijazah Sekolah Dasar (SD) membuat Ningsih kesulitan untuk mencari pekerjaan lain.
Di satu sisi, ia tak boleh berdiam diri di rumah karena kebutuhan ekonomi terus mendesak.
Akhirnya, ia memutuskan untuk ikut dengan suaminya yang berprofesi sebagai manusia silver lebih dulu.
Suami Ningsih juga hanya memiliki ijazah SD sehingga sulit mencari pekerjaan lain meski sudah puluhan kali melamar.
“Dari Januari awal baru tahun ini. Saya udah coba kerjaan lain, tapi ijazah saya kan SD jadi enggak diterima dimana-mana, jadi turun ke jalanan sayanya,” jelas Ningsih.
Di balik perjuangannya untuk mendapatkan uang, Ningsih mengaku seringkali menahan rasa gatal karena kulitnya yang terus terkena cat berbahan kimia.
“Ada efeknya gatal, panas, kalau kelamaan aja makainya, semakin kena panas, kena debu gatal-gatal,” jelas dia.
Ia terpaksa harus menahan rasa gatal dan panas itu sepanjang hari agar bisa mendapatkan lebih banyak uang dari pengendara.
Selama ini, Ningsih mengaku takut jika dalam jangka panjang kulit tubuhnya rusak karena paparan cat sablon yang digunakan.
Namun, ia terpaksa melakukan itu agar bisa membantu suaminya membayar kontrakan dan menghidupi anaknya yang masih bayi.
Manusia silver lain bernama Lita (20) juga merasa takut kulitnya mengalami kerusakan imbas paparan cat tersebut.
“Rasa takut mah ada tapi serahin aja sama Tuhan, kalau buat makan mah Insyaallah enggak bakal lah,” jelas Lita.
Ibu dari satu orang anak itu bilang, jika ada pekerjaan lain, ia juga tak rela merusak kulitnya dengan cat sablon itu.
Di sisi lain, ia juga kerap merasa malu karena harus berlumuran cat sekujur tubuh setiap harinya hanya demi mendapatkan uang.
“Kalau ada kerjaan lain mana mau sih dicat begitu kayak orang gila. Kadang malu, pernah ada yang ngenalin, ya, udah saya mah ketawa-ketawa aja namanya demi makan,” ucap Lita.
Bukan hanya orang dewasa, manusia silver lain bernama Iin (33) juga mengikutsertakan kedua anaknya untuk menjalani profesi serupa.
“Anak saya ikut juga usianya 10 tahun dan 9 tahun, cowok dua-duanya,” ujar Iin.
Iin terpaksa mengajak anaknya untuk menjadi manusia silver demi membantu perekonomian keluarganya.
Sebab, Iin memiliki lima orang anak yang masih kecil, sementara suaminya hanya berprofesi sebagai seorang pedagang yang pendapatannya tak menentu.
Hal itu lah yang membuat Iin nekat mengajak anaknya menjadi manusia silver ketika libur sekolah untuk mencari tambahan uang jajan.
Bertahun-tahun terpapar cat sablon, Iin mengaku kulitnya tetap baik-baik saja.
“Enggak panas, cuma bau menyengat kaya cat. Enggak pernah gatal,” ujar dia.
Ia juga memastikan, kulit anak-anaknya juga dalam kondisi baik meski setiap minggu dicat berwarna silver.
“Alhamdulillah, anak-anak enggak apa-apa sih kulitnya, mungkin dia tahu kali ya kulit orang susah jadinya ngerti, lagian buat jajan dia juga,” ucap Iin.
Dokter Spesialis Dermatologi Venereologi Estetika dari RS Pondok Indah-Bintaro Jaya, dr. Irwan Saputra Batubara bilang cat yang digunakan para manusia silver adalah cat sablon atau cat besi yang mengandung silver metalik.
Cat sablon yang digunakan itu mengandung logam berat yang umumnya ditemukan merkuri, timbal, kardio.
Ketiga bahan ini jika terkena kulit secara langsung terutama dalam jangka waktu panjang bisa menyebabkan kerusakan pada kulit.
“Pada jangka pendek akan terjadi iritasi kulit seperti ruam kemerahan, perubahan warna jadi bercak kemerahan pada kulit atau warnanya tidak seragam, timbul keluhan seperti gatal, rasa panas terbakar,” ungkap Irwan.
Sementara dalam jangka waktu panjang, akan terjadi yang namanya ulserasi atau perlukaan pada kulit ditandai dengan barier kulit yang rusak seperti mengelupas, muncul luka dangkal, dan lama kelamaan menjadi luka dalam.
Bahkan, dalam jangka waktu lebih lama dapat menyebabkan kerusakan jaringan dan sel yang berpotensi mendatangkan kanker kulit.
Selain merusak kulit, penggunaan cat sablon dalam jangka panjang juga berpotensi merusak organ tubuh lainnya.
“Ada pula dampak sistemik, misalnya pada kandungan timbal itu dapat menyebabkan anemia atau kekurangan darah, darah tinggi, gangguan ginjal, gangguan saraf, yang dapat berakibat hingga fatal,” kata dia.
Sementara kandungan kardio pada cat sablon itu bisa menyebabkan gejala seperti demam, menggigil, kerusakan otot, dan gangguan pernapasan.
Sedangkan kandungan merkuri yang ada di cat itu bisa menyebabkan tremor atau getaran yang tidak dapat dikontrol pada tangan atau kaki.
Lalu, paparan cat yang digunakan para manusia silver juga bisa menyebabkan insomnia, kehilangan memori, kelainan saraf, nyeri kepala hebat, hingga disfungsi dari otot-otot pergerakan.
Bahaya cat sablon
akan lebih parah dirasakan oleh anak-anak yang juga dijadikan sebagai manusia silver.
“Tentu saja risikonya akan lebih meningkat pada kulit anak. Seperti kita ketahui, kulit anak itu cenderung tipis, luas permukaan kulitnya cenderung besar dibandingkan berat badan anak, sehingga penyerapannya semakin meningkat dibanding pada kondisi dewasa,” jelas Irwan.
Kondisi ini akan lebih mempercepat keracunan dari logam-logam tersebut baik kontak langsung dengan kulit atau intoksikasi organ-organ dalam.
Dampak buruk yang akan dirasakan anak-anak dari paparan cat itu adalah gagalnya tumbuh kembang, kerusakan otak yang bersifat permanen, kerusakan saraf dan kerusakan dari otot-otot pergerakan tubuh.
Kebanyakan manusia silver akan membersihkan cat sablon yang menempel di kulitnya dengan menggunakan sabun pencuci piring agar mudah hilang.
Namun ternyata, penggunaan sabun cuci piring untuk membersihkan cat sablon justru dapat meningkatkan iritasi pada kulit.
“Hal ini bisa meningkatkan iritasi terutama jika menggunakan bahan yang sifatnya iritatif seperti sabun cuci piring, detergen, atau menggunakan gosokan seperti sikat gigi yang terlalu keras sehingga lapisan permukaan kulit semakin terkikis dan iritasi,” ucap Irwan.
Jika kulit sudah teriritasi, kandungan seperti timbal, merkuri, dan kardio pada cat lebih mudah masuk ke dalam tubuh dan merusak organ dengan cepat.
Apabila sudah mengalami iritasi, Irwan menyarankan agar penggunaan cat untuk tubuh bisa dihentikan.
Selanjutnya, bisa melakukan pembersihan semaksimal mungkin dengan air mengalir dan sabun bayi yang lembut untuk menghilangkan cat itu dari kulit.
“Kemudian, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan apakah sudah terjadi gangguan pada organ dalam,” ucap dia.
Sebagai seorang dokter, Irwan menyarankan agar pemerintah turun tangan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya penggunaan cat sablon untuk kulit.
Bagi Irwan, mencari uang dengan mengorbankan rusaknya kulit merupakan hal yang tidak bijak, terutama pada anak-anak.
Lalu, ia juga menyarankan agar pemerintah melarang penggunaan cat sablon itu untuk kulit.
“Kedua, saran saya pemerintah dapat mengatur regulasi khusus untuk melarang penggunaan cat tersebut sehingga masyarakat dapat terhindar dari kerusakan permanen dan jangka panjang,” ungkap Irwan.
Sosiolog Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat menilai, dijadikannya anak-anak sebagai manusia silver merupakan bentuk eksploitasi yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
“Menurut saya ini yang menjadi masalah karena mereka harusnya enggak boleh, ini bentuk eksploitasi,” ucap Rakhmat.
Rakhmat meminta agar pemerintah segera turun tangan untuk mengatasi persoalan manusia silver ini.
Kemunculan manusia silver disebabkan karena persoalan ekonomi.
Di mana mereka membutuhkan pemasukan untuk bertahan hidup di tengah lapangan pekerjaan yang sempit.
Oleh sebab itu, sudah seharusnya pemerintah bisa melakukan berbagai upaya agar warganya tak terus bergantung dengan profesi manusia silver.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah pemberian lapangan pekerjaan, pembinaan, dan peningkatan keterampilan.
Selain itu, Dinas Sosial juga disarankan untuk melakukan pendekatan berbasis ekonomi karena akar permasalahan munculnya manusia silver adalah masalah ekonomi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Perjuangan Manusia Silver Bertahan Hidup, Relakan Kulit Rusak demi Nafkahi Keluarga Megapolitan 12 Desember 2025
/data/photo/2025/12/12/693bca7b34f71.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693bd5f604569.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/10/24/68fb04ed9b592.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693bbf9365b89.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693ba352f150a.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)