GELORA.CO – Pemerintah Prabowo Subianto tobat dan berjanji akan mengembalikan lahan sawit menjadi hutan kembali.
Pertobatan pemerintah Republik Indonesia itu diungkapkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid usai Sumatra diterpa banjir bandang maut yang menewaskan hampir 1000 orang di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara.
Nusron mengatakan, Presiden RI Prabowo Subianto akan melakukan pencabutan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan kelapa sawit.
HGU tersebut akan diubah untuk lahan pembangunan hunian korban terdampak banjir Sumatera.
Nusron mengatakan, HGU perusahaan sawit yang akan dicabut adalah yang berdiri di atas tanah Hak Pengelolaan (HPL) milik negara.
Nusron Wahid pun menyebut Kementerian ATR/BPN yang dipimpinnya siap melaksanakan perintah tersebut.
“Ya siap, enggak masalah. Artinya kalau masyarakat membutuhkan hunian tetap dan tidak ada lahan yang tersedia, nanti kita akan minta lahan negara yang hari ini menjadi HGU-HGU di kota tersebut,” kata Nusron seperti dimuat Kompas.com Senin (8/12/2024).
Selain itu, Nusron berjanji perkebunan kelapa sawit di Pulau Sumatera hasil pelepasan kawasan hutan akan dikembalikan menjadi hutan, imbas banjir yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Keputusan ini hasil rapat bersama Menteri Kehutanan yang akan evaluasi beberapa kebun sawit yang dulunya merupakan hutan.
Kata Nusron, dengan adanya bencana ini, pemerintah akan melakukan evaluasi besar-besaran terkait alih fungsi hutan.
“Saya kemarin rapat, termasuk Menteri Kehutanan juga sedang mengevaluasi beberapa kebun-kebun yang dulunya hasil pelepasan kawasan hutan, kemungkinan besar dengan adanya bencana ini nanti akan ada evaluasi besar-besaran dan ada salah satu keputusan ekstremnya adalah dikembalikan menjadi fungsi hutan lagi,” kata Nusron.
Nusron juga menegaskan perlunya dilakukan revisi penataan ruang di Pulau Sumatera, imbas banjir yang telah menelan hampir ribuan korban jiwa tersebut, menurut data per 8 Desember 2025.
“Keputusan yang lebih baik itu apa? Revisi tata ruang, supaya kejadian yang sama tidak berulang,” ujar Nusron.
Jelasnya, wilayah Sumatera sudah kehilangan daerah resapan air, sehingga air tidak bisa terserap ke tanah dan akhirnya mengisi ruang-ruang yang ada, yakni permukiman.
“Karena penyangga serapannya dulunya adalah tumbuh-tumbuhan, pohon-pohon, pohonnya hilang. Terus gimana caranya supaya enggak ini? Ya kembalikan, yang dulunya itu ruang untuk pohon, yang sekarang diganti menjadi ruang untuk lainnya, kembalikan ruang itu untuk pohon,” ucap Nusron.
Ia juga mengatakan perlunya revisi 415 Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, karena hanya 100 RTRW yang sudah sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2025-2029.
“Belum lagi perubahan RTRW kabupaten/kota dari tiga provinsi, Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh, pasca-bencana ini pasti impact-nya nanti adalah perubahan RTRW secara besar-besaran, yang lebih mengedepankan mitigasi terhadap bencana,” katanya.
Padahal sebelum banjir bandang Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) akan memulai program ekstensifikasi atau pembukaan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit mulai tahun depan.
Plt. Dirjen Perkebunan Kementan Abdul Roni Angkat mengatakan, langkah tersebut menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk mengejar target produksi minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) sebesar 100 juta ton pada 2045.
“Ini proyeksi kita, harapannya tahun 2045, kita bisa capai 100 juta ton. Nah, apakah ini penting? Sangat penting. Di skema kita, kita akan mengembangkan 3 juta ha tambahan perluasan kelapa sawit,” ujar Roni dalam acara 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) 2025 di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025).
Rencananya, Indonesia akan membuka kebun sawit baru seluas 600.000 hektar (ha).
Sebanyak 400.000 ha di antaranya merupakan kebun plasma atau sawit rakyat.
Adapun, proyek ini diarahkan untuk mendukung perluasan kebun plasma rakyat di wilayah Jambi, Sumsel, Bangka Belitung, Kalbar, Kalteng, Kaltara dan Sulawesi Selatan.
Selain itu, pemerintah juga berencana menawarkan 200.000 ha perkebunan kepada perusahaan negara, yakni PT Agrinas dan PalmCo.
Namun, Roni bilang, perusahaan swasta dipersilakan untuk berpartisipasi.
“Silakan nanti kalau teman-teman dari perusahaan swasta ingin masuk untuk mengakses bersama-sama dengan barisan kita, iskemanya kita akan berikan bersama,” ujar dia.
Direktur Tanaman Kelapa Sawit dan Aneka Palma Kementan Baginda Siagian menambahkan, program ekstensifikasi ini juga dijalankan untuk memenuhi peningkatan permintaan CPO domestik dalam beberapa tahun ke depan.
“Itu kan masih rencana program hilirisasi, untuk mendukung ini semua, termasuk (program) biodiesel, dan juga kebutuhan dalam negeri kan gitu kan, (seperti) Minyak goreng nantinya,” tambahnya.
Selain itu, produktivitas perkebunan sawit nasional juga masih jauh tertinggal dibanding Malaysia.
Dalam pemaparannya, perkebunan negara diproyeksikan memiliki produktivitas tertinggi, yakni 4,48 ton CPO/ha/tahun pada tahun 2025. Sementara perkebunan swasta berada di 3,68 ton, dan pekebun rakyat hanya 3,18 ton.
Sehingga rata-ratanya di sekitar 3,52 ton. Dengan kondisi saat ini, produksi CPO nasional pada 2025 diperkirakan mencapai sekitar 50 juta ton, ditambah PKO sekitar 4 juta–5 juta ton, sehingga total menjadi 55 juta ton.
Namun setelah banjir bandang menghantam Sumatra, isu pengembangan 600 ribu hektar lahan sawit tenggelam.
Belum diketahui apakah program ini masih terus berjalan.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5438560/original/029512400_1765328474-e44bc670-88bf-45aa-a6a6-f277a1738624.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)




:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5426791/original/024464800_1764317618-8.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)


.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)


