Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pelepasan 1,6 Juta Hektare Hutan Era Zulhas Bukan untuk Sawit, tapi Tata Ruang

Hadi menegaskan, klaim bahwa lahan diserahkan kepada pengusaha besar terbantahkan oleh rincian lampiran peta dalam SK tersebut. Pasalnya, wilayah yang dilepaskan status hutannya bertujuan untuk tiga hal yakni pemukiman penduduk, fasilitas sosial dan umum, hingga lahan garapan masyarakat.

Pembebasan lahan hutan untuk pemukiman penduduk yakni meliputi kawasan desa, kecamatan, dan perkotaan yang telah padat penghuni. Sementara untuk fasilitas sosial dan umum meliputi Infrastruktur vital seperti jalan raya provinsi/kabupaten, gedung sekolah, tempat ibadah, dan rumah sakit yang sebelumnya berdiri di atas lahan berstatus hutan.

Selanjutnya pelepasan lahan hutan juga bertujuan untuk lahan garapan masyarakat yakni arena pertanian dan perkebunan rakyat yang telah dikelola secara turun-temurun.

“Revisi RTRWP berkaitan dengan terbitnya UU 27/1992, dimana semua provinsi di Indonesia mengajukan RTRWP al. Prov Riau menetapkan PERDA No.10/1994 mengalokasikan ruang untuk non Kehutanan seluas 4,34 juta Ha. Sesuai UU 41/1999 tentang Kehutanan, Menhut membentuk TIMDU dan TIMDU merekomendasi perubahan KH sesuai scientific authority menjadi non KH seluas 2.726.901 ha. Namun berdasarkan management authority Menhut hanya menetapkan seluas 1.6 jt Ha untuk Tata Ruang Provinsi, (bukan unuk korporasi, mengingat pemekaran kota/kabupaten, infrastruktur),” jelas dia.

Dengan demikian, kata dia, tujuan utama dari penerbitan SK tersebut adalah memberikan kepastian hukum. Tanpa adanya revisi tata ruang ini, ribuan warga yang tinggal di area tersebut secara teknis dianggap tinggal secara ilegal di dalam kawasan hutan (okupasi ilegal).

“Dan sekali lagi ini lebih kecil daripada usulan TIMDU atau jauh lebih kecil daripada Perda Riau,” pungkas dia.