Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pelanggaran Penangkapan Khariq Anhar Bisa Lapor Propam, Kuasa Hukum: Itu Sesat Logika Megapolitan 24 Oktober 2025

Pelanggaran Penangkapan Khariq Anhar Bisa Lapor Propam, Kuasa Hukum: Itu Sesat Logika
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Penangkapan aktivis mahasiswa Khariq Anhar di Bandara Soekarno-Hatta menuai kritik terkait prosedur yang tidak sesuai ketentuan.
Kuasa hukum Khariq, Gema Gita Persada, menilai pembuktian pelanggaran penangkapan seharusnya tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada bidang Pertanggungjawaban dan Profesi (Wabprof) Propam Polri.
“Masa cuma karena ini tidak diatur di KUHAP, maka langsung dibebankan pembuktian atau pertanggungjawabannya hanya berupa profesi? Nah, menurut kami itu adalah bentuk sesat logika” ujar Gita usai persidangan, Kamis (23/10/2025).
Gita menambahkan, meski KUHAP menjadi aturan induk, ada aturan turunannya yang mengatur prosedur penangkapan, termasuk syarat penangkapan dalam Pasal 21 KUHAP.
Syarat itu mencakup alat bukti yang cukup, surat perintah penangkapan berikut alasannya, penyampaian surat penangkapan kepada keluarga, serta keyakinan penyidik bahwa orang yang ditangkap diduga melakukan tindak pidana.
“Yang namanya peraturan yang berkaitan dengan prosedur penangkapan itu harusnya dianggap satu kesatuan dengan aturan soal syarat-syarat penangkapan di KUHAP,” ujar Gita.
Dalam kasus Khariq, terdapat prosedur yang dilanggar, yaitu petugas tidak menunjukkan surat penangkapan.
Aktivis tersebut ditangkap tiba-tiba di hadapan publik oleh lima petugas saat akan pulang ke Pekanbaru. Penangkapan itu bahkan terekam kamera warga, dan video itu diserahkan sebagai barang bukti kepada hakim.
“Sudah diserahkan kemarin sebagai salah satu bukti yang kami serahkan juga ke hakim karena kami mendalilkan soal itu, ya, penangkapannya tidak menunjukkan surat tugas serta dilakukan secara tidak manusiawi,” jelas Gita.
Sementara itu, Ahli Hukum Pidana Andre Yosua menilai pelanggaran prosedur oleh aparat keamanan seharusnya dilaporkan ke Propam Polri.
“Kalau terjadi pelanggaran, itu dapat dilapor ke Wabprof atau Kompolnas,” ujar Andre.
Menurut dia, pelanggaran prosedur penangkapan berbeda dengan pelanggaran hukum pidana dan memiliki jalur penyelesaian yang berbeda.
Di sisi lain, polisi telah menetapkan enam orang admin media sosial sebagai tersangka kasus dugaan penghasutan anak di bawah umur untuk melakukan aksi anarkistis di Jakarta.
Salah satunya bernama Delpedro, sedangkan lima lainnya berinisial MS, SH, KA, RAP, dan FL. Keenam tersangka diduga membuat konten yang menghasut pelajar untuk berunjuk rasa di Gedung DPR/MPR RI, termasuk melakukan siaran langsung selama aksi.
“Menyuarakan aksi anarkis dan ada yang melakukan live di media sosial inisial T sehingga memancing pelajar untuk datang ke gedung DPR/MPR RI sehingga beberapa di antaranya melakukan aksi anarkis dan merusak beberapa fasilitas umum,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Ade Ary Syam Indradi, Selasa (2/9/2025).
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.