TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG – Masruroh, seorang penjual gorengan asal Dusun Blimbing, Desa Kwaron, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur mengaku mendapat tagihan listrik dari PLN mencapai Rp 12,7 juta.
Selain itu, Masruroh juga dituduh mencuri listrik. Tuduhan itu sudah dilayangkan pihak PLN sejak tahun 2022 silam.
Tagihan itu ia ketahui melalui pesan WhatsApp yang masuk langsung ke ponselnya.
Janda anak satu yang kini hidup sendiri itu menyebut ia tidak mengetahui kenapa bisa mendapat tagihan listrik PLN mencapai belasan juta.
Terlebih, nama dalam tagihan tersebut tercatat atas nama mendiang ayahnya yakni Naif Usman.
Ayahnya sendiri sudah wafat sejak tahun 1992 silam. Selain tagihan listrik, ia juga terkejut karena dituduh mencuri listrik seperti yang dituduhkan oleh pihak PLN.
Mengetahui hal itu, Masruroh terkejut dan kebingungan, ia mengaku tidak bisa membayar semua tagihan, terlebih ia hanya penjual gorengan keliling.
Baginya, tidak mungkin bisa melunasi tagihan yang jumlahnya sangat besar.
“Saya bayar pakai uang apa? Uang dari mana saya bisa bayar sebanyak itu? Saya ini hidup dari jualan gorengan keliling saja,” ucapnya saat dikonfirmasi awak media pada Kamis (24/4/2025).
Lebih lanjut, Masruroh menjelaskan jika listrik di rumahnya memang digunakan bersama penyewa yang menempati ruang di samping rumahnya.
Jauh sebelum ia menerima tagihan listrik itu, sesaat menjelang Hari Raya Iedul Fitri, muncul tagihan dan disertai ancaman pemutusan aliran listrik di rumahnya.
Hingga akhirnya ancaman itu benar terjadi. Kamis (24/4/2025) siang, token listrik miliknya sudah tidak dapat lagi diisi.
Mengetahui itu, Masruroh hanya bisa pasrah dan berharap PLN bisa mengerti kondisinya.
“Ayah, suami saya sudah tidak ada lagi, kalau sudah begini saya harus bagaimana? Saya jujur tidak mampu membayar uang sebanyak itu,” ungkapnya.
Jawaban PLN
Sementara itu, menanggapi kasus yang menimpa Masruroh, pihak PLN, melalui Team Leader Pelayanan Pelanggan PLN UP3 Jombang-Mojokerto, Virna Septiana Devi mengutarakan jika pelanggan yang memiliki tunggakan memang tidak diizinkan menerima pasokan listrik.
“Jika ada pelanggan yang masih memiliki piutang itu tidak boleh,” beber Vina.
Pada kasus Masruroh ini, hutang tersebut mencapai Rp12,7 juta yang disebut menempel pada ID pelanggan dengan daya 2200 watt yang masih aktif.
Ia melanjutkan, memang belum ada kebijakan terkait penghapusan piutang pelanggan.
Mengenai keringanan yang diminta Masruroh, semua bentuk keringanan harus melalui persetujuan manajemen wilayah setempat.
Meskipun begitu, ia menjelaskan, opsi yang paling memungkinkan adalah mencicil hutang sampai lunas, supaya listrik tetap menyala kembali.
Penulis: Anggit Puji Widodo





