Munculnya ide patungan untuk membeli hutan dianggap sebagai bentuk sindiran dan tamparan untuk pemerintah. Masyarakat kecewa atas terjadinya deforestasi yang diduga menjadi sebab bencana di Sumatera.
“Ide patungan membeli hutan agar bisa mengatasi masalah deforestasi mencerminkan rasa kekecewaan yang dalam,” kata Legislator PKB, Daniel Johan.
Juru kampanye hutan senior, Greenpeace Southeast Asia-Indonesia menilai gagasan patungan beli hutan sebagai bentuk kepedulian publik terhadap krisis ekologis yang patut diapresiasi. Menurutnya, inisiatif seperti gerakan “beli hutan” yang digaungkan Pandawara Group mencerminkan semakin besarnya kesadaran masyarakat terhadap isu deforestasi.
Namun, Greenpeace memberi sejumlah catatan kritis. Asep mengingatkan bahwa hutan tidak seharusnya dipandang sebagai komoditas yang bisa dibeli, melainkan ruang hidup yang telah dijaga oleh masyarakat adat secara turun-temurun. Pendekatan beli hutan dikhawatirkan menggeser narasi penting soal peran masyarakat adat sebagai penjaga hutan paling efektif.
“Mereka bukanlah pihak yang menunggu diselamatkan, melainkan pelindung hutan paling efektif yang sudah terbukti menjaga kawasan hutan lebih baik daripada model konservasi berbasis pasar,” tutur Asep.
Dia menambahkan, narasi beli hutan bisa menimbulkan kesan seolah hutan tak bertuan, padahal banyak konflik muncul karena negara tak mengakui hak masyarakat adat. Asep menegaskan, penyelamatan hutan bisa dilakukan melalui dukungan pada komunitas, bukan lewat kepemilikan.
Asep menegaskan bahwa menyelamatkan hutan bukan soal membeli lahan, melainkan soal mengembalikan hak masyarakat adat sebagai pemilik sah hutan.
“Greenpeace menilai penyelamatan hutan harus dimulai dari pengakuan dan perlindungan hukum atas hak-hak masyarakat adat, bukan sekadar memindahkan kepemilikan ke aktor baru, meski dengan niat baik,” kata Asep.
Dia mengungkapkan, studi global menunjukkan bahwa hutan adat terbukti lebih terjaga ketika hak-hak komunitas lokal diakui secara resmi. Karena itu, solusi nyata bukanlah donasi untuk beli lahan, tetapi menghentikan ekspansi industri perusak, mengembalikan wilayah adat, dan memastikan negara menghormati masyarakat adat sebagai penjaga hutan alami.
Berdasarkan kajian Greenpeace, upaya penyelamatan hutan oleh publik atau organisasi lingkungan akan selalu terbatas jika belum ada kerangka hukum yang kokoh. Karena itu, Asep menekankan pentingnya percepatan pengesahan RUU Masyarakat Adat.
“Payung hukum ini memberi kepastian wilayah, mencegah perampasan tanah, dan mengakhiri konservasi yang menempatkan masyarakat adat sebagai objek, bukan subjek,” ujarnya.
Menurut Asep, dengan hukum yang berpihak, upaya menjaga hutan tak lagi bergantung pada pembelian lahan, melainkan pada pemulihan hak dan penguatan sistem pengelolaan komunitas yang telah terbukti berkelanjutan.





:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439949/original/075568700_1765416540-WhatsApp_Image_2025-12-10_at_20.37.46.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439933/original/013996200_1765416012-9c51b704-9eed-4235-a5f8-fa66c53c2a9d.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5439909/original/092225200_1765413373-WhatsApp_Image_2025-12-11_at_07.09.24.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/4892378/original/032722500_1721060549-WhatsApp_Image_2024-07-15_at_23.17.08_d2f024c4.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2402782/original/073499800_1541610817-AWAN_HUJAN_2-Muhamad_Ridlo.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5438464/original/045386400_1765299267-Pj_Ketum_PBNU_Zulfa_Mustofa.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)