Panen di Tengah Kepadatan Kota, Urban Farming Jadi Napas Kampung Warung Bandrek
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com –
Di tengah deretan rumah dan gang sempit di Kampung Warung Bandrek, Bondongan, Bogor, terlihat pot-pot tanaman hijau berjejer rapi.
Berbagai jenis sayuran tampak tumbuh subur, menjadi pemandangan yang menyegarkan mata bagi warga yang melintas.
Kegiatan menanam dan merawat
tanaman
ini bukan sekadar hobi, melainkan bagian dari program
urban farming
yang dijalankan warga setempat.
Dengan lahan terbatas, warga memanfaatkan setiap sudut untuk menanam sayur-sayuran yang cepat panen, sekaligus mempercantik lingkungan.
Helen, salah seorang warga, menjelaskan bagaimana kegiatan menanam tanaman membuat suasana kampung lebih hidup.
“Lebih enak aja sih ya kalau ada tanaman begitu,” kata Helen kepada
Kompas.com
, Jumat (21/11/2025).
Tak hanya mempercantik kampung, kegiatan urban farming juga memberi warga rasa bangga.
Helen menyebut, meskipun kampung mereka tergolong kecil dan terpencil, partisipasi dalam urban farming berhasil membuat kampung mereka masuk nominasi
Bogor Bersih
.
“Bangga juga karena kan sebelumnya kampung kita juga bisa dibilang terpencil ya terus masuk nominasi ini ya bisa terkeskpos gitu, karena warganya cuma segini-segini aja kalau di sini mah,” ujar Helen.
Selain mempercantik lingkungan, tanaman yang ditanam warga juga memiliki nilai ekonomi.
Helen mengatakan, jenis tanaman yang dipilih biasanya sayur-sayuran seperti Pakcoy dan kangkung karena cepat panen.
“Ada pakcoy, kangkung gitu-gitu kita lebih ke yang sayur-sayuran gitu sih soalnya lebih cepat juga kan,” jelasnya.
Hasil panen sebagian dijual ke warga sekitar, sebagian lagi dibagikan kepada warga yang ikut menanam.
“Kalau banyak bisa dijual ke warga lagi warga sekitar sisanya baru dibagikan ke ibu-ibu yang panen itu. Karena kita kan lahannya nggak banyak ya jadi nanemnya juga nggak banyak, jadi ya misal cukup buat dibagiin aja kita nggak jual gitu,” jelas Helen.
Meski begitu, urban farming juga menghadapi tantangan. Kadang ada orang luar yang merusak tanaman yang sudah tumbuh.
“Ada sih, ya namanya orang iseng, kadang-kadang tanaman udah jadi patah gitu kan, yang kaya gitu sih ada aja, namanya juga di pinggir jalan. Karena kan kita sistemnya pakai pot gitu kan nggak yang tanam di lahan yang luas gitu,” tambah Helen.
Helen juga mengakui keberadaan hama, meski tidak terlalu banyak, karena mereka menerapkan sistem tanam organik.
“Hama ada, cuman sejauh ini sih sekadar ada aja ya pasti cuman nggak terlalu banyak, ada yang jeleknya sedikit (hasil panen) karena kita organik,” kata dia.
Sehari-hari, ibu-ibu di kampung ini aktif merawat tanaman. Kegiatan mereka termasuk membersihkan area tanam, menyiram, menanam, hingga panen.
“Paling biasa ada suka bersih-bersih juga sih kita di atas terus hari apa misal ada buat nanem atau kaya kemarin panen paling kegiatannya seperti itu,” ujar Helen.
Panen biasanya dilakukan tiap beberapa bulan, tergantung jenis tanaman yang ditanam.
“Tergantung sih, karena kan kalau pakcoy gitu dia cepat kadang dua bulan sekali, tergantung tanamannya sih, tanamannya apa gitu,” katanya.
Helen, warga lain, menekankan dukungan seluruh warga dalam kampung terhadap program urban farming.
“Mendukung sih soalnya buat kebersihan juga kesehatan juga kan, soalnya hampir semua ibu-ibunya juga ikut turun semua,” katanya.
Kesibukan di urban farming juga menjadi kegiatan positif bagi ibu-ibu yang sebagian besar tidak bekerja di luar rumah.
“Kesannya ya mungkin karena ibu-ibu di sini tuh nggak banyak yang kerja ya jadi ya mungkin kalau ada kegiatan kaya gini kita juga jadi ada kesibukan lah,” katanya.
Warga mengakui tantangan dalam mempertahankan tanaman tetap sehat dan produktif, terutama karena keterbatasan lahan.
“Ya kita juga nggak setiap waktu panen juga sih, ada juga kadang merosotnya, cuman diakali lah gimana caranya agar nggak merosot dari tanamannya juga nggak sering misal tanaman ini jelek kita ganti tanaman yang lain,” ujar Helen.
Meskipun mayoritas menanam sayur, mereka juga mencoba menanam buah-buahan di lahan-lahan yang terbatas.
“Pengen gitu ya lebih bagus juga kayaknya, kita juga nyoba dikit-dikit di belakang kan ada kan di dekat lapangan itu kayak buah jeruk, jeruk limo, tomat, yang nggak makan lahan banyak,” tambahnya.
Keterbatasan lahan menjadi tantangan utama urban farming di kota. Karena itu, sistem tanam pot dipilih sebagai solusi praktis.
“Dari lahan sih kita karena kan namanya juga perkotaan tanahnya nggak banyak, dibanding kayak di kampung-kampung kan tanah masih luas ya kalau di kita kan (kota) jarang ada tanah yang luas gitu jadi ya cara nanamnya cuma di pot kayak gitu,” kata Helen.
Warga pun berharap program ini tidak hanya aktif diperhatikan saat-saat tertentu, tetapi terus dipantau dan didukung agar bisa berkembang.
“Ya mungkin bisa lebih diperhatikan lagi jangan seperti pas lagi lomba aja, pengennya menang nggak menag kita tetap dipantau lah gitu biar bisa lebih berkembang biar ada kegiatan juga ke ibu-ibunya,” kata Helen.
Di
Kampung Warung Bandrek
, kegiatan bercocok tanam ini sudah berjalan sejak sekitar empat tahun lalu sebagai bentuk respons kreatif warga menghadapi pandemi sekaligus menjaga kebersihan lingkungan.
Ide tersebut muncul dari Ketua RT setempat, Tatang Kusuma, yang ingin mendorong warganya agar lebih peduli terhadap lingkungan sekitar.
Menurut Tata, urban farming awalnya terinspirasi menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran warga terhadap lingkungan sekitar.
“Mulainya udah lama ya, sekitar 2021, yang berkembang-kembang kan akhir-akhir ini. Berhubungan ya, ada kegiatan yang mungkin ada program dari Bogor Bersih yang diusahakan ya terutama saya mengajak warga untuk mencintai kebersihan,” ujarnya.
Pandemi dianggap sebagai momentum penting bagi warga untuk memulai kegiatan baru yang bermanfaat bagi diri mereka sendiri dan lingkungan. “Kebetulan kan kepikirannya mungkin manfaatnya banyak ya, terutama buat warga sendiri manfaatnya ada,” tambah Tatang.
Ketua DKM Misbah menjelaskan, urban farming di Kampung Warung Bandrek menanam beragam sayuran hijau dan beberapa tanaman buah, seperti Pakcoy, kangkung, hingga bayam.
“Sebenarnya sayuran tanaman hijau. Dan juga ada tanaman-tanaman semacam sayuran, termasuk ada tanaman buah,” kata Misbah.
Hasil panen sebagian besar digunakan untuk konsumsi warga. Jika hasilnya berlebih, barulah sebagian dijual.
“Kalau untuk sekarang hanya konsumsi untuk warga. Kalau kita kan dari warga untuk warga. Ini karena terbatas juga. Masalah hasil panennya sementara ini hanya untuk konsumsi warga,” ujarnya.
Media tanam yang digunakan pun cukup kreatif, memanfaatkan barang bekas seperti botol dan rak sederhana.
“Jadi penunjang ini yang kami belum bisa memaksimalkan hanya sebatas kemampuan kami yang bisa caranya itu yang ada sekarang,” tuturnya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Panen di Tengah Kepadatan Kota, Urban Farming Jadi Napas Kampung Warung Bandrek Megapolitan 24 November 2025
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/2913252/original/006053400_1568693352-WhatsApp_Image_2019-09-17_at_10.57.35_AM.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5431036/original/094008000_1764693633-IMG_4230.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5430998/original/052290900_1764688155-Reuni_212.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

/data/photo/2025/12/02/692eca0a73c42.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5334601/original/017172600_1756721964-20250901-Yakult-HEL_5.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2023/08/28/64ec7c8b95ce2.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/05/693230daa69eb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/6933b85c67abd.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/05/6932c987197cb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2021/02/11/6024c5b6d9ffc.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69339b3d46a34.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)