TRIBUNNEWS.COM – Momen Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, berdebat dengan seorang remaja di Cikarang, Bekasi, viral di media sosial.
Baru-baru ini, remaja perempuan yang mengkritik soal larangan perpisahan wisuda sekolah pasca rumahnya digusur viral.
Remaja ini, diketahui rumahnya dibongkar akibat kebijakan normalisasi sungai.
Dalam videonya, ia menyuarakan keluhannya dan menyoroti proyek-proyek besar pemerintah.
Ketika bertemu langsung dengan Gubernur Dedi Mulyadi, remaja tersebut, juga mempertanyakan soal larangan study tour dan perpisahan sekolah.
Lantas, Dedi Mulyadi mengkaji kembali dan mempertanyakan argumentasi remaja itu, mengenai larangan perpisahan.
“Pertama gini pak kalau sekolah tanpa wisuda kan semua orang gak mampu, banyak rakyat miskin,” kata remaja yang hendak melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi tersebut, dikutip dari Youtube Kang Dedi Mulyadi Channel, Senin (28/4/2025).
Dedi pun menyampaikan argumennya.
“Rakyat miskin, gak punya rumah lagi. Rumahnya di bantaran kali lagi. Tapi sekolahnya mau gaya-gayaan mau ada wisuda,” timpal Dedi.
Gadis itu, menjelaskan maksudnya menyampaikan masukan agar perpisahan tetap diizinkan, namun biayanya diminimalisir.
“Bukan wisuda pak, kalau misal bisa wisuda itu tuh pengeluarannya lebih sedikit, abis itu dibikin tetap ada wisuda, cuman diselenggarakan paling,” katanya.
“Bentar dulu, di negara mana sih SMP ada wisuda ? saya nanya. di negara mana yang TK, SMP, SMA ada wisuda ? hanya di Indonesia. Wisuda untuk siapa coba ? yang kuliah,” sela Dedi.
Kemudian, Dedi menerangkan tujuannya melarang acara wisuda sekolah karena membebani ekonomi keluarga, khususnya orang tua.
“Di kita anak TK wisuda, biaya gak? punya rumah gak? gak. Pakai bantaran sungai. SMP wisuda lagi punya rumah gak? terus kemarin ada ibu-ibu yang menangis 5,4 juta harus bayar study tour ke Bali, akhirnya ditelepon Kadisdik dan dibatalkan. Saya nanya, gubernur melakukan itu untuk siapa? ” tanya KDM.
“Ya untuk rakyat pak,” jawab remaja perempuan tersebut.
Meski demikian, ia tetap keukeuh dengan pendapatnya.
“Lebih tepatnya bukan gitu sih pak, biar adil nih ya pak semua murid biar bisa ngerasain perpisahan,” katanya.
“Duit perpisahan dari siapa ?” tanya Dedi Mulyadi.
“Terus kalau tanpa perpisahan terus sekolah jadi bubar ?” tanyanya lagi.
“Gak, kan ada juga lulusan cuma sampai SD, SMP atau SMA,” kata remaja itu.
Dedi pun menjelaskan, momen kenangan sejatinya bukan hanya pada saat acara perpisahan sekolah saja.
“Kenangan indah saat proses belajar 3 tahun,” tandas Dedi.
“Gak juga sih pak, saya ngerasa saya ngerasa kan sudah lulus, kalau gak ada perpisahan kita tuh gak bisa kumpul bareng atau ngerasain gimana-gimana kumpul interaktif sama teman-teman,” timpal remaja itu lagi.
Dedi kembali menjelaskan, apa saja bentuk acaranya akan tetap bayar dan mengeluarkan uang.
Hal itu, bisa membebani orang tua, apalagi bagi keluarga yang ekonominya kurang mampu.
“Rumah aja gak punya bayar perpisahan. Gimana speak upnya. saya kritik ya, Harusnya speak upnya begini, gubernur membebani rakyat sekolah harus bayar iuran, saya senang.”
“Kritik gubernur karena membiarkan banjir, saya seneng. Ini kritik gubernur karena larang perpisahan, kok ngeri. Akhirnya dibully, karena logikanya gak tepat,” terang Dedi.
“Jadi gubernur berusaha untuk menurunkan beban pembayaran orang tua karena sekolah sudah dibikin gratis, maka orang tua tidak boleh lagi ada pengeluaran untuk sekolah, bila perlu sekolah jalan kaki, sekolah naik sepeda pulang jualan agar anak sekolah Jawa Barat hebat.
“Tapi kalau sekolahnya ada outclass pakai jaket pulang motoran, orang tuanya rumah aja gak punya digusur nangis-nangis,” imbuhnya.
Mendengar penjelasan Dedi, remaja itu masih belum sepenuhnya menerima.
“Bukan mengkritik pak, lebih tepatnya, menurut saya kayak gitu perlakuannya gak adil,” ucapnya.
“Gak adil buat siapa? kamu mau perpisahan?” tanya Dedi lagi.
Ternyata remaja tersebut, mengaku keinginannya ini disampaikan untuk adiknya yang kini akan perpisahan sekolah.
“Buat adik saya sih,” ungkap remaja yang sudah lulus SMA itu.
Dedi pun menyarankan, perpisahan bisa dibuat secara mandiri tanpa melibatkan sekolah.
“Ya udah perpisahan saja sendiri aja gak bawa sekolah. Kumpul teman-teman, kita bikin perpisahan tapi jangan melibatkan sekolah, karena kalau dilibatkan sekolah jadi mungut, kepala sekolahnya dibully, guru dibully dianggap nyari untung dari biaya perpisahan,” kata Dedi.
Dedi mengingatkan, jika menyelenggarakan secara mandiri lalu terjadi sesuatu, maka orang itu harus tanggung jawab.
“Kamu aja bikin, menjadi ketua panitia acara perpisahan nggak akan melibatkan sekolah. Kalau besok busnya terbalik tanggung jawab sendiri, orang mabuk-mabukan tanggung jawab sendiri, ada tawuran, tidak bawa institusi.”
“Bagi saya biaya pendidikan harus murah tidak boleh ada beban bagi orang tua, jangan sampai BOS-nya dibayarin pemerintah tapi siswanya hura-hura,” kata Dedi Mulyadi.
Momen debat tersebut, menarik perhatian warganet hingga cuplikan videonya viral di media sosial.
Bahkan sejumlah akun di Instagram mengunggah video momen Dedi Mulyadi dengan remaja di Bekasi tersebut.
Disdik Jabar soal Acara Perpisahan SMA
Beberapa waktu lalu, Dinas Pendidikan (Disdik) Jawa Barat mengeluarkan Surat Edaran bernomor 6685/PW.01/SEKRE yang mengatur terkait kegiatan perpisahan peserta didik di tingkat SMA/SMK/SLB se-Jabar tahun 2025.
Kepala Disdik Jabar, Wahyu Mijaya, mengatakan surat edaran yang diterbitkan pada 25 Februari 2025 lalu, ditujukan kepada satuan pendidikan tingkat SMA/SMK/SLB di Jabar.
“Surat edaran tersebut betul kami yang terbitkan,” katanya saat dihubungi melalui pesan singkat, Minggu (2/3/2025), dilansir Kompas.com.
Ia mengatakan, kegiatan perpisahan atau wisuda ini, diharapkan dilaksanakan secara sederhana dan melarang adanya pungutan biaya kepada siswa maupun orang tua.
Kemudian, kegiatan diminta dilakukan di lingkungan sekolah dengan memanfaatkan fasilitas yang ada untuk menekan biaya yang tidak perlu.
Selanjutnya, sekolah diminta untuk melakukan pengawasan dan bekerja sama dengan pihak berwenang untuk menghindari hal-hal yang melanggar norma ketertiban.
Wahyu menjelaskan, surat edaran ini merupakan bagian dari kebijakan Pemprov Jabar yang perlu ditaati oleh seluruh Aparat Sipil Negara (ASN).
Namun, bila tidak, maka akan ada sanksi bagi yang melanggar sesuai dengan tingkatannya dalam aturan yang berlaku.
“Bagi satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, ketentuan menyesuaikan kebijakan masing-masing penyelenggara pendidikan/yayasan,” jelasnya.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunnewsBogor.com dengan judul Korban Gusur Ngotot Tolak Larangan Perpisahan Sekolah, Dibalas Dedi Mulyadi: Rumah Aja Gak Punya
(Tribunnews.com/Suci Bangun DS, TribunnewsBogor.com/Sanjaya Ardhi, Kompas.com)

/data/photo/2025/11/24/6923d3c8dc920.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/25/6925a6b23bfa1.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)







