Miniarta, Bus Tua di Bogor yang Terus Melaju dan Tetap Dicintai
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com –
Di jalan-jalan Kota Bogor, Jawa Barat, sesekali masih terlihat bus tua melaju dengan sabar. Warna bus tersebut kini telah kusam, cat merah dan putih yang dulu cerah telah memudar, sementara bodinya penuh bekas tambalan.
Meski tampak renta, kehadiran bus tersebut tetap menyita perhatian. Bus-bus itu adalah PO
Miniarta
, salah satu armada transportasi umum legendaris yang tetap eksis meski zaman telah berubah.
Kehidupan Miniarta mungkin tampak sederhana, tetapi setiap ritnya memuat banyak cerita.
Bus tua
ini masih mengangkut puluhan penumpang setiap hari, mulai dari anak sekolah, pekerja harian, hingga ibu-ibu yang pulang belanja.
Mereka memilih Miniarta bukan karena nyaman, tetapi karena murah, fleksibel, dan dapat diandalkan.
Di tengah derasnya modernisasi transportasi dengan hadirnya ojek
online
, bus ber-AC, dan KRL, Miniarta tetap mempertahankan tempatnya di hati warga.
Supir-supir yang telah bertahun-tahun mengabdikan diri terus mengantarkan penumpang dari satu titik ke titik lain, menghadapi panas, hujan, dan kemacetan, sambil menjaga bus tua mereka agar tetap beroperasi.
Di balik tampilannya yang lusuh, Miniarta menyimpan kisah dedikasi, ketekunan, dan loyalitas yang tak lekang oleh waktu.
Miniarta memiliki sejarah panjang sebagai moda transportasi rakyat di Bogor. Armada ini dulunya lebih besar, dengan rute andalan Bogor-Kampung Rambutan.
Kendati demikian, semangat para supir dan penumpang setia tetap tinggi.
Eko (bukan nama sebenarnya), salah satu sopir Miniarta, menceritakan kenangan armada ini dengan penuh nostalgia. Ia mengingat bagaimana bus tersebut dulu dijalankan dan kini hanya tersisa beberapa unit.
“Kalau saya emang dulu yang punya Miniarta, jadi kalau narik mah baru beberapa tahun belakangan,” katanya saat ditemui di Terminal Baranangsiang, Kota Bogor, Kamis (11/12/2025).
Kini, armada Miniarta tersisa sekitar 50 unit yang masih melayani rute utama Bogor–Kampung Rambutan.
Penurunan jumlah armada tidak mengurangi kepercayaan penumpang terhadap bus ini.
“Sangat dibutuhkan karena banyak orang sulit di Indonesia. Banyak sekali yang bilang Miniarta jangan dihapuskan. Karena Miniarta ini penumpangnya berapa pun ongkosnya, kita tetap bawa,” tegas Eko.
Seiring dengan berkembangnya transportasi modern, Miniarta menghadapi tantangan baru. Kehadiran ojek
online
dan bus modern mulai memengaruhi jumlah penumpang.
Persaingan ini membuat para sopir Miniarta harus berpikir kreatif agar tetap relevan di mata masyarakat.
Ia menilai perubahan ini wajar, mengingat banyak alternatif transportasi yang kini tersedia bagi masyarakat.
“Mulai penurunan yang bener-bener turun itu tahun 2018, dulu kan engga ada ojek
online
dan angkutan
online
, soalnya mereka itu ngaruh banget ke kita. Udah banyak pilihan juga orang,” jelas Eko.
Meskipun begitu, Miniarta tetap memiliki penumpang setia. Rata-rata jumlah penumpang per rit disebut masih cukup untuk menutupi biaya operasional harian.
Kondisi
bus Miniarta
memang sudah tua, tetapi para sopir tetap berkomitmen menjaga armada agar bisa melayani masyarakat.
Mereka menghadapi tantangan berupa mesin panas, ban aus, dan kondisi jalan yang padat.
Idan, sopir Miniarta lainnya, menjelaskan bagaimana ia merawat busnya. Ia menekankan bahwa perawatan rutin menjadi kunci agar bus tua tetap bisa diandalkan setiap hari.
“Busnya ya begini, Mas udah tua, mesin juga suka panas kalau siang. Tapi ya tetap saya rawat sebisanya. Oli rutin, cek angin ban, sebisanya aja,” katanya.
Selain itu, fleksibilitas Miniarta menjadi keunggulan tersendiri. Penumpang bisa turun di lokasi yang tidak ada halte resmi, membuat bus ini tetap diminati meski ada pesaing modern.
“Sekarang emang saingan banyak. Tapi Miniarta itu masih kepake karena beberapa orang turun bukan di halte,” ujar Idan.
Ketika menghadapi kendala teknis, improvisasi sering dilakukan para sopir.
“Kalau mogok kadang-kadang aja, Mas. Kalau gitu saya turun, buka kap, dinginin, improvisasi lah. Namanya juga bawa bus tua. Yang penting ngerti mesin, ini penting,” kata Idan.
Miniarta tidak hanya sekadar alat transportasi, tetapi juga menjadi bagian penting dari kehidupan warga. Bus ini memudahkan mobilitas pekerja harian, anak sekolah, dan ibu-ibu yang ingin belanja dengan biaya terjangkau.
Idan menuturkan pengalaman sehari-hari selama menjadi sopir. Ia menyaksikan bagaimana bus ini tetap menjadi andalan meskipun penumpang memiliki banyak alternatif transportasi lain.
“Penumpang masih ada aja. Biasanya ibu-ibu pulang belanja, pekerja yang butuh ongkos murah, sama anak sekolah. Mereka bilang Miniarta itu gampang ditemuin dan murah,” kata dia.
Miniarta menjadi semacam ruang sosial bagi masyarakat, tempat bertemu, bercakap, dan berbagi cerita dalam perjalanan sehari-hari. Fleksibilitasnya membuatnya tetap relevan dan dekat dengan kebutuhan warga.
Salah satu persoalan terbesar adalah kondisi bus yang sudah tua. Proses peremajaan armada mahal dan memakan waktu, membuat sopir harus kreatif menjaga bus agar tetap layak jalan.
Idan menceritakan bagaimana mereka hanya bisa berharap armada diganti, sembari tetap bekerja maksimal.
“Kalau soal peremajaan, prosesnya panjang dan mahal. Sopir kayak kita mah cuma bisa berharap armadanya diganti, kita cuma biar dapur ngebul,” jelas Idan.
Di tengah tantangan, supir Miniarta tetap bangga dengan pekerjaan mereka. Ini bukan sekadar soal mencari nafkah, tetapi juga soal tanggung jawab sosial.
“Ini pekerjaan saya dari muda. Saya bangga masih bisa nganter orang pulang-pergi. Selama busnya masih bisa jalan dan orang masih percaya naik Miniarta, saya narik aja terus,” kata Idan.
Meskipun bus Miniarta mengalami penurunan penumpang pada hari biasa, akhir pekan masih menjadi waktu yang cukup menjanjikan bagi para sopir.
Hari libur, terutama Sabtu dan Minggu, menjadi momen ketika warga Bogor keluar rumah, entah untuk jalan-jalan atau berbelanja, sehingga bus tua ini kembali ramai.
“Kalau misalkan hari libur sih, Sabtu Minggu, masih banyak kan ya yang mau jalan-jalan. Kadang rame. Tapi kalau misalkan hari biasa begini, Kayaknya anak sekolah aja,” ungkap Manohara Yustin (45), mantan kernet Miniarta.
Menurut Manohara, masa kejayaan Miniarta terjadi sekitar tahun 2010 hingga 2014, saat bus ini masih ramai dan setiap perjalanan bisa membawa penumpang dalam jumlah banyak.
“Pokoknya 2010 aja masih jaya-jayanya, 2014 juga masih rame sebenarnya,” kata dia.
Operasional Miniarta dimulai sejak subuh hingga maghrib. Meski demikian, pendapatan harian kini jauh berkurang dibanding masa jayanya.
“Biasanya kan satu orang (miniarta) itu. Kalau waktu dulu itu Rp 300.000-400.000. Sekarang nyari Rp 200.000 aja susah. Kadang ngasih setoran aja enggak ada,” ujar dia.
Bagi penumpang setia, Miniarta bukan sekadar bus tua yang melintas di jalan, tapi solusi transportasi yang praktis, murah, dan fleksibel.
Aminah (52) menceritakan alasannya memilih Miniarta, terutama karena kemudahannya untuk pergi ke pasar dan urusan harian.
Ia merasa bus ini memberi kenyamanan tanpa harus bergantung pada teknologi atau layanan yang rumit.
“Karena dekat rumah dan langsung ke pasar, maksudnya enggak jauh dari turun ke pasar. Kalau pakai ojol saya bingung harus pesan di HP, enggak bisa,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa kepraktisan Miniarta membuatnya tetap setia meski kondisi bus kadang panas atau lama datang.
“Miniarta gampang, tinggal naik dan bilang supir mau turun di pasar. Praktis,” katanya.
Penumpang lainnya, Slamet (60), menuturkan bahwa kemudahan akses menjadi faktor utama ia memilih Miniarta.
“Saya naik Miniarta karena murah dan langsung bisa naik di gang. Kalau ojol kan pakai aplikasi, saya enggak ngerti cara pesan,” ujarnya.
Ia juga menyoroti keandalan bus meski armadanya tua. Menurut Slamet, Miniarta jarang mengalami mogok dan tetap praktis untuk kebutuhan sehari-hari.
“Alhamdulillah enggak pernah kena mogok. Kalau pun mogok biasanya tinggal ganti angkot, sudah terbiasa, enggak ganggu orang juga buat kayak saya yang suka bawa belanjaan.”
Menurut Slamet, tarif yang murah sangat membantu kebutuhan sehari-hari.
“Tarif Miniarta murah, cukup beberapa ribu, hemat, enggak perlu sambung-sambung, praktis buat saya,” katanya.
Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menyoroti tekanan yang dihadapi bus konvensional seperti Miniarta akibat kehadiran motor dan moda transportasi modern.
Ojek
online
, TransJakarta, dan layanan transportasi berbasis aplikasi telah mengubah cara warga memilih sarana transportasi, sehingga bus konvensional harus beradaptasi agar tetap relevan.
Djoko menekankan bahwa persaingan dengan moda modern memang besar, namun kebutuhan akan bus lintas kota tetap ada, terutama bagi masyarakat yang mengandalkan transportasi murah dan fleksibel.
“Sekarang ada angkutan
online
, ada TransJakarta yang sudah bisa dari Bogor ke Blok M. Kalau tidak mengikuti itu, layanan bus konvensional akan semakin ditinggalkan,” ujarnya.
Meski menghadapi persaingan ketat, Djoko menegaskan bahwa bus Konvesional masih dibutuhkan sebagian warga.
“Masih sangat diperlukan, masih banyak penumpang, artinya gini kalau masih ada penumpang berarti masih dibutuhkan,” katanya.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Miniarta, Bus Tua di Bogor yang Terus Melaju dan Tetap Dicintai Megapolitan 12 Desember 2025
/data/photo/2025/12/12/693b0c3295963.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/27/6927450b315ec.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/27/6927462e2d2fb.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/24/692482fa46ee7.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)


/data/photo/2025/12/12/693bca7b34f71.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693ba352f150a.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693b5a6a912e1.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693b0c3295963.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/11/693af29a103ec.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2023/10/26/6539d7574a955.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)