Menyibak Kondisi TPST Bantargebang yang Disebut Ditutup-tutupi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Gunungan sampah setinggi sekitar 70 meter di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, belum sepenuhnya menggambarkan kondisi sebenarnya fasilitas pengelolaan sampah yang telah beroperasi sejak 1989 tersebut.
Di balik tumpukan sampah yang terus menjulang, tersimpan banyak cerita dari para pekerja yang sehari-hari berjibaku di lapangan. Salah satu kelompok yang paling merasakan dampak kondisi
TPST Bantargebang
adalah para sopir truk pengangkut sampah.
Hampir setiap hari, para sopir ini mengangkut sampah dari berbagai wilayah di Jakarta menuju Bantargebang. Namun, seiring dengan kapasitas TPST yang semakin menipis, beban kerja mereka kian berat.
Para sopir mengaku harus mengantre hingga belasan jam hanya untuk membuang muatan sampah. Antrean panjang itu terjadi karena semakin sulitnya mencari zona pembuangan yang masih bisa digunakan.
“Iya, sudah terlalu tinggi, sudah terlalu overload, sempat juga terjadi longsor yang menyebabkan satu truk tebalik dan sopir teman kami terluka itu kayaknya kejadian dua bulan lalu,” ungkap Hendra (bukan nama sebenarnya, 37) saat diwawancarai
Kompas.com
, Jumat (12/12/2025).
Menurut Hendra, antrean belasan jam tersebut sudah berlangsung sekitar tiga bulan terakhir. Situasi itu membuat para sopir harus bekerja hampir tanpa jeda, bahkan hingga 24 jam.
Di tengah kelelahan tersebut, sebagian sopir sebenarnya ingin memperlihatkan kondisi Bantargebang yang sesungguhnya kepada publik melalui media sosial. Namun, keinginan itu justru mendapat larangan keras dari pihak pengelola.
Ketika antrean panjang terjadi dan merugikan para sopir, mereka diminta untuk tidak bersuara.
“Kami di sini kalau ada antrean panjang kami enggak bisa foto, video, atau share,” jelas Hendra.
Para sopir yang nekat memviralkan
kondisi TPST Bantargebang
yang sudah kelebihan kapasitas berisiko mendapatkan sanksi, mulai dari peringatan hingga pemutusan kontrak kerja.
“Benar diintervensi karena kami di sini per tahun kontrak, jadi kalau kami tidak mengikuti mereka ancamannya seperti itu kontrakannya enggak diperpanjang, gantung kunci atau dipecat,” tutur Hendra.
Hendra menyebut, setiap kali antrean panjang terjadi, pihak pengelola langsung mengingatkan para sopir agar tidak mengunggah kondisi tersebut ke media sosial.
“Kalau ada antrean panjang dari pengelola langsung peringati kami supaya enggak viralin. Jadi, seolah nutupin kondisi Bantargebang. Mereka bilang ‘kita satu instansi, satu payung, enggak boleh saling menjelekan’,” tutur dia.
Ia menambahkan, pernah ada seorang sopir truk yang mengunggah video antrean panjang di Bantargebang ke media sosialnya. Unggahan tersebut langsung berujung pada peringatan dari pengelola.
Saat ini, terdapat sekitar enam zona pembuangan di TPST Bantargebang. Namun, hampir seluruh zona tersebut telah dipenuhi timbunan sampah yang menjulang tinggi. Kondisi ini membuat tidak semua zona bisa digunakan secara bersamaan.
“Zona aktif 1 A, 1B, 5, di Adang buat mobil kecil. Jadi, yang mobil besar cuma tiga zona,” kata Hendra.
Keterbatasan zona pembuangan membuat proses bongkar muat berlangsung lebih lama dan memicu antrean truk hingga belasan jam. Menurut Hendra, pengelola telah membuka zona baru sebagai upaya mengurai kepadatan.
Jika proses pembuangan tersendat, antrean truk bisa mengular hingga dua kilometer ke luar area TPST Bantargebang dan berpotensi menimbulkan kemacetan panjang.
Sopir truk lain, Santo (bukan nama sebenarnya, 39), juga menyebutkan ruang pembuangan sampah di Bantargebang nyaris tidak tersedia lagi.
“Ketinggian sampahnya sudah enggak layak, sudah tinggi banget, sudah berapa susun itu, sudah enggak ada lagi tempat space buat buang sampah,” ungkap Santo.
Karena keterbatasan lahan, sampah yang dibuang terpaksa dipadatkan agar tetap bisa tertampung. Santo berharap, zona-zona pembuangan dapat diperbaiki dan diratakan. Selama ini, kondisi zona yang cenderung miring dinilai membahayakan keselamatan para sopir saat bongkar muat.
Koordinator Kelompok Riset Teknologi Pengelolaan Sampah dan Limbah Padat Industri di Pusat Riset Teknologi Lingkungan dan Teknologi Bersih Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sri Wahyono, menilai tantangan utama pengelolaan sampah di TPST Bantargebang adalah ketidakseimbangan antara timbulan sampah dan kapasitas pengolahan.
“Akibatnya, setiap hari 7.500–7.800 ton sampah datang tanpa pemilahan dari sumbernya, sehingga sebagian besar langsung menjadi beban TPA,” kata Sri.
Sekitar 50 persen sampah yang masuk ke Bantargebang merupakan sampah organik dengan kadar air tinggi. Kondisi ini mempersulit proses pemilahan, mempercepat pembentukan air lindi dan gas metana, serta meningkatkan beban operasional TPST.
Sri menekankan, TPST pada dasarnya berfungsi untuk menampung dan menata sampah, bukan mengelola secara signifikan. Oleh karena itu, pengelolaan sampah seharusnya dimulai dari hulu atau sumber sampah.
Dari sisi operasional, ratusan hingga ribuan truk yang datang setiap hari harus diatur secara ketat, mulai dari jadwal kedatangan, pembongkaran, hingga penataan timbunan. Di tengah kapasitas zona yang menipis, kesalahan kecil dalam pengaturan dapat berdampak pada stabilitas landfill dan keselamatan kerja.
Sri menyebut, TPST Bantargebang kini menghadapi tekanan lingkungan yang sangat berat akibat akumulasi jutaan ton sampah, peningkatan timbulan harian, dan kapasitas landfill yang semakin terbatas.
Timbunan sampah yang didominasi material organik menghasilkan gas metana, gas rumah kaca yang dampaknya puluhan kali lebih besar dibandingkan karbon dioksida.
“Dalam pengelolaan landfill yang belum sepenuhnya saniter, gas metana berpotensi lepas ke atmosfer, memperparah krisis iklim global sekaligus meningkatkan risiko kebakaran dan ledakan gas di area TPA,” jelas Sri.
Padahal, sebelumnya gas metana di Bantargebang sempat dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik berkapasitas sekitar 16,5 MW. Namun, karena produksi gas tidak sesuai kapasitas desain dan adanya kendala teknis, kini hanya dua unit pembangkit berdaya 3 MW yang sempat beroperasi sebelum akhirnya berhenti.
Selain gas metana, air lindi juga menjadi persoalan serius. Instalasi Pengolahan Air Lindi (IPAL) memang masih beroperasi, tetapi volume lindi yang sangat besar membuat efektivitasnya terbatas.
“Salah satu unit IPAL tercatat mengolah sekitar 10 liter per detik atau setara 860 meter kubik per hari. Dari sisi kualitas, lindi mentah Bantargebang memiliki beban pencemar yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan COD lindi sekitar 3.100 mg/L dan BOD sekitar 930 mg/L sebelum diolah, jauh di atas air limbah domestik,” kata Sri.
Meski mampu menurunkan beban pencemaran hingga 95 persen, lonjakan volume lindi—terutama saat musim hujan—membuat sistem IPAL sering bekerja mendekati batas kapasitas. Jika tidak terkendali, lindi berpotensi mencemari air tanah dan sungai di sekitar Bantargebang dalam jangka panjang.
Pemaksaan kapasitas landfill juga meningkatkan risiko longsor, terutama saat curah hujan tinggi. Longsor sampah dapat membahayakan pemulung, pengepul, sopir truk, dan pekerja TPST.
“Kejadian teranyar adalah pada awal November 2025 yang lalu yang melukai sopir truk. Selain itu pada 2006, terjadi longsor besar yang menewaskan dua pemulung,” tutur Sri.
Selain longsor, tumpukan sampah juga berdampak pada kualitas udara. Bau menyengat dari Bantargebang dapat tercium hingga radius 3–5 kilometer akibat gas hidrogen sulfida (H?S), amonia (NH?), dan senyawa organik volatil.
Paparan gas-gas tersebut berpotensi memicu gangguan pernapasan dan penyakit kronis, terutama bagi warga sekitar dan pekerja informal di kawasan TPST.
Sri menegaskan, kondisi TPST Bantargebang yang kian memprihatinkan tidak bisa dibiarkan. Pemerintah perlu segera mengambil langkah strategis dan berkelanjutan.
Langkah pertama adalah memperkuat upaya pengurangan sampah, seperti pemilahan di tingkat rumah tangga, pengelolaan kawasan, pembangunan dan pengoperasian ITF serta PLTSa, optimalisasi RDF, pengolahan sampah organik terpusat, dan landfill mining.
“Tanpa keberhasilan strategi-strategi ini, berapa pun lokasi TPA baru yang disiapkan akan kembali cepat penuh,” tegas Sri.
Meski pengurangan sampah berhasil, residu akhir tetap membutuhkan lokasi pembuangan. Karena itu, perencanaan lokasi baru atau perluasan kapasitas harus dilakukan sejak dini sebagai bagian dari manajemen risiko.
Salah satu opsi yang dapat dipertimbangkan adalah pemanfaatan lahan hasil landfill mining. Melalui proses yang terencana, timbunan lama dapat direlokasi, ditata ulang, dan distabilisasi untuk menciptakan ruang landfill baru yang lebih aman.
Dengan
landfill mining
, Sri yakin kapasitas Bantargebang dapat bertambah tanpa membuka TPA baru yang berpotensi memicu konflik sosial.
Selain itu, pemerintah juga perlu menyiapkan alternatif TPA regional di luar Bantargebang dengan pendekatan sanitary landfill modern berbasis kajian lingkungan hidup strategis.
“Penentuan lokasi harus dilakukan jauh hari dengan transparansi, konsultasi publik, dan skema kompensasi yang adil bagi daerah penerima. Lokasi TPST Nambo dapat menjadi alternatif pula,” ungkap Sri.
Menurut dia, persoalan residu sampah DKI Jakarta tidak dapat diselesaikan oleh satu wilayah atau satu fasilitas saja. Diperlukan kerja sama antardaerah, dukungan regulasi nasional, serta kepastian pendanaan.
Dengan demikian, strategi jangka panjang pemerintah bukan memilih antara mempertahankan atau mengganti Bantargebang, melainkan membangun sistem berlapis: mengurangi sampah secara masif, memaksimalkan landfill mining, dan menyiapkan TPA pengganti yang modern dan saniter.
Tanpa pendekatan terintegrasi tersebut, krisis kapasitas hanya akan berpindah tempat, bukan benar-benar terselesaikan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Menyibak Kondisi TPST Bantargebang yang Disebut Ditutup-tutupi Megapolitan 16 Desember 2025
/data/photo/2025/12/15/693fc4aa4d61e.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/16/694106a20d39e.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/16/694104c213fc0.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/16/6940e62e1c04f.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/16/6940c4e86c2c6.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/15/6940320232215.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)