Memaknai Gelar Pahlawan Soeharto dan Gus Dur, PB HMI: Rekonsiliasi Sejarah Perkuat Semangat Gotong Royong Nasional

Abadikini.com, JAKARTA – Pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto dan Presiden ke-4 RI KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam satu momentum dinilai oleh Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) sebagai langkah progresif negara untuk memperkuat semangat gotong royong nasional dan rekonsiliasi sejarah bangsa.

Wakil Bendahara Umum PB HMI, Benny Ario, menyatakan bahwa penghargaan terhadap jasa para tokoh lintas era ini bukan hanya penghormatan personal, tetapi simbol kematangan bangsa dalam memaknai sejarahnya secara utuh.

“Menilai tokoh bangsa tidak dapat dilakukan secara hitam putih,” ujar Benny dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/11). “Sejarah perlu dibaca dengan pendekatan yang proporsional bahwa setiap pemimpin mewariskan capaian dan pelajaran bagi bangsa ini.”

Benny menafsirkan kebijakan penganugerahan gelar pahlawan nasional ini sebagai upaya simbolik untuk memperkuat kohesi sosial dan rekonsiliasi politik. Pengakuan terhadap dua figur dari spektrum sejarah yang berbeda (Orde Baru dan Reformasi) dalam narasi kebangsaan yang sama, mencerminkan kedewasaan Indonesia dalam mengelola perbedaan.

Menurutnya, rekonsiliasi historis ini menjadi fondasi penting untuk memperkuat arah pembangunan yang inklusif dan berkeadilan, selaras dengan semangat pembangunan nasional ke depan yang menuntut sinergi antar-generasi.

“Bangsa ini memerlukan konsensus baru tentang bagaimana menghargai masa lalu tanpa kehilangan orientasi masa depan,” tambahnya.

Benny menyimpulkan bahwa perdebatan seputar gelar pahlawan seharusnya berkembang menjadi refleksi kritis tentang bagaimana bangsa mengelola ingatan kolektifnya, di mana setiap jasa diakui, setiap kesalahan diingat, dan setiap generasi belajar untuk menjadi lebih bijak.