Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Mahasiswa Rantau Aksi Solidaritas di CFD, Galang Dana untuk Korban Bencana Sumatera Megapolitan 30 November 2025

Mahasiswa Rantau Aksi Solidaritas di CFD, Galang Dana untuk Korban Bencana Sumatera
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Keluarga Mahasiswa Minangkabau (KMM) Jakarta Raya menggelar aksi solidaritas dan penggalangan dana di Hari Bebas Kendaraan Bermotor atau Car Free Day (CFD) Jakarta, Minggu (30/11/2025).
Para mahasiswa melakukan aksi sebagai bentuk kepedulian terhadap kampung halaman mereka di Sumatera Barat yang tengah dilanda bencana
banjir
bandang hingga
longsor
.
Koordinator aksi sekaligus mahasiswa asal Bukittinggi, Ridal Walidawn, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan gerakan serentak yang dilakukan oleh mahasiswa Minang di seluruh Indonesia.
“Kegiatan hari ini
penggalangan dana
untuk korban
bencana Sumatera
Barat. Ini aksi serentak dari mahasiswa Minang se-Indonesia. Kami dari KMM Jakarta Raya mencakup mahasiswa di Jabodetabek, seperti dari Universitas Pamulang, Universitas Pertamina, UMJ, IT-PLN, Gunadarma, dan kampus lainnya,” ujar Ridal saat ditemui
Kompas.com
di lokasi, Minggu.
Khusus di kawasan Jabodetabek, mereka menyasar keramaian di lokasi CFD untuk mengetuk hati warga ibu kota untuk memberikan kepeduliannya.
Ridal berharap kehadiran mereka di CFD Jakarta bisa membangun simpati masyarakat luas.
“Kami milih CFD biar teman-teman ataupun warga Jakarta ikut simpati, bisa ikut sadar akan bencana yang sedang menimpa keluarga kami,” ucapnya.
Pasalnya, menurut dia, bencana di Sumatera Barat membutuhkan perhatian serius dari seluruh elemen bangsa.
Termasuk, kepedulian dari warga Jakarta, Depok, Bogor, Bekasi dan Tangerang (Jabodetabek).
“Banyak di media sosial yang menyuarakan lah, Sumatera itu juga bagian dari Indonesia, jadi mudah-mudahan dari hadirnya kami ini bisa tergerak juga aksi sosial dari masyarakat Jakarta,” sambungnya.
Di balik semangat berkeliling di bawah terik matahari sambil menenteng kotak donasi, tersimpan duka mendalam yang dirasakan mereka.
Aidil, salah satu mahasiswa Universitas Pamulang asal Kabupaten Padang Pariaman, menceritakan perasaan duka sekaligus kebingungan yang dirasakan para mahasiswa rantauan.
Jarak yang jauh dari kampung halaman, kewajiban untuk tetap berkuliah, dan sulitnya akses menuju rumah membuat mereka tidak bisa pulang untuk membantu keluarga yang tengah bertahan dari bencana alam.
“Jujur buat kami yang di rantau, cukup sedih dan aduh, kami ini harus gimana? Ingin banget bantu keluarga, cuma kan balik lagi kami di sini sedang berkuliah. Tidak tahu apa yang harus dilakukan juga, apalagi akses ke sana susah banget sekarang,” ucap Aidil.
Karenanya, ia bersama mahasiswa asal Minang lainnya memutuskan memilih salah satu cara yang dapat menjadi kontribusi meski dari jauh.
“Makanya, penggalangan dana ini adalah salah satu upaya yang bisa kami lakukan untuk berkontribusi bagi keluarga yang jauh,” ungkapnya.
Aidil juga merupakan salah satu yang keluarganya terdampak langsung
banjir bandang
.
Rumah keluarganya yang berada di Kecamatan Batang Anai diterjang banjir bandang hingga menenggelamkan puluhan rumah di perkampungan tersebut.
“Kebetulan rumah saya terdampak banjir cukup tinggi. Bahkan lumpur itu hampir selutut. Lumpurnya doang itu ya,” kata dia.
“Itu dampak paling dahsyat yang pernah saya lihat seumur hidup. Padahal dulu, walaupun rumah saya di tepi sungai, enggak pernah ada kejadian banjir kayak gini,” sambungnya.
Ia juga menyoroti sulitnya akses transportasi saat ini yang turut menghambat datangnya bantuan di Sumatera.
Menurutnya, akses menuju Bukittinggi dari Bandara Internasional Minangkabau kini harus memutar jauh karena jalan utama putus.
“Akses ke kampung sudah pada putus semua. Ke Bukittinggi itu muternya sangat jauh, bisa 6 sampai 9 jam, padahal normalnya cuma 2 jam,” jelasnya.
Selain menggalang dana, para mahasiswa ini juga menyuarakan keresahan mereka terkait penyebab bencana di kampung halamannya.
Nabihan, mahasiswa asal Payakumbuh, menduga bencana ini bukan semata faktor alam, melainkan akibat kerusakan lingkungan yang masif.
“Penyebabnya selain faktor alam hujan dan angin siklon, sepertinya kayak ada illegal logging atau penebangan hutan yang keterlaluan. Harusnya ada regenerasi. Kalau buka lahan sawit, harusnya ada gantinya buat hutan kita,” kata Nabihan.
Senada dengan Nabihan, Aidil juga mengaku kecewa dengan pernyataan pemerintah yang menyebut banyaknya kayu gelondongan di lokasi bencana adalah akibat patahan alami saat banjir.
Padahal, menurut pengamatannya dari video dan foto yang dikirimkan teman-temannya di kampung, ia yakin bahwa itu adalah hasil penebangan liar yang tak terkendali.
“Cukup miris mendengar statement Kementerian Kehutanan yang menyatakan pohon-pohon itu patahan alami. Kalau kita lihat dengan mata telanjang, di perairan itu banyak pohon potongannya rapi,” ujar Aidil.
Melalui aksi ini, para mahasiswa berharap pemerintah pusat segera menetapkan status darurat nasional dan memberikan penanganan maksimal.
Termasuk, mengevaluasi izin tambang dan pengelolaan hutan di Sumatera Barat.
“Harapannya, semoga tanah Minang kembali pulih dan tersenyum indah. Ini harus jadi refleksi buat pemerintah soal izin lahan dan manajemen hutan,” pungkas Aidil.
Jumlah korban bencana banjir dan longsor yang melanda tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatra Utara (Sumut), dan Sumatra Barat (Sumbar), kembali melonjak secara signifikan.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Letjen TNI Suharyanto mengungkapkan bahwa hingga Sabtu, 29 November 2025 malam, total 303 orang dilaporkan meninggal dunia, sementara 279 orang lainnya masih hilang.
Suharyanto menegaskan bahwa pembaruan data ini merupakan hasil pendataan intensif di lapangan. Tim gabungan yang terdiri dari Basarnas, TNI-Polri, BNPB, dan relawan terus bekerja tanpa henti untuk memastikan data korban terverifikasi dengan akurat.
“Saya akan uraikan dari Sumut, korban jiwa yang kemarin 116 korban jiwa, sekarang menjadi 166 jiwa meninggal dunia. Kemudian 143 jiwa yang masih hilang,” ujarnya dalam konferensi pers pada Sabtu (29/11/2025).
Provinsi Aceh juga mencatat peningkatan jumlah korban jiwa. Hingga Sabtu sore, BNPB melaporkan 47 orang meninggal dunia, 51 orang hilang, dan 8 orang mengalami luka-luka.
Di Sumatra Barat, jumlah korban meninggal dunia telah mencapai 90 orang. Selain itu, 85 orang masih hilang dan 10 orang dilaporkan mengalami luka-luka.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.