Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

KUA Menteng: Tepuk Sakinah Biar Suasana Pembekalan Calon Pengantin Lebih Segar Megapolitan 26 September 2025

KUA Menteng: Tepuk Sakinah Biar Suasana Pembekalan Calon Pengantin Lebih Segar
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
 Tepuk Sakinah, metode edukasi yang digunakan Kantor Urusan Agama (KUA) Menteng, Jakarta Pusat dalam bimbingan perkawinan (binwin) bagi calon pengantin viral di media sosial.
Penghulu KUA Menteng Abdul Hakim mengatakan Tepuk Sakinah untuk mencairkan suasana saat calon pengantin merasa jenuh dengan penerangan materi dalam pembekalan.
“Nah, di situlah kita gunakan Tepuk Sakinah supaya suasana lebih segar,” kata Abdul saat ditemui di KUA Menteng, Jumat (26/9/2025).
Abdul Hakim menegaskan bahwa “Tepuk Sakinah” bukan ritual wajib, melainkan hanya ice breaking agar calon pengantin lebih mudah memahami lima pilar keluarga sakinah. 
“Tepuk Sakinah itu adalah salah satu ice breaking yang isinya ada materi-materi singkat tentang lima pilar keluarga sakinah. Jadi bukan kewajiban, hanya untuk mempermudah mengingat saja,” ujar Abdul.
Menurut Abdul, metode ini dipakai khusus dalam bimbingan perkawinan klasikal, yakni ketika ada belasan pasangan calon pengantin yang mengikuti materi bersama. 
“Kalau face to face (tatap muka satu pasangan), biasanya kita kasih materi serius. Tapi kalau klasikal, di tengah-tengah pasti ada jenuh, apalagi setelah jam makan,” kata dia.
Ada tiga metode atau cara dalam bimbingan perkawinan, pertama adalah bimbingan perkawinan secara face to face atau sepasang calon pengantin diberikan materi langsung oleh penghulu.
Kemudian bimbingan perkawinan secara klasikal, bimbingan perkawinan yang biasanya digelar di aula besar dan bisa sampai 12 sampai 15 pasang sekaligus.
Sedangkan yang terakhir adalah perpaduan, antara gabungan face to face dan klasikal.
Ia menerangkan, lima pilar keluarga sakinah yang terkandung dalam Tepuk Sakinah adalah zawaj (berpasangan), mitsaqon gholidzo (janji yang kokoh), Mu’asyarah bil ma’ruf (saling cinta, saling hormat, saling jaga), musyawarah, dan tarodhina (saling ridho). 
“Pesan moralnya, keluarga harus dibangun di atas cinta, musyawarah, dan saling ridho. Jangan sampai setelah menikah kecewa lalu menyalahkan pasangan, tapi harus menerima takdir Allah dengan ridho,” katanya.
Abdul menegaskan, Tepuk Sakinah tidak pernah dipakai dalam prosesi ijab kabul karena akad nikah adalah momen sakral.
“Kami tidak pernah memakai Tepuk Sakinah dalam acara pernikahan. Itu merusak marwah. Jangankan Tepuk Sakinah, teriak hore saja tidak boleh. Kalau setelah nikah ada resepsi atau acara santai, silakan, tapi tidak di saat ijab kabul,” tegasnya.
Ia menuturkan, ide awal Tepuk Sakinah muncul dari pelatihan penghulu dan penyuluh agama pada 2024 lalu.
Di KUA Menteng, metode itu kemudian dikembangkan dengan tambahan aransemen lagu agar lebih mudah diingat calon pengantin.
“Jadi Tepuk Sakinah ini kita dapat materi kami ini penghulu sama penyuluh itu di Bimtek. Dalam diklat itu ada pemateri-pemateri. Salah satu materinya itu untuk menghapalkan lima pilar sakinah itu dipakai tepuk-tepuk itu,” ujar dia.
“Tadinya memang Tepuk Sakinah ini biasa gitu. Kita kira-kira sih biar nggak gabut ya. Kita cari aransemen yang pas akhirnya ketemu lagu itu. Sehingga yang viral itu gitu lah.” ungkapnya.
Meski demikian, Abdul menekankan bahwa calon pengantin tidak diwajibkan menghafal, melainkan cukup memahami makna lima pilar sakinah sebagai bekal membangun rumah tangga. 
“Jadi sekali lagi, Tepuk Sakinah adalah ice breaking. Kalau bisa hafal, bagus. Tapi yang penting dipahami pesannya, karena pernikahan itu sakral dan penuh tanggung jawab,” tuturnya.
Sejauh ini, kata Abdul, respons calon pengantin terhadap metode ini cenderung positif. 
“Respons dari calon pengantin umumnya senang. Mereka merasa terhibur sekaligus mendapat pesan moral,” pungkasnya.
 
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.