Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kerja Lembur Berhari-hari, Sopir Truk Sampah Jaksel Meninggal Dunia Megapolitan 7 Desember 2025

Kerja Lembur Berhari-hari, Sopir Truk Sampah Jaksel Meninggal Dunia
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com –
 Seorang sopir truk sampah asal Jakarta Selatan, Yudi (51), meninggal dunia pada Jumat (5/12/2025) usai menjalani jadwal kerja yang disebut rekan-rekannya berlangsung jauh melebihi jam kontrak.
Teman sesama sopir, Fauzan (bukan nama sebenarnya) (46), menjelaskan bahwa Yudi sudah mengalami kelelahan berat akibat jam kerja yang terus melewati batas waktu normal.
“Jadi itu dia akumulasi kelelahan karena waktu kerjanya bisa lebih dari yang dikontrakkan 8 jam,” kata Fauzan kepada
Kompas.com
di
Jakarta
Selatan, Minggu (7/12/2025).
Sehari sebelum meninggal, Yudi memulai pekerjaannya sejak pukul 05.00 WIB untuk menjemput sampah di wilayah tugasnya hingga sekitar pukul 10.00 WIB.
Setelah truk penuh, ia menuju TPST Bantargebang untuk mengantre bersama deretan truk lain.
Antrean tersebut menghabiskan waktu sekitar delapan jam hingga truknya selesai dikosongkan. Yudi baru keluar dari area pembuangan pada pukul 19.04 WIB, sesuai struk yang diberikan petugas.
“Dari sini ke Bantargebang itu kira-kira satu jam. Sampai sana 11.24 WIB, baru keluar jam 19.04 WIB, kurang lebih 8 jam,” jelas Fauzan.
Meski sudah tiba di Bantargebang malam hari, Yudi tidak langsung pulang ke rumahnya di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Ia mengisi bensin terlebih dahulu lalu beristirahat di sebuah warung nasi hingga pagi karena keesokan harinya kembali bekerja.
Fauzan menyebut pola itu sudah sering dilakukan Yudi sebagaimana sopir lain yang harus mengembalikan truk ke pos Sudin Lingkungan Hidup Jakarta Selatan sebelum pulang.
“Tiga hari nongkrong di sana sambil nunggu bertugas lagi, untuk recovery, memanfaatkan waktu lah untuk istirahat,” ujar dia.
Sekitar pukul 03.00 WIB, saat masih berada di warung tersebut, Yudi mendadak mengalami sesak napas dan kejang.
Rekan yang bersamanya segera membawa Yudi ke RS Karya Medika menggunakan angkot.
Namun tidak lama setelah mendapat penanganan dokter, ia dinyatakan meninggal akibat gangguan pada jantung.
Menurut Fauzan, kondisi itu dipicu dari pola makan dan istirahat Yudi yang tidak seimbang selama bekerja.
“Kalau kami orang awam bilangnya itu angin duduk. Asam lambung naik, pernapasan terganggu, yang memicu kerja jantung jadi enggak normal,” terang Fauzan.
Fauzan menambahkan bahwa antrean di TPST Bantargebang semakin padat. Jam kerja sopir yang biasanya selesai dalam waktu tiga jam kini dapat memakan waktu lebih dari 10 jam.
Yudi disebut telah mengalami kondisi itu selama kurang lebih 10 tahun. Situasi ini diperparah oleh kerusakan jalan dan area pembuangan yang semakin sesak.
“Biasanya ditindak lanjut, tapi bertahan sebentar. Ini diperbaiki, baiknya sebulan, tapi rusaknya bisa berbulan-bulan,” kata Fauzan.
Para sopir berharap adanya perbaikan infrastruktur, peningkatan pelayanan bongkar muat, serta penyediaan fasilitas istirahat dan pemeriksaan kesehatan agar mereka bisa beristirahat saat antrean panjang.
“Kami juga maunya agar TPST membenahi pelayanan bongkar muat truk, jalannya, dan menyiapkan satu lokasi untuk sopir istirahat, karena tenaga mereka sudah terkuras banyak dari pengangkutan di wilayahnya,” tutur dia.
Sopir lain, Candra (bukan nama sebenarnya), mengatakan bahwa kasus serupa bukan kali pertama terjadi.
Dua bulan sebelumnya, seorang sopir truk sampah di wilayah Jakarta Utara juga meninggal dengan indikasi kelelahan serupa.
“Bedanya dia sempat pulang, terus dia ngeluh sakit sama keluarganya baru lah dibawa ke rumah sakit. Tapi akhirnya meninggal juga,” ungkap Candra.
Candra menambahkan bahwa sebagian sopir sering tidak sempat makan karena tidak membawa uang saat bekerja.
“Ya mungkin di sana tempat makan ada lah warung kecil, tapi kadang uangnya enggak ada. Kayak saya aja kadang nahan, puasa seharian,” terang dia.
Jenazah Yudi kini telah dipulangkan ke keluarga dan dimakamkan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.