Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kemenbud Tegaskan Buku Sejarah Baru Indonesia Ditulis Sesuai Standar Akademik, Bebas Intervensi Politik

Liputan6.com, Jakarta – Kementerian Kebudayaan memastikan pembuatan buku sejarah baru Indonesia melalui proses yang transparan, ilmiah, dan melibatkan panel ahli independen dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia. Proses ini dirancang untuk memastikan kredibilitas akademik yang tinggi sekaligus menjaga jarak dari kepentingan politik praktis.

Direktur Jenderal Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi Kementerian Kebudayaan, Restu Gunawan mengatakan, dalam penyusunan buku ini kementeriannya berperan sebagai fasilitator yang mendukung ide dan gagasan, serta menghadirkan para penulis yang kompeten.

“Penentuan arah penulisan, penunjukan penulis, hingga pengawasan substansi sepenuhnya menjadi tanggung jawab editor bidang dan editor umum. Dengan mekanisme ini, kami memastikan buku memenuhi standar akademik dan kualitas ilmiah yang tinggi,” tegasnya, Senin (15/12/2025).

Dia juga menyatakan penerbitan buku sejarah Indonesia merupakan bagian dari instrumen pembentukan karakter dan identitas bangsa.

“Penerbitan buku ini merupakan bagian integral dari upaya pemajuan kebudayaan nasional. Penyusunan buku ini menghasilkan 7.958 halaman dalam 11 jilid,” ujar Restu Gunawan.

Dia menyebut, proses penulisan buku melibatkan ratusan sejarawan dan disupervisi oleh editor umum serta editor jilid yang berasal dari berbagai perguruan tinggi ternama. Mereka bekerja secara independen berdasarkan kaidah historiografi, metodologi ilmiah, serta prinsip keterbukaan terhadap kritik dan masukan publik.

Kredibilitas akademik buku ini diperkuat oleh keterlibatan para editor jilid dari berbagai institusi, antara lain Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Hasanuddin, Universitas Andalas, Universitas Diponegoro, Universitas Jember, Universitas Negeri Padang, Universitas Islam Internasional Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Masyarakat Sejarawan Indonesia. Keberagaman latar belakang editor, kata Restu Gunawan, memastikan tidak adanya dominasi perspektif tunggal dalam penyusunan narasi sejarah.