Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kecewa Tanggapan JPU, Delpedro: Perkara Penghasutan Demo Bukan Soal 4 Orang, tapi… Megapolitan 29 Desember 2025

Kecewa Tanggapan JPU, Delpedro: Perkara Penghasutan Demo Bukan Soal 4 Orang, tapi…
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com
– Terdakwa dugaan penghasutan aksi demonstrasi akhir Agustus 2025,
Delpedro Marhaen
, menyatakan kekecewaannya terhadap jawaban jaksa penuntut umum (JPU) atas eksepsi yang ia ajukan.
Menurut Delpedro, tanggapan jaksa bersifat monoton dan tidak memberikan kejelasan substansial terhadap pokok keberatan yang disampaikan pihak terdakwa.
Delpedro menilai perkara yang menjerat dirinya bersama tiga terdakwa lain tidak bisa dipandang semata sebagai kasus hukum individu.
Ia menekankan, perkara tersebut berpotensi berdampak luas terhadap kebebasan masyarakat dalam menyampaikan pendapat di ruang publik. Delpedro menilai jaksa seharusnya merespons eksepsi dengan lebih serius dan komprehensif.
“Kami sebenarnya juga kecewa dengan jawaban atau tanggapan dari Kejaksaan. Sebab yang kami harapkan, Kejaksaan ini bukan hanya melihat kasus ini sebagai perkara empat orang. Tapi ini perkara ratusan jiwa republik warga negara ini,” kata Delpedro kepada wartawan usai persidangan, Senin (29/12/2025).
Delpedro menilai penetapan dirinya bersama Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar sebagai terdakwa justru memperkuat dugaan
kriminalisasi
terhadap mereka.
Ia menyebutkan, ruang lingkup perkara dipersempit sehingga tidak menyentuh persoalan yang lebih besar.
“Tapi dengan Kejaksaan mempersempit hal itu, semakin meyakini kami bahwa peristiwa hukum kami adalah kriminalisasi yang menjadikan kami kambing hitam. Karena Jaksa tidak berani ikut bersama kami membongkar siapa dalang semua ini,” ujar dia.
Ia pun mendorong jaksa untuk melakukan pembuktian yang adil dan transparan, termasuk mengungkap pihak-pihak yang diduga menjadi dalang di balik kerusuhan yang terjadi dalam rangkaian demonstrasi akhir Agustus lalu.
Bahkan, Delpedro menegaskan siap membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap aktor yang memiliki dugaan kendali politik besar dalam peristiwa tersebut.
“Kami menantang sebenarnya kepada Kejaksaan untuk berani membongkar siapa dalang peristiwa itu. Justru peran kami, sebagai empat orang hadir dalam persidangan ini, adalah membantu negara untuk membongkar siapa sebenarnya dalang dalam peristiwa tersebut,” tegas dia.
Pandangan serupa disampaikan kuasa hukum Delpedro, Judianto Simanjuntak. Menurut dia, proses hukum yang berujung pada kriminalisasi ekspresi dan pendapat justru menunjukkan kemunduran demokrasi.
“Muatan dari hak berekspresi dan berpendapat itu adalah masa depan bangsa ini. Mereka itu menyuarakan bahwa ada hak-hak dari masyarakat yang seharusnya diperjuangkan oleh pejabat negara, tapi koreksi terhadap apa yang disampaikan oleh para demonstran pada waktu itu tidak kunjung diperbaiki sampai saat ini. Justru malah kemunduran demokrasi,” kata dia saat ditemui terpisah.
Delpedro Marhaen bersama tiga rekannya, Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar, didakwa mengunggah 80 konten atau konten kolaborasi bernuansa penghasutan di media sosial terkait aksi demonstrasi pada akhir Agustus 2025.
Dakwaan tersebut disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan bahwa konten-konten tersebut merupakan hasil patroli siber dan diunggah dalam rentang waktu 24–29 Agustus 2025.
“(Unggahan dilakukan) dengan tujuan untuk menimbulkan kebencian kepada pemerintah pada aplikasi media sosial Instagram oleh para terdakwa,” ujar JPU dalam persidangan.
Selain itu, keempat terdakwa juga didakwa mengunggah konten Instagram lain yang bertujuan menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
Konten tersebut diunggah melalui satu akun maupun kolaborasi sejumlah akun Instagram, yakni @gejayanmemanggil, @aliansimahasiswapenggugat, @blokpolitikpelajar, dan @lokataru_foundation, yang dikelola oleh para terdakwa.
“(Sehingga) Menciptakan efek jaringan, di mana tingkat interaksi konten atau engagement dari followers semua akun tersebut digabungkan,” tutur JPU.
“Menghasilkan sinyal yang sangat kuat ke algoritma bahwa ini adalah gerakan utama yang harus dipromosikan,” lanjutnya.
Menurut JPU, penggunaan tagar secara konsisten seperti #indonesiagelap dan #bubarkandpr turut memudahkan algoritma media sosial melacaknya sebagai topik utama.
Perbuatan para terdakwa juga dinilai bermuatan ajakan kepada pelajar, yang mayoritas merupakan anak, untuk terlibat dalam aksi yang berujung kerusuhan.
“Termasuk instruksi untuk meninggalkan sekolah, menutupi identitas, dan menempatkan mereka di garis depan konfrontasi yang membahayakan jiwa anak,” ungkap JPU.
“Sehingga mengakibatkan anak mengikuti aksi unjuk rasa yang berujung anarkis pada tanggal 25 Agustus 2025 sampai dengan 30 Agustus 2025,” tuturnya.
Akibat rangkaian peristiwa tersebut, jaksa menyebut terjadi kerusuhan yang mengakibatkan kerusakan fasilitas umum, aparat pengamanan terluka, kantor pemerintahan rusak, serta timbulnya rasa tidak aman di tengah masyarakat.
Atas dakwaan tersebut, Delpedro dan ketiga rekannya dijerat dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) atau Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 160 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 76H juncto Pasal 87 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.