Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Kasus Pembunuhan Munir Jangan Tenggelam… Megapolitan 9 September 2025

Kasus Pembunuhan Munir Jangan Tenggelam…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Lebih dari dua dekade berlalu, kasus pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir Said Thalib masih belum menemukan titik terang.
Peringatan 21 tahun kematian Munir pada Minggu (7/9/2025) kembali menjadi momentum bagi para aktivis, sahabat, dan komunitas pembela HAM untuk menyuarakan keadilan.
Aksi peringatan digelar di depan kantor Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Menteng, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025) siang. Mereka menegaskan agar kasus Munir tidak tenggelam dalam pusaran politik dan waktu.
Sejak Munir diracun arsenik dalam penerbangan menuju Belanda pada 7 September 2004, perjalanan hukum kasusnya masih berputar-putar.
“Ini bukan waktu yang singkat, sudah 21 tahun, dan banyak generasi muda yang berganti. Munir adalah sosok humanis dan berani yang mengungkap pelanggaran HAM di masa itu. Kami tidak akan berhenti sampai kebenaran terungkap,” kata Asri, sahabat Munir sekaligus aktivis HAM, saat berorasi di depan kantor Komnas HAM, Senin.
Pantauan
Kompas.com
, massa mulai memadati area depan kantor Komnas HAM sekitar pukul 12.30 WIB. Mereka berasal dari berbagai komunitas pembela HAM, mahasiswa, dan organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Poster-poster lain menyoroti pesan “SEPTEMBER HITAM” dan slogan “INGATAN ADALAH SENJATA, MERAWATNYA ADALAH ANCAMAN BAGI PENGUASA.” Beberapa juga memuat nama-nama tokoh yang diduga terkait dengan kasus ini.
Selain itu, massa membawa poster berbahasa Indonesia maupun Inggris. “WE HAVE TIRED OF VIOLENCE,” “KAMI SUDAH LELAH DENGAN KEKERASAN,” hingga “THE GOVERNMENT HAS FAILED THE VICTIM AND THE REST OF OUR NATION” terpampang jelas di depan kantor Komnas HAM.
Suasana aksi berjalan tertib dengan pengawalan aparat kepolisian dari Polsek Menteng serta personel TNI. Orasi dilakukan bergantian oleh para aktivis untuk menegaskan tuntutan agar kasus Munir tidak tenggelam dalam permainan politik.
Dalam rilis yang diterima
Kompas.com
, KASUM menegaskan bahwa negara selama ini tidak serius mengusut kasus Munir. Mereka menilai penyelesaian hukum berlarut-larut tanpa kejelasan, bahkan diseret dalam kepentingan politik.
“Sejak kematian Munir, pola kekerasan negara terus berulang, budaya impunitas dipelihara, dan hukum hanya menjadi alat kepentingan penguasa,” kata KASUM dalam siaran pers yang dikirim Andri, perwakilan KontraS.
KASUM menegaskan, kasus Munir termasuk tindak pidana luar biasa (
extraordinary

crimes
) yang masuk kategori pelanggaran HAM berat. Hal itu karena kematiannya diduga melibatkan penyalahgunaan badan intelijen dan maskapai penerbangan milik negara.
Mereka juga menyoroti adanya intervensi politik. Salah satunya laporan Tempo, November 2024, yang menyebut elite DPR meminta Komnas HAM menunda penetapan kasus Munir sebagai pelanggaran HAM berat untuk menghindari “kegaduhan” politik di awal pemerintahan baru.
“Masalah utamanya bukan hanya lemahnya kemauan politik, tapi ada segelintir elite yang aktif mengubur kasus ini, sementara mayoritas elite negara memilih diam,” kata KASUM.
KASUM mendesak agar kasus Munir segera dibuka kembali, diselidiki secara objektif, dan hasilnya diumumkan kepada publik.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, hadir langsung di lokasi sekitar pukul 12.50 WIB untuk berdialog dengan massa aksi.
Ia didampingi sejumlah staf, lalu berdiri di hadapan peserta yang membawa poster bertuliskan tuntutan penuntasan kasus Munir.
Dalam kesempatan itu, Anis menyampaikan perkembangan penyelidikan.
“Saya sudah menerima surat permintaan informasi yang ditujukan kepada Kejaksaan Agung terkait penyelidikan kasus Munir,” ujarnya.
Anis menambahkan, sejak awal 2023 Komnas HAM sudah memanggil 18 saksi dari berbagai kluster dan mengumpulkan dokumen dari Kejaksaan Agung, kepolisian, hingga organisasi masyarakat sipil seperti KontraS dan Imparsial.
“Keluarga korban berhak atas keadilan, kebenaran, dan pemulihan,” tegasnya.
Namun, pernyataan Anis menuai respons keras. Dimas, perwakilan KontraS, meminta Komnas HAM tegas menyebut bahwa Munir “dibunuh oleh negara”, bukan sekadar meninggal dunia.
“Kami beri
deadline
sampai 8 Desember agar Komnas HAM mengeluarkan penetapan tersebut. Jika tidak, kami akan terus mengawasi dan mendesak mereka,” ujar Dimas.
Menanggapi desakan itu, Anis menyatakan kesiapannya mundur dari jabatannya jika Komnas HAM tidak mampu menyelesaikan penyelidikan kasus Munir hingga batas waktu 8 Desember 2025.
“Silakan dicatat teman-teman, sampai tanggal 8 Desember Komnas HAM belum menyelesaikan penyelidikan atas pembunuhan Munir, maka tentu saya bersedia untuk mundur,” tegas Anis di hadapan massa aksi.
Ia mengakui proses penyelidikan tidak mudah dan memakan waktu panjang.
“Tentu kami meminta maaf jika itu kemudian memberikan rasa kecewa bagi organisasi masyarakat sipil yang selama ini mengalami kasus ini cukup lama,” ujarnya.
“Dan tentu bagi keluarga korban yang sejak 21 tahun yang lalu ini mengalami penderitaan cukup besar karena meninggalnya Munir Said Thalib,” lanjut Anis.
Meski begitu, aktivis tetap mendesak agar janji tersebut bukan sekadar retorika. Menurut mereka, ketegasan pimpinan Komnas HAM penting untuk memastikan lembaga negara itu tidak tunduk pada intervensi politik.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.