Kala Trotoar Cilincing “Dijajah” Puluhan Tukang Tambal Ban Truk Kontainer
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Trotoar di sepanjang Jalan Syech Nawawi Al-Bantani, Cilincing, Jakarta Utara, yang seharusnya hak dari pejalan kaki justru dipenuhi tukang tambal ban truk kontainer.
Puluhan tukang tambal ban membuka lapaknya di atas
trotoar
sepanjang Jalan Syech Nawawi Al-Bantani dari arah Cilincing menuju ke Cakung,
Jakarta
Timur.
Masing-masing lapak tukang tambal ban di lokasi ini berjarak sekitar 200 hingga 500 meter.
Beberapa tukang tambal ban benar-benar menggelar lapaknya di atas trotoar, sebagian lagi memiliki kios yang berada di belakang fasilitas pejalan kaki itu.
Namun, meski memiliki kios, perlengkapan seperti mesin penambah angin dan ban-ban bekas tetap ditaruh di atas trotoar.
Hal itu membuat sebagian badan trotoar tertutup dan tak bisa dilalui para pejalan kaki.
Selain tukang tambal ban, beberapa warung kopi tendaan juga menganggu aktivitas pejalan kaki di trotoar ini.
Mirisnya lagi, kondisi
paving block
trotoar rusak dan tidak rata.
Bahkan, ada beberapa titik di trotoar yang
paving block
-nya hilang sehingga tersisa tanah dan pasir.
Kondisi trotoar yang rusak membuat pejalan kaki enggan melintas di atasnya.
“Selain diduduki tukang tambal ban, trotoar di sini juga enggak rata, banyak rusak. Padahal kan ini penting banget buat pejalan kaki. Malah kalau jalan di atas trotoar takut jatuh,” ujar pejalan kaki bernama Nurul (34) saat diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Selasa (8/12/2025).
Rusaknya trotoar membuat Nurul terpaksa melintas di bahu jalan dan bersebelahan langsung dengan kendaraan-kendaraan berat, mengingat Jalan Syech Nawawi Al-Bantani merupakan jalur utama lalu lintas truk dari pelabuhan.
Setiap kali melintas di jalan ini, Nurul selalu dihantui rasa khawatir. Jika tak berhati-hati, bisa saja dirinya tertabrak kendaraan berat.
Pejalan kaki bernama Rafa (27) juga terganggu dengan berubahnya fungsi
trotoar di Cilincing
.
“Saya juga awalnya kaget karena lama-lama makin tertutup sama tukang tambal ban, warung, dan lain-lainnya sampai enggak tahu harus jalan di mana lagi,” jelas dia.
Namun, Rafa berusaha memahami bahwa keberadaan tukang tambal ban di lokasi itu memang dibutuhkan para sopir truk yang berlalu lalang setiap harinya.
Sejumlah tukang tambal ban kontainer mengaku sudah bertahun-tahun membuka lapak di lokasi ini.
Napitupulu (27) salah satunya, yang sudah membuka usaha tersebut selama dua tahun.
Kios tambal ban yang disewa Napitupulu dari warga sekitar berada di belakang trotoar.
Namun, perlengkapan usahanya seperti ban dan velg kontainer memang ditaruh di atas trotoar karena kiosnya yang kecil.
“Sebenarnya kiosnya ini bukan trotoar tapi di belakangnya, cuma area trotoar emang dipakai aja sedikit, di sini juga jarang yang jalan kaki,” kata dia.
Napitupulu mengaku, selama ini menaruh perlengkapan usaha tambal bannya di atas trotoar aman-aman saja dan tidak pernah ditertibkan petugas.
Menurut Napitupulu, keberadaannya di Jalan Syech Nawawi Al-Bantani sangat dibutukan para sopir truk yang ban kendaraannya bocor.
Pasalnya, dalam satu hari puluhan truk di lokasi ini mengalami ban bocor dan kurang angin sehihgga membutuhkan jasa tukang tambal ban.
“Kalau mobil bannya bocor berhenti di tengah jalan enggak ada tukang tambal ban ya kan repot bikin macet,” jelas dia.
Dalam satu hari, Napitupulu bisa menangani lima truk yang bannya bocor di lokasi tersebut.
Sedangkan biaya jasa tambal ban kontainer di lapaknya sekitar Rp 30.000 per ban dan tambah angin Rp 5.000.
Selain tambal ban dan tambah angin, Napitupulu juga melayani pergantian velg dan ban truk.
“Jika velg ada yang mahal dan murah, ada yang Rp 500.000 – Rp 700.000,” tutur dia.
Sementara tukang tambal ban lain bernama Manurung (45) mengaku bisa menangani 10-15 truk setiap harinya.
Sementara untuk jasa tambal ban kontainer di lapaknya sekitar Rp 50.000 per ban dan tambah angin Rp 5.000.
Pengamat Tata Kota M Azis Muslim menilai, dipenuhinya trotoar oleh tukang tambal ban merupakan wujud perampasan hak para pejalan kaki.
“Ini kan tentu menjadi suatu keprihatinan karena trotoar itu kan diperuntuhkan untuk pejalan kaki sehingga kalau pun ada trotoar dimanfaatkan untuk tukang tambal ban dan lain sebagainya, maka hak-hak pejalan kaki sudah dirampas,” ujar Azis.
Padahal, keberadaan trotoar ini sudah diatur sedemikian rupa dalam berbagai regulasi di Indonesia.
Dalam Undang-undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, di mana dalam salah satu pasalnya menyatakan bahwa trotoar adalah bagian jalan yang diperuntuhkan untuk pejalan kaki.
Lalu, di Peraturan Pemerintah (PP) nomor 34 tahun 2006 di mana dalam salah satu pasalnya menyatakan bahwa trotoar itu harus disediakan di sepanjang jalan yang memiliki intensitas lalu lintas tinggi dan kecepatan tinggi.
“Serta juga ada praturan terkait pedoman perencanaan trotoar sebagaimana diatur dalam Menteri Pekerjaan Umum itu kan semuanya berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan masalah teknis, desain, perencanaan, ketentuan terkait dengan ketinggian dan segala macam semuanya di situ,” ucap Azis.
Bahkan, persoalan trotoar ini juga diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) di Jakarta tentang Ketertiban Umum.
Beberapa peraturan itu, kata Azis, seharusnya menjadi pedoman kuat bagaimana trotoar dimanfaatkan benar-benar untuk pejalan kaki, bukan kegiatan lainnya.
Untuk mengembalikan fungsi dari trotoar maka diperlukan penegakan hukum yang tegas.
Pasalnya, jika dibiarkan begitu saja, keberadaan tukang tambal ban di lokasi ini akan semakin menjamur.
Di sisi lain aktivitas lain seperti parkir di jalan yang menganggu aktivitas lalu lintas juga akan terjadi di lokasi ini.
Apabila tidak dilakukan penegakan hukum terhadap para pelanggar maka kondisi trotoar di jalan ini akan semakin semrawut dan menunjukan bahwa kurangnya penataan ruang publik yang efektif di tengah proses Jakarta menjadi kota global.
Padahal, kata Azis, untuk menjadi kota global, fasilitas publik sepetrti trotoar harus benar-benar diperhatikan agar ramah untuk pejalan kaki dan para kaum disabilitas.
Kepala Suku Dinas Bina Marga Jakarta Utara, Darwin Ali, mengatakan ada beberapa penyebab yang membuat penataan trotoar di lokasi ini terkendala.
“Untuk Jalan Syech Albantani merupakan jalan yang menjadi kewenangan di bawah Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta. Kendala utama dari penataan trotoar di wilayah tersebut adalah adanya okupansi trotoar oleh oknum-oknum yang mengganggu fungsi trotoar yang diperuntukan bagi pejalan kaki,” kata Darwin.
Darwin bilang, penertiban oleh aparat berwenang seperti Satpol PP, Dinas Perhubungan, kecamatan, dan kelurahan setempat harus dilakukan agar fungsi dari trotoar kembali sesuai aturan yaitu hak pejalan kaki.
Selain itu, kendala lainnya dalam penataan trotoar di kawasan ini merupakan anggaran yang terbatasa.
“Untuk hal lain yang menjadi perhatian adalah penyaluran anggaran pembangunan atau revitalisasi trotoar yang diprioritaskan untuk lokasi-lokasi yang mendukung koneksi kawasan sekolah, pendidikan, bisnis, perkantoran, stasiun, terminal, dan halte angkutan umum,” ucap dia.
Meski begitu, Sudin Bina Marga Jakarta Utara tetap akan melakukan pembenahan trotoar dengan catatan trotoar itu sudah ditertibkan terlebih dahulu.
Apabila sudah ditertibkan maka penataan yang akan dilakukan bisa berjalan lancara dan efektif.
Kasatpol PP Kecamatan Cilincing Roslely Tambunan berjanji segera menindaklanjuti kondisi trotoar di Jalan Syech Nawawi Al-Bantani yang dipenuhi tukang tambal ban kontainer.
“Ini menjadi prioritas saya untuk melakukan penindakan di lokasi,” jelas Lely.
Namun, Lely harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak kelurahan untuk mengetahui apakah sebelumnya sudah pernah dilakukan penertiban di trotoar ini atau belum.
Pasalnya, Lely juga baru dipindah tugas ke kawasan Cilincing sehingga belum mengetahui kondisi trotoar itu sebelumnya.
Namun, ke depannya ia berjanji segera menindaklanjuti apabila ada pelanggaran-pelanggaran yang terjadi di lokasi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kala Trotoar Cilincing "Dijajah" Puluhan Tukang Tambal Ban Truk Kontainer Megapolitan 10 Desember 2025
/data/photo/2025/12/08/69363df0ae5bc.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/6933b115d10f0.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/07/693581fea511c.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/07/69357078c15a7.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/07/69355bdf95237.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/02/21/67b83ad134427.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/6937e0c897555.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/69375abbb067c.jfif?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/6937d6abcf597.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/6938039cc0c75.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/6937d9dd2d2ed.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)