Jatuh Bangun Anak Fatherless Mengejar Mimpi: Berjuang Sendiri, Tanpa Apresiasi
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Dukungan dari orangtua merupakan suntikan semangat untuk banyak orang dalam mengejar mimpi atau cita-citanya.
Seseorang akan percaya diri mampu meraih mimpinya jika mendapat dukungan penuh dan doa dari kedua orangtua.
Tetapi, sayangnya tidak semua orang beruntung bisa mendapatkan keduanya dari orangtua untuk setiap hal yang mereka lalui.
Salah satunya Anaya (24) yang harus mengarungi kerasnya kehidupan tanpa sosok
ayah
dan ibu.
Penyakit komplikasi merenggut nyawa sang ayah saat usia Anaya masih duduk di kelas 1 Sekolah Dasar (SD).
Di usianya yang masih belia, perempuan yang lebih akrab disapa Naya tersebut belum memahami bahwa kepergian ayah menjadi luka mendalam untuk sebagian besar orang.
Perihnya luka kepergian sang ayah mulai dirasakan Naya ketika menginjak bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Saat itu, ia mulai merasa kehilangan figur ayah atau
fatherless
.
Empat tahun berjalan setelah kematian ayahnya, luka di hati Naya semakin parah karena ibunda tercinta mengalami kecelakaan dan harus ikut pergi selamanya.
Kepergian sang ibu membuat roda kehidupan Naya berubah total;
ia terpaksa harus tinggal bersama keluarga dari mamahnya di Bekasi, Jawa Barat.
Sebab, ketiga kakak kandung Naya juga belum mapan sehingga tidak mampu untuk menanggung biaya hidup dan sekolah adiknya.
“Dulu, tinggal sama keluarga mamah. Kebetulan empat tahun kemudian mamah nyusul, jadi yatim piatu,” tutur dia sambil tertawa.
Harus tinggal di rumah saudara tidak menjamin Naya senang dan bahagia.
Bagi dia, tidak ada satu pun orang yang mampu menggantikan peran kedua orangtuanya.
Bahkan, Naya harus tumbuh selalu diiringi kata ‘harus tahu diri, tidak boleh menyusahkan sepenuhnya’.
Meskipun begitu, Naya tetap merasa bersyukur karena masih bisa melanjutkan sekolah hingga SMA berkat bantuan saudara-saudaranya.
Tetapi, Naya tidak bisa terus-menerus menggantungkan hidup dengan keluarga dari ibunya karena ia paham mereka juga memiliki banyak kebutuhan.
Hal itu pula yang sempat membuat Naya mengubur dalam cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan hingga sarjana.
“Pernah (mengubur mimpi). Sempat takut tidak bisa melanjutkan sekolah setelah SMA,” tutur Naya.
Sebab, keluarganya hanya sanggup menyekolahkan Naya hingga lulus SMA. Jika ia ingin kuliah, maka harus berjuang sendiri.
Kondisi itu yang membuat Naya harus pontang-panting mencari pekerjaan setelah lulus sekolah.
Beberapa kali ia menjalani pekerjaan paruh waktu untuk modalnya bertahan hidup.
Namun, pekerjaan paruh waktunya tidak membuat Naya terlena untuk bertahan di nasib yang sama dengan banyak kekurangan.
Ia berusaha mengubah nasib kehidupan dengan mengejar cita-cita untuk tetap bisa berkuliah.
“Alhamdulillah, dari banyaknya dukungan, motivasi, bisa berhasil mendapatkan beasiswa KIP-Kuliah dari pemerintah,” ujar Naya.
Kini, wanita bertubuh mungil tersebut sudah memasuki semester ketujuh dan satu langkah lagi resmi menjadi seorang sarjana.
Naya mengatakan, tidak adanya sosok orangtua dalam kehidupannya membuat ia menjadi orang yang mandiri, serba bisa, dan teratur.
“Tetapi, minusnya jadi sosok yang pemendam dan tidak gampang dipengaruhi oleh orang lain karena tetap berpegang pada pendiriannya sendiri,” ujar Naya.
Sifat pendendam juga dimiliki oleh Ester (bukan nama sebenarnya, 35) yang juga hidup tanpa sosok ayah dan ibu selama puluhan tahun.
Orangtua Ester sudah bercerai sejak tahun 1995 dan meninggalkan dirinya begitu saja bersama ketiga orang kakaknya, kakek, dan nenek.
Menjalani hidup tanpa orangtua sering kali membuatnya mendapat banyak hinaan, terutama dalam lingkungan sekolah.
“Dulu ada orangtua teman yang mem-bully saya karena ketidakadaan ayah dan ibu, dan itu sangat menyakitkan, bikin
down
banget. Sejak saat itu, saya dendam banget rasanya,” tutur dia saat diwawancarai Kompas.com, Selasa.
Hinaan karena tumbuh tanpa sosok orang tua juga didapat Ester dari rekan-rekan sekolahnya.
Tetapi, perasaan dendamnya itu tidak disalurkan ke hal-hal negatif, melainkan lewat hal positif untuk terus berprestasi di sekolahnya.
“Saya belajar dan latihan banget-banget sampai bisa juara siswa teladan se-kabupaten di mana anak dia tidak bisa capai,” sambung Ester.
Setelah berhasil membuktikan bahwa dirinya mampu berprestasi, Ester mengaku begitu lega.
Meskipun terkadang tetap merasa sedih karena tidak pernah mendapat apresiasi dari kedua orangtua ketika rapornya bagus atau menang kejuaraan.
Tetapi, ia tidak mau hanyut dalam luka masa lalu. Sampai saat ini, peristiwa itu selalu dijadikan pembelajaran olehnya.
Ester selalu berusaha fokus dan melakukan yang terbaik untuk segala hal yang ia kerjakan, termasuk mengejar mimpinya, meskipun ada atau tidaknya apresiasi dari orang sekitar.
Sama seperti Ester dan Naya, remaja bernama Friska (18) juga seringkali tidak semangat menjalani kehidupan dan mengejar mimpi ketika ayahnya tiada.
“Kalau teringat beliau (ayah), saya suka tidak semangat buat kerja atau melakukan aktivitas,” tutur dia saat diwawancarai Kompas.com di kediamannya, Manggarai, Jakarta Selatan, Selasa.
Friska ditinggal ayahnya sejak enam tahun lalu karena mengalami penyakit komplikasi sehingga nyawanya tidak bisa lagi diselamatkan meskipun sudah berobat ke sana ke mari.
Kedekatan dengan ayah yang begitu erat membuat luka kehilangan di hati Friska sulit untuk disembuhkan.
Meskipun begitu, ia berusaha menata hidupnya dan mimpi-mimpinya kembali secara perlahan.
Kini, ia baru saja lulus Sekolah Menengah Atas (SMA) dan sedang berjuang mati-matian mencari pekerjaan.
Jika sudah mendapatkan pekerjaan nantinya, ia akan menabung untuk mendaftar kuliah.
Sebab, Friska tidak mau lagi membebani ibunya yang selama ini berjuang seorang diri untuk ia dan kakak laki-lakinya.
Psikolog
dari Rumah Sakit (RS) Pondok Indah-Bintaro Jaya, Jane Cindy Linardi mengatakan, hidup tanpa seorang ayah memang bukan hal yang mudah untuk dilalui banyak orang, sehingga tidak heran bila julukan
fatherless
itu kini ramai dibicarakan.
”
Fatherless
merupakan kondisi di mana ayah tidak sepenuhnya hadir dalam pengasuhan anak dan tidak terlibat aktif dalam mendampingi anak, termasuk tidak meluangkan waktu bersama anak,” kata Jane saat dihubungi Kompas.com, Selasa.
Jane bilang, sosok ayah berperan penting dalam setiap pertumbuhan anak, baik itu laki-laki atau perempuan.
Tanpa adanya sosok ayah, anak akan tumbuh menjadi sosok yang mudah cemas dan kurang percaya diri.
Selain itu, juga cenderung sulit membangun relasi dengan orang lain.
Di sisi lain, anak yang tumbuh tanpa pendampingan ayah juga akan kehilangan
role model
-nya dalam menjalani kehidupan.
“Sosok ayah sangat penting untuk mengajarkan anak tentang keberanian, kepercayaan diri, dan sebagai
role model
tentang bagaimana menjadi pria dewasa (untuk anak laki-laki) dan
role model
tentang bagaimana seharusnya seorang pria memperlakukan pasangannya (untuk anak perempuan),” ungkap Jane.
Jika memang ayahnya meninggal dunia, maka ibu bisa mengambil peran dengan mendekatkan buah hatinya ke sosok laki-laki di keluarga, misalnya kakek, paman, kakak, dan lain sebagainya.
Selain itu, seorang ibu juga harus melatih anaknya berani mencoba hal baru dan mengeksplorasi banyak hal.
Jane mengatakan, untuk mengatasi persoalan
fatherless
, pemerintah juga harus mengambil peran agar tumbuh kembang generasi penerus bangsa bisa maksimal.
Salah satunya bisa dengan membuat kebijakan, seperti memberikan kesempatan untuk para ayah cuti ketika ibu melahirkan, serta mengizinkan tempat dan waktu kerja yang lebih fleksibel.
Dengan begitu, ayah dapat terlibat aktif dalam setiap tumbuh dan kembang anak sejak ia dilahirkan ke dunia.
“Namun, tentu kembali lagi pada profesi apa yang dijalani oleh setiap ayah, sebab tidak setiap profesi dapat menerapkan hal ini,” jelas Jane.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Jatuh Bangun Anak Fatherless Mengejar Mimpi: Berjuang Sendiri, Tanpa Apresiasi Megapolitan 29 Desember 2025
/data/photo/2025/07/17/6878d8a36ade8.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/11/03/6908c04434e88.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/6951d0e11820f.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/6951fbaab73ef.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/6951f5e58c062.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/29/6951cffae10f5.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)