Abadikini.com, JAKARTA – Kementerian Kehutanan mengungkap dugaan kuat praktik pembalakan liar yang merusak hulu DAS Batang Toru dan Sibuluan, Tapanuli Raya, yang dituding memperparah banjir dan longsor di Sumatra Utara. Temuan ini muncul setelah Ditjen Gakkum memetakan kerusakan tutupan hutan di lereng dan hulu yang diduga menjadi pemicu utama run-off ekstrem saat hujan lebat.
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan aliran material kayu yang terbawa banjir menjadi sinyal adanya pembukaan lahan dan penebangan ilegal.
“Ada pola yang konsisten: hutan di hulu dirusak, bencana di hilir langsung melonjak. Bahkan ada indikasi PHAT disalahgunakan sebagai kedok pembalakan liar,” kata Dwi, Sabtu (6/12/2025).
Tim Gabungan Gakkum sudah memasang papan larangan di lima lokasi terindikasi; dua di area PT TPL dan tiga di PHAT milik JAM, AR, dan DP. Sebanyak 12 subjek hukum korporasi dan individu masuk radar penyelidikan.
Kasus paling menonjol menyasar pemilik PHAT berinisial JAM. Empat truk bermuatan kayu tanpa dokumen SKSHH-KB diamankan PPNS Balai Gakkum Sumatera. JAM kini dijerat Pasal 83 ayat (1) huruf b jo. Pasal 12 huruf e UU 18/2013, dengan ancaman pidana 5 tahun dan denda Rp2,5 miliar.
Seluruh 12 pihak terkait dijadwalkan dipanggil pada 9 Desember 2025. Gakkum juga sudah menyegel area yang diduga jadi titik aktivitas ilegal untuk menjamin verifikasi lapangan dan pengamanan barang bukti.
Tidak hanya pidana kehutanan, Ditjen Gakkum turut mengkaji penerapan UU TPPU untuk menelusuri aliran uang dan menyita aset hasil kejahatan. Gugatan perdata berbasis UU Kehutanan juga disiapkan untuk memaksa pemulihan ekosistem yang rusak.
Kemenhut memastikan langkah penegakan hukum akan dibarengi pemulihan hulu DAS bersama Ditjen PDASRH, pemerintah daerah, dan masyarakat. Rehabilitasi vegetasi, pengendalian erosi, hingga penataan alur sungai masuk rencana pemulihan jangka panjang.
“Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini persoalan keselamatan publik,” tegas Dwi.





