Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Diduga Kirim Bocah Ukraina ke Korut, Rusia Banjir Kecaman

Jakarta

Dua anak Ukraina disebut-sebut dikirim ke sebuah kamp untuk anak-anak elite Korea Utara. Kedua anak itu dipandang sejumlah analis sebagai pion dalam perang propaganda yang dijalankan Moskow dan Pyongyang. Sementara itu, seorang aktivis HAM mengatakan kedua anak tersebut adalah korban kejahatan perang.

Pemindahan keduanya terungkap dalam kesaksian di hadapan subkomite Kongres AS pada 3 Desember yang disampaikan Kateryna Rashevska, pakar hukum dari Regional Center for Human Rights (RCHR) Ukraina.

Kedua anak tersebut adalah Misha, 12 tahun, dari wilayah Donetsk yang diduduki Rusia, dan Liza, 16 tahun, dari Simferopol, ibu kota Krimea. Mereka termasuk di antara lebih dari 19.500 anak Ukraina yang menurut Kyiv ‘diculik’ dari wilayah Ukraina yang berada di bawah kendali Rusia.

Sebagian besar dari 165 kamp anak yang didokumentasikan RCHR berada di Rusia dan Belarus. Namun, kedua negara tampak mempererat hubungan mereka sejak invasi besar-besaran Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

Sebagai bagian dari persekutuan baru antara kedua negara, Korea Utara memasok amunisi dan pasukan untuk perang di Ukraina, sementara Rusia membalas dengan bantuan pangan, bahan bakar dan teknologi militer.

Aktivis HAM kecam langkah ‘propaganda’

“Mengapa ini penting?” ujarnya. “Karena dalam kasus ini, Rusia memanfaatkan anak-anak Ukraina untuk kepentingan propagandanya. Mereka ditampilkan sebagai semacam ‘duta Rusia’ untuk diplomasi anak dan remaja.”

“Mereka menggunakan anak-anak kami untuk membangun kemitraan strategis dengan negara yang oleh AS ditetapkan sebagai sponsor terorisme, dan pada kenyataannya, ikut dalam kejahatan agresi terhadap tanah air anak-anak ini, terhadap Ukraina. Itu sama sekali tidak bisa diterima.”

Setelah Uni Soviet runtuh, kamp ini bergeser menjadi tempat menginap anak-anak pejabat tinggi Korea Utara. Sejak hubungan Moskow dan Pyongyang kembali menghangat, kamp ini juga menerima anak-anak dari luar negeri.

Kamp menanamkan propaganda sejak dini

“Bentuknya sedikit mirip seperti kamp pramuka, tetapi dengan keluarga Kim sebagai pusatnya,” kata Dan Pinkston, profesor hubungan internasional di Troy University kampus Seoul, yang pernah mengunjungi fasilitas itu pada 2013.

“Bagi anak-anak Korea Utara, kamp ini hampir seperti ritus kedewasaan. Mereka bisa melakukan berbagai aktivitas rekreasi, tetapi semua itu dibarengi porsi besar propaganda dan indoktrinasi. Ada poster, papan informasi dan slogan yang menyerang imperialisme.”

“Tetapi, yang menarik adalah bagaimana Korea Utara dan Rusia kini semakin sering bekerja sama, termasuk mengatur kunjungan wisatawan, pebisnis, dan kini pelajar,” tambahnya.

Pinkston menilai dua anak Ukraina yang dikirim ke Korea Utara mungkin bagian dari percobaan untuk melihat dampak indoktrinasi yang dibungkus sebagai ‘penghargaan’ atas perilaku baik mereka.

“Ini semua bagian dari proses ‘Russifikasi’ terhadap anak-anak ini dan saya memperkirakan kunjungan serupa bisa bertambah ke depannya,” katanya.

Analis lain melihatnya hanya sebagai propaganda. Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional asal Rusia di Kookmin University, Seoul, menyebut kunjungan itu sebagai “manipulasi yang sangat terang-terangan.”

Apa pun motif Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un dan Presiden Rusia Vladimir Putin, Rashevska menegaskan komunitas internasional perlu berbuat lebih banyak untuk melindungi anak-anak Ukraina.

‘Perlakuan tidak manusiawi’

“Bagi rezim Kim Jong Un, ini adalah cara yang lebih halus dan dapat diterima publik untuk memperdalam ‘kemitraan strategis’ dengan Rusia melalui ‘diplomasi anak’,” katanya.

“Bagi Rusia, langkah ini efektif karena anak-anak dibawa ke negara yang kondisi hak asasi manusianya bahkan lebih buruk daripada Rusia. Tidak ada internet, tidak ada ponsel, tidak ada kemungkinan tetap menjalin kontak setelah pulang.”

“Bahkan jika hanya satu anak yang terdampak. Bahkan jika hanya dua anak yang terdampak. Karena mereka adalah anak-anak kami. Anak bukan angka statistik. Anak bukan alat untuk mengguncang opini publik,” kata Rashevska.

“Anak adalah masa depan kita. Dan masa depan itu seharusnya milik kita, tetapi telah dicuri. Itu perlu disuarakan.”

Desakan pengembalian anak-anak Ukraina

Majelis Umum PBB pekan lalu menyerukan pengembalian segera dan tanpa syarat anak-anak Ukraina yang “dipindahkan secara paksa” ke Rusia.

Majelis mengadopsi resolusi tidak mengikat yang menuntut “Federasi Rusia menjamin pemulangan segera, aman dan tanpa syarat semua anak Ukraina yang telah dipindahkan atau dideportasi secara paksa.”

Resolusi itu juga mendesak Moskow untuk menghentikan tanpa penundaan praktik pemindahan paksa, deportasi, pemisahan dari keluarga dan wali, perubahan status pribadi termasuk melalui kewarganegaraan, adopsi, atau penempatan di keluarga asuh, serta indoktrinasi terhadap anak-anak Ukraina.

Kementerian Luar Negeri Rusia mengatakan resolusi tersebut memuat tuduhan yang mereka nilai berlebihan terhadap Rusia dengan menuduhnya mendeportasi anak-anak Ukraina, berbicara tentang ‘adopsi paksa’ dan upaya menghapus identitas mereka.

“Rusia kembali menegaskan bahwa tuduhan deportasi anak-anak Ukraina tidak berdasar dan menyesatkan,” menurut pernyataan kementerian itu.

“Ini sepenuhnya soal mengevakuasi anak-anak dari zona pertempuran ketika nyawa mereka terancam.”

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Jerman
Diadaptasi oleh Rivi Satrianegara
Editor: Rizki Nugraha

(ita/ita)