Di Ujung Jakarta, Air Bersih Masih Jadi Barang Mahal bagi Warga Muara Angke
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Air bersih menjadi kebutuhan pokok setiap orang yang harus terpenuhi untuk menunjang kehidupan.
Karena itu, pemerintah memiliki peran penting dalam memastikan masyarakat mendapatkan akses
air bersih
yang layak.
Akan tetapi, sampai kini belum semua wilayah memiliki akses air bersih yang memadai, salah satunya di
Muara Angke
, Jakarta Utara.
Di kawasan padat penduduk ini, air bersih masih tergolong mahal dan sulit diakses karena belum seluruh rumah terhubung dengan jaringan air perpipaan.
Alhasil, warga terpaksa harus membeli air bersih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Biasanya, ia membeli dua pikul atau empat jeriken per hari. Satu jeriken berisi sekitar 20 liter dan dibanderol seharga Rp 3.000.
“Harga satu pikul Rp 6.000 itu dua drigen. Saya minim beli dua pikul per hari berarti Rp 12.000,” ucap Mulyanto saat diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Jumat (28/11/2025).
Dalam sebulan, ia harus mengeluarkan sekitar Rp 360.000 hanya untuk membeli air bersih.
Selama ini, Mulyanto mengaku belum pernah mencoba memasang sambungan air PAM. Ia melihat beberapa pabrik di sekitar Muara Angke sempat menggunakan PAM, tetapi tidak bertahan lama karena kualitas air yang dinilai kurang baik.
“Kalau saya belum pernah coba pasang PAM, tapi PT-PT udah pernah coba tapi enggak lama dicopot, gantinya pakai air yang pakai tangki, karena mungkin kualitas airnya kurang bagus juga,” tutur Mulyanto.
Hal serupa juga dialami pedagang ikan bernama Suharto (60). Ia mengaku bisa menghabiskan biaya hingga Rp 1.000.000 per bulan untuk membeli air bersih.
“Tergantung kadang kalau ikannya banyak ya bisa jutaan kayak Rp 1 juta, tapi bisa juga Rp 500.000,” tutur Suharto.
Ia terpaksa membeli air bersih dari pedagang keliling karena di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muara Angke tidak tersedia air bersih.
Pihak pengelola hanya menyediakan air laut untuk membersihkan lapak atau hasil tangkapan.
Sementara itu, dagangan udang tambak milik Suharto tidak bisa dibersihkan dengan air asin sehingga harus menggunakan air tawar.
“Jadi, pas datang kan itu dalam fiber masih ada esnya ya udah itu harus disiram. Tujuannya pertama, supaya es yang ada di udang itu timbul dan kita buang, terus masalah di udang warnanya jadi cerah dan licin jika disiram air bersih,” tutur Suharto.
Dalam sehari, ia membutuhkan sekitar satu hingga dua gerobak air bersih. Satu gerobak berisi 20 jeriken, dengan masing-masing jeriken berkapasitas 20 liter. Harga satu jeriken berkisar Rp 3.000.
Menurut Suharto, mahalnya harga air bersih cukup memberatkan warga dan pedagang. Namun, mereka tidak memiliki pilihan lain selain membeli dari pedagang keliling.
Kondisi inilah yang membuat pedagang air bersih gerobakan masih terus bertahan di Muara Angke. Salah satunya adalah Suhendar (50) yang sudah 15 tahun menjalani usaha tersebut.
Ia mengaku sebagian besar pelanggannya berasal dari kalangan pedagang kaki lima dan pedagang ikan.
“Ini kan masih banyak konsumen yang membutuhkan. Buat nyuci, buat minum juga, tapi banyakan dipakai sama warung kaki lima pinggir-pinggir jalan, kan dia enggak ada air, ke pelelangan juga karena airnya asin,” tutur Suhendar.
Pedagang lain, Edi (60), juga mengaku mendapatkan air dari pemasok yang sama.
“Bayar ke bosnya sekitar Rp 15.000 per gerobak,” ujar Edi.
Pria asal Tasikmalaya, Jawa Barat, itu mengaku menjual air bersih dengan harga berbeda-beda tergantung jarak lokasinya.
Jika lokasinya jauh, ia menjual air bersihnya seharga Rp 6.000 per pikul atau dua jeriken. Sementara jika lokasinya dekat, harganya hanya Rp 5.000 per pikul.
Akan tetapi, harga air bersih tersebut sering kali dinilai mahal oleh pedagang dan warga yang membelinya.
“Makanya kan di sini ada yang protes kok air mahal banget saya bilang ini kan pakai tenaga diantarnya, lama-lama mereka mengerti,” ucap Edi.
Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta menyebut 88 persen rumah di RW 22, Kampung Nelayan, Muara Angke, belum memiliki akses air bersih.
Dari sekitar 1.700 rumah yang berpotensi disambung jaringan PAM, baru sekitar 200 rumah yang mendaftar.
“Saat ini baru sekitar 200 rumah yang telah mendaftar sambungan baru. Artinya, sekitar 1.500-an rumah atau 88 persen dari total potensi belum terdaftar sambungan perpipaan,” Ketua Subkelompok Pengendalian dan Penyediaan Air Bersih-Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih, Dinas Sumber Daya Air Provinsi DKI Jakarta, Maman Supratman saat diwawancarai
Kompas.com
di kantornya, Kamis.
Selama ini, mayoritas warga memang masih mengandalkan air dari pedagang gerobakan.
Dinas SDA menilai, air di wilayah Muara Angke, baik dari sungai maupun laut tidak layak dikonsumsi langsung.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta tahun 2024, sejumlah parameter seperti suhu, kekeruhan, TSS (
Total Suspended Solids
), pH, DO (
Dissolved Oxygen
), amonia, dan nitrat tidak memenuhi baku mutu.
Kondisi air yang tak layak dikonsumsi itu lah yang membuat warga terus mengandalkan air bersih dari pedagang gerobakan.
“Banyak yang terpaksa membeli air dari pedagang keliling atau jeriken karena air tanah atau air sumur di kawasan pesisir cenderung payau, keruh, atau berasa asin,” ucap Maman.
Selain kualitas air yang buruk, terdapat berbagai kendala dalam penyediaan air bersih di Muara Angke.
Kepadatan permukiman menyulitkan pemasangan jaringan pipa, sementara banjir rob dan penurunan muka tanah juga memperparah kondisi.
“Pencemaran limbah domestik dan aktivitas pelabuhan. Lalu, ketergantungan masyarakat pada air sumur dan air jualan,” ujar Maman.
Lalu, keterbatasan infrastruktur dan minimnya jaringan perpipaan juga menjadi kendala.
Masih mahalnya air bersih di Muara Angke membuat PT Perusahaan Air Minum (PAM) Jaya terus melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan cakupan layanan air minum perpipaan hingga 100 persen bagi seluruh warga DKI Jakarta.
“Berbagai upaya PAM JAYA lakukan yaitu dengan melakukan pemasangan jaringan air minum perpipaan secara langsung ke rumah-rumah warga agar masyarakat dapat mengakses air secara mudah,” ungkap Senior Manager Corporate & Customer Communication Gatra Vaganza.
Dengan memperbanyak jaringan perpipaan, warga di Muara Angke tidak harus mengeluarkan biaya mahal hanya demi mendapatkan air bersih.
Pasalnya, PAM Jaya mengusahakan agar tarif terendah untuk pelanggannya sekitar Rp 1.000 per meter kubik atau setara dengan Rp 1 per liter
Tarif itu ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri mengenai standar kebutuhan pokok air sebesar 10 meter kubik per keluarga per bulan, sehingga estimasi biaya penggunaan untuk pelanggan rumah tangga sederhana berkisar sekitar Rp 100.000 per bulan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Di Ujung Jakarta, Air Bersih Masih Jadi Barang Mahal bagi Warga Muara Angke Megapolitan 2 Desember 2025
/data/photo/2025/12/01/692d4ecddc3cb.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/28/692996b0e34c8.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5402736/original/012713600_1762270978-IMG_4324.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/05/09/681d97d3f04fa.png?w=250&resize=250,140&ssl=1)

/data/photo/2021/02/11/6024c5b6d9ffc.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/06/69339b3d46a34.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/09/22/68d0a676239cb.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2024/12/06/67527840768a0.png?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2017/12/20/1716285305.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2023/11/08/654b347a94825.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)