Bunga Selangit, Proses Sekejap: Jerat Bank Keliling yang Masih Diandalkan Warga Jakarta
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Praktik bank keliling, yang sering disebut “Bangke”, masih terus eksis di kota-kota besar Indonesia, termasuk Jakarta.
Bank keliling
merupakan layanan
pinjaman uang
informal yang biasanya dikelola oleh individu atau kelompok dengan modal tertentu. Mereka menawarkan jasa pinjaman ini dari rumah ke rumah warga.
“Macam-macam ada yang punya pribadi atau punya kantor gitu. Yang sendiri itu punya modal sendiri,” ucap salah satu bos bank keliling, Carlos (38), saat diwawancarai
Kompas.com
di wilayah Cilincing, Jakarta Utara, Senin (8/12/2025).
Biasanya, petugas bank keliling beroperasi menggunakan sepeda motor agar mudah menjangkau permukiman padat di Jakarta.
Mereka menawarkan jasa pinjaman kepada ibu-ibu rumah tangga atau pedagang yang membutuhkan modal.
Carlos mengatakan, rata-rata bunga pinjaman dari bank keliling sekitar 20–30 persen per bulan. Biasanya, pinjaman awal untuk nasabah baru tidak lebih dari Rp 1.000.000.
Jika pembayaran pinjaman awal lancar, jumlah pinjaman berikutnya akan ditambah.
“Kalau benar bayarnya nambah, enggak ada maksimalnya, paling gede bisa mencapai Rp 50 juta. Kalau kayak gitu bayarnya mingguan itu bayarnya sekitar Rp 2,5 juta,” tutur Carlos.
Petugas bank keliling lain, Roni (bukan nama sebenarnya, 24), mengatakan besaran pinjaman disesuaikan dengan usaha yang dimiliki nasabah.
Apabila usaha yang dimiliki seorang nasabah berupa warung es, pinjaman awal yang bisa diberikan hanya sekitar Rp 1.000.000. Bunga di jasa bank keliling Roni senilai 20 persen.
“Kalau bunganya pokoknya bayar Rp 40.000 selama 30 hari,” ucap Roni.
Roni bilang, gaji para petugas bank keliling sesuai dengan berapa banyak nasabah yang didapatkan.
“Tergantung berapa banyak yang minjam dikali lima persen. Semakin banyak nasabah semakin besar gajinya,” ujar Roni.
Hal tersebut mendorong para petugas bank keliling untuk mencari nasabah sebanyak-banyaknya.
Biasanya mereka kembali menawarkan pinjaman kepada nasabah yang cicilannya sudah hampir lunas. Jika jumlah nasabah berkurang, pendapatan petugas bank keliling akan menurun.
Roni mengaku saat ini memiliki sekitar 80 nasabah di berbagai wilayah Jakarta Utara, di antaranya Warakas, Koja, dan Cilincing.
Setiap hari, ia mendatangi seluruh nasabah tersebut ke rumah atau tempat usaha mereka.
Selain menawarkan dari rumah ke rumah, bank keliling juga menjerat nasabah melalui persyaratan yang mudah.
Roni mengatakan, untuk mengajukan pinjaman uang ke dirinya, prosesnya sangat instan dan dalam waktu satu hari bisa dilakukan pencairan.
“KTP aja, yang penting ada KTP aja,” tutur Roni.
Selain KTP, nasabah perlu melakukan tanda tangan sebelum uang pinjaman dicairkan.
Persyaratan yang mudah dan pencairan cepat membuat warga Jakarta bergantung pada bank keliling.
“Kalau itu kan tinggal kasih KTP, tanda tangan, udah kasih,” ucap warga Koja bernama Darto (47).
Darto menilai, dengan proses pinjaman yang mudah, kehadiran bank keliling cukup membantu dirinya ketika terdesak ekonomi.
“Kadang buat sekolah, kadang buat biaya-biaya yang mendadak enggak tak terduga. Paling ngomong hari ini syaratnya KTP doang, terus langsung kasih,” jelas Darto.
Sama seperti Darto, warga lain bernama Ria (58) juga pilih mengandalkan bank keliling ketika terdesak ekonomi karena persyaratan yang mudah.
“Ya, karena persyaratan mudah, mereka datang sendiri ke rumah, cuma modal KTP aja,” tutur Ria.
Ria mengaku terpaksa meminjam uang ke bank keliling ketika ada keperluan mendadak. Uang yang dipinjam hanya sekitar Rp 500.000.
Dari jumlah uang pinjaman itu, biasanya ia mencicil selama satu bulan dengan membayar Rp 25.000 per hari.
Jadi, apabila ditotal secara kesuluruhan, bunga pinjaman dari bank keliling yang dipakai Ria sekitar 20 persen.
Pengamat Ekonomi dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menilai eksistensi bank keliling karena kredit dari bank resmi sulit diakses masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Salah satu masalah yang dialami oleh masyarakat Indonesia, khususnya UMKM dan kalangan menengah ke bawah adalah
credit gap
. Permintaan kredit tinggi, namun penawaran dari institusi formal, seperti perbankan, terbatas,” ungkap Nailul kepada
Kompas.com
, Senin (8/12/2025).
Menurut Nailul, perbankan dengan peraturan ketat tidak boleh memberikan kredit kepada masyarakat berisiko tinggi.
“Sedangkan, banyak masyarakat kita yang masih berisiko tinggi dalam hal kredit. Bahkan, banyak yang belum memiliki rekening dan historis keuangan yang mencukupi atau istilahnya masih
unbankable
,” jelas Nailul.
Imbasnya, banyak masyarakat yang mencari pinjaman alternatif lewat bank keliling karena syaratnya lebih mudah dan proses pencairan yang cepat.
Kebutuhan mendesak membuat masyarakat tetap mengandalkan bank keliling meski bunganya mencapai 30 persen per bulan.
Nailul bilang, sejauh ini praktik bank keliling di Indonesia berjalan tanpa adanya regulasi karena dikelola oleh individu, bukan lembaga tertentu.
“Ada yang butuh, dan ada yang menawarkan, maka terciptalah “pasar”. Pun diregulasi, hanya untuk pasal penipuan jika ada kasus penipuan di transaksi tersebut. Aktivitas ini tidak bisa diregulasi, yang ada hanya menciptakan penawaran lainnya,” ungkap Nailul.
Nailul bilang, saat ini sebenarnya sudah banyak pinjaman
online
yang bunganya lebih rendah sehingga seharusnya bisa mengurangi eksistensi bank keliling karena keduanya memiliki pangsa pasar serupa.
Namun, karena banyak masyarakat yang belum mahir menggunakan teknologi, maka mereka tetap bergantung dengan bank keliling.
Bunga besar yang menjerat masyarakat tidak boleh diabaikan, sehingga pemerintah perlu mengambil tindakan.
“Dibatasi operasinya karena merugikan, tapi memang tidak bisa dijerat seenaknya,” ujar Nailul.
Pemerintah tidak bisa menjerat praktik bank keliling yang menyimpang dengan pidana karena bisnis itu dijalankan oleh per orangan, bukan lembaga.
Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyarankan agar ada regulasi yang mengatur beroperasinya bank keliling.
“Saya pikir penting untuk diatur regulasinya paling tidak bisa memberikan kepastian bagi masyarakat kalau bank keliling itu memang aman,” jelas Tauhid kepada
Kompas.com
, Senin.
Dengan regulasi, bunga
pinjaman bank keliling
bisa dibatasi agar tidak terlalu tinggi. Namun, regulasi tidak mudah diterapkan karena bank keliling dikelola individu.
Pemerintah perlu menjadikan mereka lembaga formal terlebih dahulu.
Selain itu, pemerintah harus mendorong koperasi atau lembaga sosial seperti RT dan RW untuk menjalankan praktik simpan pinjam kolektif dengan sistem tanggung renteng.
“Lembaga-lembaga sosial, adat, lembaga keuangan mikro yang ada dikelola di tingkat kelurahan, desa, itu yang bisa katakan lah menjadi perbankan lokal yang masih bisa beroperasi dengan skala yang lebih mikro dan bisa diatur dengan lembaga pemerintah,” tutur Tauhid.
Dengan adanya koperasi simpan pinjam, warga tidak lagi bergantung pada bank keliling saat terdesak ekonomi.
Pemerintah juga perlu meningkatkan literasi keuangan masyarakat agar memahami risiko bank keliling atau pinjaman
online
.
Selain itu, bank formal harus menyediakan akses pinjaman lebih mudah di tingkat RT dan RW.
“Paling penting adalah penyadaran harus ada perbaikan akses dari lembaga formal atau bank-bank besar untuk masuk ke wilayah lebih kecil atau mikro, katakan lah unit layanan yang sifatnya pada level RT dan RW mungkin bisa mengakses market mereka,” jelas Tauhid.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Bunga Selangit, Proses Sekejap: Jerat Bank Keliling yang Masih Diandalkan Warga Jakarta Megapolitan 9 Desember 2025
/data/photo/2025/12/08/6937007bab2f4.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5260403/original/013953000_1750577328-Screen_Shot_2025-06-22_at_14.24.23.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)


/data/photo/2024/08/07/66b31db738291.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/69375abbb067c.jfif?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/11/13/6915c0807114a.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/6937905aea077.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/09/69378ea9dcf23.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)