Abadikini.com, JAKARTA – Negara-negara BRICS kembali melontarkan kritik keras terhadap praktik proteksionisme global. Dalam pertemuan virtual yang dipimpin Brasil pada Senin (8/9) Presiden Luiz Inacio Lula da Silva menuding adanya “pemerasan tarif” yang dianggap ilegal dan merugikan negara-negara berkembang.
“Negara kami menjadi korban kebijakan perdagangan yang tak berdasar. Tarif dipakai sebagai alat untuk menaklukkan pasar sekaligus menekan kedaulatan bangsa lain,” tegas Lula tanpa menyebut langsung Amerika Serikat sebagai pihak yang dimaksud.
Rapat daring itu dihadiri para pemimpin China, Mesir, Indonesia, Iran, Rusia, dan Afrika Selatan. Sejumlah pejabat tinggi, termasuk Putra Mahkota Abu Dhabi Khaled bin Mohamed bin Zayed, Menteri Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar, serta Wakil Perdana Menteri Ethiopia Hadera Abera, turut bergabung.
Lula memperingatkan bahwa praktik sanksi ekstrateritorial justru melemahkan institusi global. Menurutnya, sanksi sekunder membatasi kebebasan negara-negara berkembang dalam menjalin perdagangan dengan mitra strategis. Ia mendorong penguatan integrasi ekonomi dan keuangan antaranggota BRICS sebagai jalan keluar dari tekanan proteksionisme.
Brasil menegaskan, aliansi BRICS kini merepresentasikan sekitar 40 persen PDB dunia, 26 persen perdagangan internasional, dan hampir separuh populasi global. Dengan basis itu, negara-negara Selatan diyakini mampu menawarkan model pembangunan alternatif sekaligus mencegah kembalinya ketegangan ala Perang Dingin.
Nada serupa disampaikan Presiden China Xi Jinping. Ia menyoroti meningkatnya hegemonisme, unilateralisme, dan proteksionisme yang mengancam ekonomi global. “Perang dagang dan tarif sepihak yang dilancarkan sejumlah negara telah merusak hukum perdagangan internasional,” ujar Xi.
Tarif tinggi dari Amerika Serikat terhadap India, Brasil, dan China belakangan memang memicu gejolak di pasar negara berkembang. Meski demikian, Presiden Rusia Vladimir Putin memilih nada diplomatis. Dalam keterangan resmi Kremlin, ia hanya menegaskan bahwa BRICS membahas isu kerja sama di bidang perdagangan, investasi, keuangan, dan sektor lain.
Sementara itu, Presiden Iran Masoud Pezeshkian mendorong pembentukan “front bersama BRICS” untuk melawan sanksi Barat. Menurutnya, dinamika global saat ini tidak hanya mengancam kedaulatan negara-negara merdeka, tetapi juga menghambat kerja sama internasional dan membuat pembangunan berkelanjutan semakin sulit dicapai.











