Berburu Hoki di Jembatan Item, Cerita Pembeli hingga Kolektor Mencari Barang Langka
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Aktivitas jual beli barang bekas di kawasan Pasar Loak Jatinegara atau yang lebih dikenal sebagai Pasar Jembatan Item, Jatinegara, Jakarta Timur, masih terus berlangsung sejak pagi hingga sore.
Meski perubahan zaman membuat banyak transaksi beralih ke platform digital, kawasan ini tetap menjadi tujuan sejumlah pembeli, pemburu barang langka, hingga kolektor yang berharap menemukan “hoki” berupa barang istimewa dengan harga terjangkau.
Berdasarkan pengamatan
Kompas.com,
Rabu (10/12/2025), berbagai lapak memenuhi sepanjang
Jembatan Item
, mulai dari penjual yang menempati kios atau ruko permanen hingga pedagang yang menggelar dagangan di atas terpal biru di tepi jalan.
Suasana tawar-menawar berlangsung nyaris tanpa henti, sementara lalu lalang kendaraan dan pejalan kaki membuat ruang semakin sempit.
Di tengah hiruk-pikuk itu, para pembeli datang dengan tujuan berbeda. Sebagian mencari kebutuhan sehari-hari dengan harga murah, sebagian lagi memburu barang langka yang sulit ditemukan di tempat lain.
Ardiansyah (32), warga Cipinang, Jakarta Timur, mengaku rutin mendatangi kawasan Jembatan Item setidaknya dua kali dalam sebulan.
Ia biasanya datang pada akhir pekan untuk mencari kebutuhan rumah tangga atau barang elektronik kecil.
“Saya ke sini karena harganya bisa jauh lebih murah dibanding beli baru,” ujar Ardiansyah saat ditemui langsung.
Ia mencontohkan, adaptor kamera yang ia butuhkan dibanderol Rp 35.000 oleh salah satu pedagang, sementara adaptor serupa dijual sekitar Rp 100.000 di toko resmi.
Menurut Ardiansyah, sebagian besar barang yang ia cari bukan barang bermerek mahal, melainkan barang fungsional yang masih layak dipakai.
Ia menyebut, pasar loak memberikan alternatif bagi masyarakat dengan keterbatasan anggaran.
“Kadang memang harus lebih teliti, dicek satu-satu, tapi kalau cocok ya lumayan hemat,” ucap dia.
Menurut Ardiansyah, datang ke pasar loak memiliki sensasi tersendiri.
“Walaupun ramai dan panas, suasananya beda. Kita bisa ketemu barang aneh-aneh yang enggak ada di mall. Tinggal pintar-pintar milih,” kata dia.
Pedagang di kawasan ini cukup terbuka jika pembeli ingin menawar.
“Tinggal negosiasi saja. Biasanya kalau barang sudah agak lama enggak laku, mereka kasih diskon,” jelasnya.
Berbeda dengan Ardiansyah, pembeli lain bernama Aldi (41) datang ke Pasar Jembatan Item dengan tujuan sangat spesifik.
Ia sedang mencari suku cadang untuk kamera analog yang sudah tidak diproduksi lagi.
“Saya ke sini karena beberapa kali dapat
part
kamera yang sudah susah dicari. Barangnya kadang enggak sengaja ditemuin, jadi ya tergantung hoki,” ujar Aldi.
Ia menyebut, banyak pedagang di Jembatan Item menjual barang hasil bongkaran atau part kecil yang diperoleh dari lelang barang bekas, kurir ekspedisi, hingga rumah tangga.
“Ada juga barang-barang ekspor yang rusak ringan lalu dijual kiloan. Dari situ kadang saya dapat komponen yang masih bagus,” katanya.
Menurutnya, harga suku cadang langka bervariasi. Untuk
gear
kamera atau komponen
shutter
mekanik, ia pernah membeli dengan harga Rp 20.000 hingga Rp 150.000 tergantung kondisi.
“Ada risiko beli barang rusak, tapi ya itu bagian dari perburuannya,” ujar Aldi.
Ia menilai, pasar loak seperti Jembatan Item menyediakan kesempatan bagi hobi tertentu untuk tetap hidup.
“Kalau enggak ada pasar seperti ini, banyak kolektor atau penggemar barang tua bakal kesulitan cari part,” ucapnya.
“Setiap minggu saya ikut lelang. Barang campuran, mulai dari elektronik, alat rumah tangga, sampai barang impor rusak ringan,” ujar Yanto.
Barang-barang yang masih layak dijual ia bersihkan, diuji, lalu ditata di etalase kecil di tokonya.
Sementara barang yang rusak berat biasanya dijual per kilo sebagai barang rongsokan atau
sparepart.
“Kadang pembeli justru cari barang rusak buat diambil komponennya,” katanya.
Yanto mengungkapkan, pembeli di lapaknya sangat beragam.
“Ada pembeli harian yang cari kebutuhan rumah, ada mahasiswa, ada juga kolektor yang datang tiba-tiba,” ujarnya.
Menurutnya, penjualan harian tidak selalu stabil.
“Kalau hari ramai bisa dapat Rp 700.000 sampai Rp 1 juta. Kalau sepi, ya Rp 200.000 juga sudah syukur,” ujarnya.
Ia menambahkan, pasar loak kini menghadapi tantangan dari penjualan online.
“Banyak barang bekas sekarang larinya ke
marketplace.
Tapi tetap ada yang datang ke sini karena ingin lihat langsung barangnya,” kata Yanto.
Meskipun demikian, Yanto menilai keberadaan Jembatan Item tetap penting sebagai ruang transaksi informal yang sulit digantikan.
“Buat orang yang nyari barang unik, enggak ada lawan tempat ini,” ujarnya.
Selain pedagang ruko seperti Yanto, terdapat pula pedagang lapak terpal yang biasanya hanya menggelar dagangan seadanya di atas tanah.
Salah satunya adalah Ucup (38), pedagang yang sudah 10 tahun berjualan barang campuran.
Barang dagangannya meliputi charger bekas, kabel, onderdil kecil, jam tangan rusak, kamera film tua, dan barang elektronik dalam berbagai kondisi.
“Barang saya dapat dari pembeli barang rongsokan dan sisa lelang kiloan,” ujar Ucup.
Ia menuturkan, setiap hari ia menata barangnya berdasarkan jenis, namun menjelang siang lapak biasanya kembali acak karena banyak pembeli membongkar tumpukan.
Menurutnya, pembeli di lapaknya sangat beragam, tetapi banyak dari mereka adalah pemulung barang hobi atau teknisi kecil-kecilan.
“Biasanya yang datang ke saya tahu apa yang dicari. Mereka bongkar satu-satu sampai ketemu part yang cocok,” katanya.
Harga barang di lapaknya dimulai dari Rp 5.000 hingga Rp 50.000.
“Barang kecil biasanya dihargai murah. Kalau ada
part
bagus, baru naik harga,” ujarnya.
Meski lapak terpal sering dianggap sektor termiskin di rantai perdagangan pasar loak, Ucup menyebut kadang ia pun mendapat keuntungan tak terduga.
“Pernah dapat jam tangan rusak, saya jual Rp 30.000. Ternyata pembelinya bilang itu jam langka, dibenerin bisa mahal. Namanya rezeki,” katanya.
Ridhamal Barkah, kolektor
barang antik
, menilai bahwa kualitas barang yang dijual di Pasar Jembatan Item saat ini berbeda dibanding beberapa tahun lalu.
“Barang bagus itu tidak pernah ada digelar di lapaknya. Sudah banyak yang diserap pedagang online,” ujarnya saat dihubungi.
Namun ia menilai Pasar Jembatan Item masih menarik bagi pembeli yang ingin mencari barang langsung di lapak.
“Orang yang pengin jalan-jalan sambil
hunting
biasanya ke sini karena barangnya baru turun dari kerombak dan belum dijamah pedagang online,” katanya.
Ridhamal menilai, pedagang pasar loak umumnya belum aktif berjualan di
marketplace,
sehingga pasar fisik tetap menjadi pilihan bagi sebagian pembeli yang mengandalkan pemeriksaan langsung terhadap kondisi barang.
“Menurut saya sih ke depannya juga pasti ada masa depannya lah, karena memang kebanyakan pedagang di pasar loak itu rata-rata tidak main di marketplace atau di online,” ucap dia.
Ia berharap aktivitas perdagangan tetap ramai agar pilihan barang tetap beragam.
“Harapannya sih tetap rame ya makin banyak juga yang dagang Jadi makin seru,” kata dia.
Di tengah perubahan belanja digital, tempat ini tetap menarik bagi pembeli yang mencari pengalaman langsung, harga murah, atau kemungkinan menemukan barang langka yang “berhoki”.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Berburu Hoki di Jembatan Item, Cerita Pembeli hingga Kolektor Mencari Barang Langka Megapolitan 12 Desember 2025
/data/photo/2025/12/11/693a22d6aa42a.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/09/02/68b63b0e6a337.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693b8303f025b.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/11/693a83d92a83d.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693b4e85aacb3.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/12/693b71a8b93dd.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)