Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Berbagai Cara Gaji Cekak Bisa Beli Rumah di Jogja – Page 3

Liputan6.com, Jakarta – Tidak cuma warga Jogja dengan pendapatan setara upah minimum regional (UMR) Yogyakarta yang kesulitan membeli rumah. Pekerja bergaji di atas UMR pun mengeluh sulit mengejar harga rumah di Yogyakarta yang terus-terusan naik.

Seperti diceritakan oleh Mubarok. Pria 28 tahun yang bekerja sebagai digital marketing di Kota Jogja ini. Dia merasa harga rumah masih sangat tinggi, meski gajinya Rp 4 juta per bulan.

“Model KPR itu cicilannya berat banget. Belum lagi bunganya. Terus kalau ada PHK, khawatir tidak bisa melanjutkan, gimana mau ngelunasin,” kata Mubarok, yang merupakan perantau asal Kabupaten Karawang itu.

“Beli rumah di tengah Kota Jogja memang susah, tapi mungkin di daerah-daerah pinggirannya bisa. Pengin cari sebenarnya, tapi paling mepet-mepet sama Purworejo yang mungkin lebih murah,” katanya.

Mubarok mengaku lebih tertarik dengan konsep rumah tumbuh yang menurutnya realistis untuk dibeli. Ia punya rencana untuk membangun rumah pelan-pelan, hingga layak ditempati bersama istri serta anak-anaknya kelak.

“Kecil enggak papa, buat aku. Asal murah dan aksesnya gampang. Nanti kan bisa tambah kamar, tambah dapur gitu,” kata Mubarok.

Meski peluang memiliki rumah di Jogja cukup kecil, bukan berarti tak bisa dibeli sama sekali. Aziz (35) jadi salah satu contoh pendatang yang berhasil mencicil rumah, walau sadar harganya tidak ramah.

“Harga rumahnya emang mahal banget. Nominalnya hampir sama kaya temanku di Bandung yang beli rumah, dengan kondisi ekonomi daerah yang sangat berbeda,” kata pria asli Cilacap itu.

Aziz menyebut, untuk bisa memiliki rumah di Jogja, harus pindah sana, pindah sini dalam bekerja. Mulanya, ia sempat menjadi karyawan di salah satu kantor dengan gaji di bawah UMR. Diakuinya sulit untuk menabung, apalagi beli rumah. Kemudian, ikhtiarnya menuntun untuk pindah ke perusahaan lain dengan gaji yang lebih tinggi.

Tak berhenti sampai di sana. Takdir lantas kembali menunjukkan jalan untuk meraih peluang yang lebih besar, dengan bekerja remote di perusahaan start up asal Jakarta. Kurang lebih 2 tahun Aziz mengadu nasib di start up tersebut, hingga badai PHK Covid-19 menerpa dirinya. Berbekal jerih payah sebelum efisiensi, juga dibantu usaha kuliner sang istri, rumah dengan harga yang dianggap masuk akal lantas bisa dicicil.

“Waktu itu surveinya ke Bantul sampai Klaten tiap Sabtu-Minggu selama 5 bulan. Dari sana, dapatlah di Ngaglik yang paling murah waktu 2022. Per meternya di harga Rp 1,7 juta yang akhirnya saya pilih,” kata Aziz.