Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Belanja Hulu Migas 2020–2025 Mencapai Rp 725 Triliun, TKDN 59 Persen

Liputan6.com, Jakarta – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, total nilai kontrak belanja hulu migas sepanjang 2020-2025 mencapai Rp 725 triliun.

Dari jumlah tersebut, lebih dari separuh belanja hulu migas mengalir ke dalam negeri. Porsinya mencapai 59 persen atau setara Rp 388 triliun melalui skema Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Total nilai kontrak untuk periode tahun 2020 sampai dengan 2025 adalah sebesar Rp 725 triliun. Selama periode lima tahun tersebut, nilai komitmen TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri) yang diberikan untuk industri dalam negeri mencapai 59%, atau setara dengan Rp 388 triliun. Ini merupakan angka belanja hulu migas dari tahun 2020 hingga 2025,” kata Vice President Bidang Dukungan Bisnis SKK Migas Maria Kristanti dalam Media Briefing yang digelar di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (23/12/2025).

Maria menerangkan, angka itu menempatkan TKDN sebagai indikator kinerja utama SKK Migas dalam mendorong perputaran ekonomi nasional melalui industri energi.

“Salah satu KPI (key performance indicator) utama SKK Migas adalah TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Dampak dari TKDN ini sangat krusial karena prinsipnya adalah “dari kita, untuk kita, dan untuk negara kita, Merah Putih,” ucapnya.

Dalam proyeksi sampai 2025, dia menerangkan, realisasi TKDN dibagi dua jalur. Proyek Strategis Nasional (PSN) dan non-PSN. Untuk PSN, angkanya masih di kisaran 22 persen. Sementara proyek non-PSN sudah menembus 60 persen.

Meski terdapat dinamika naik turun, Maria memastikan sektor hulu migas tetap menjadi kontributor terbesar dalam pencapaian TKDN nasional.

Dia mengatakan, efeknya terasa ketika belanja itu benar-benar turun ke daerah. Jawa Timur menjadi salah satu contoh wilayah yang merasakan dampak tersebut.

Berdasarkan data pengadaan hingga November 2024, total belanja hulu migas di Jawa Timur pada periode 2020–2025 mencapai sekitar Rp 9 triliun. Dari nilai itu, komitmen TKDN tercatat sebesar 63 persen.

“Berdasarkan data, Jawa Timur memegang peranan multiplier effect yang cukup signifikan dari hasil pencapaian TKDN yang dilakukan oleh SKK Migas,” ucap dia.

Dia menyebut, efeknya menyebar ke berbagai sektor. Usaha kecil dan menengah mencatat keterlibatan hingga 53 persen. Sektor medis di sekitar wilayah operasi mencapai 91 persen.

Komoditas utama dan penunjang migas berada di kisaran 57 persen. Sektor perhotelan dan akomodasi menembus 88 persen seiring meningkatnya aktivitas proyek, sementara penyerapan tenaga kerja mencapai 94 persen.

“Satu pabrik yang mendapatkan kontrak dari KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) pasti akan menambah jumlah pekerjanya karena ada proyek strategis nasional yang harus segera diselesaikan,” ucap dia.

Sementara itu, sektor transportasi juga terdongkrak dengan capaian 83 persen.Secara tahunan, tender hulu migas di Jawa Timur sempat mencatatkan capaian tertinggi pada 2024.

Namun pada 2025 angkanya turun menjadi 55 persen. Penurunan ini disebut bukan karena melemahnya komitmen, melainkan karena karakter jenis pekerjaan yang bersifat fluktuatif. Meski turun, angka tersebut dinilai tetap besar dalam menyerap ekonomi daerah.

Jika dibedah lebih jauh, kontribusi usaha kecil berada di angka 8 persen, usaha menengah 22 persen, dan usaha besar 70 persen.

Komposisi ini menunjukkan kegiatan hulu migas tetap membuka ruang bagi pelaku usaha daerah, terutama lewat paket pengadaan bernilai kecil dan menengah.

Di balik itu semua, Dia menerangkan, SKK Migas tak bergerak sendirian. Seluruh kebijakan TKDN mengacu pada aturan pemerintah pusat. Mulai dari Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2022, regulasi Kementerian Perindustrian, hingga ketentuan Kementerian ESDM.

Salah satu ketentuan penting adalah kewajiban bagi kontraktor kontrak kerja sama (K3S) untuk melibatkan usaha kecil dan menengah lokal pada paket tender di bawah Rp 50 miliar di wilayah operasi utama.

“Jadi, jika K3S tersebut berada di daerah Jawa Timur, maka untuk pengadaan dengan nilai sampai dengan Rp50 miliar, wajib menggunakan golongan usaha kecil dan menengah yang ada di daerah tersebut,” ucap dia.

“Hal ini berlaku baik untuk BUMN maupun badan swasta lainnya,” sambung dia.

Kendati, aturan itu memang tidak mutlak. Ada pengecualian untuk tender berisiko tinggi, barang tertentu yang wajib dibeli langsung dari pabrikan, kebutuhan di luar operasi utama, ketiadaan penyedia lokal yang memenuhi syarat, serta jasa spesifik seperti verifikasi TKDN dan konsultasi teknis yang bersifat terpusat.

Namun, selama pelaku usaha lokal tersedia dan mampu, mereka wajib diprioritaskan. Di situlah diharapkan bukan hanya menggerakkan industri energi, tetapi juga menghidupkan ekonomi daerah di sekitarnya.