Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Air Bersih di Muara Angke Masih Mahal, PAM Jaya Janji Perluas Perpipaan pada 2026 Megapolitan 2 Desember 2025

Air Bersih di Muara Angke Masih Mahal, PAM Jaya Janji Perluas Perpipaan pada 2026
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com —
Persoalan air bersih masih menjadi masalah utama bagi warga Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara. Hingga kini, kualitas air tanah maupun air permukaan di kawasan tersebut dinilai tidak layak untuk dikonsumsi dan belum sepenuhnya terjangkau jaringan air perpipaan.
Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta mencatat, mutu air di Muara Angke dan wilayah hulunya, seperti aliran sungai dan laut, berada jauh di bawah standar kualitas air baku.
“Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup tahun 2024, sejumlah parameter seperti suhu, kekeruhan, TSS (Total Suspended Solids), pH, DO (Dissolved Oxygen), amonia, nitrat di Muara Angke tidak sesuai baku mutu,” ujar Ketua Subkelompok Pengendalian dan Penyediaan Air Bersih—Bidang Geologi, Konservasi Air Baku dan Penyediaan Air Bersih
Dinas SDA DKI Jakarta
, Maman Supratman, saat diwawancarai
Kompas.com,
Kamis (28/11/2025).
Menurut Maman, ada sejumlah faktor yang menyebabkan kualitas air terus merosot.
Limbah domestik
dan industri yang masuk ke sungai dan muara menjadi salah satu pemicu terbesar pencemaran.
Kepadatan penduduk juga memperburuk kondisi, menyebabkan air tanah tercemar dan menyulitkan pemasangan jaringan perpipaan.
Selain itu, lokasi Muara Angke yang berada di kawasan pesisir membuat air tawar bercampur dengan air laut. Fenomena pasang-surut turut memengaruhi kualitas air tanah sehingga tidak dapat dijadikan sumber air minum tanpa pengolahan khusus.
Kondisi tersebut membuat warga kesulitan memperoleh air bersih layak konsumsi dan harus mencari alternatif lain untuk kebutuhan sehari-hari.
Maman mengungkapkan, berdasarkan data
PAM Jaya
, sekitar 1.700 rumah di RW 22, Kampung Nelayan, berpotensi disambungkan ke jaringan perpipaan. Namun baru sekitar 200 rumah yang mendaftar.
“Artinya, sekitar 1.500-an rumah atau 88 persen dari total potensi belum terdaftar sambungan perpipaan,” kata Maman.
Karena belum memiliki akses air perpipaan dan kualitas air tanah yang buruk, sebagian besar warga memilih membeli air bersih dari pedagang gerobakan.
Namun pilihan ini membuat biaya kebutuhan air membengkak setiap bulan. Maman menilai, banyak warga enggan mendaftar sambungan perpipaan karena menganggap biayanya mahal.
“Pedagang air gerobakan atau jeriken dianggap lebih praktis dan langsung tersedia,” ucapnya.
Namun, Maman mengimbau agar warga Muara Angke segera beralih ke PAM untuk memenuhi kebutuhan air bersihnya.
Padahal, air dari PAM Jaya dikontrol secara rutin oleh Dinas SDA, sehingga kualitasnya lebih terjamin dan sesuai baku mutu.
Maman juga menegaskan bahwa Dinas SDA tidak memiliki kewenangan mengatur harga air eceran informal, sehingga pemerintah tidak bisa mendesak pedagang menurunkan harga.
Suharto (60), warga sekaligus pedagang udang di TPI Muara Angke, mengaku mengeluarkan biaya besar hanya untuk air bersih.
“Tergantung kadang kalau ikannya banyak ya bisa jutaan kaya Rp 1 juta, tapi bisa juga Rp 500.000 per bulannya,” ujarnya.
Ia membutuhkan dua gerobak air bersih per hari untuk membersihkan ikan dan lapaknya. Pasalnya, Muara Angke hanya menyediakan air laut. Jika tidak menggunakan air bersih maka kualitas dan warna udang dagangannya akan menurun.
Setiap gerobak membawa 20 jeriken berisi 20 liter dengan harga sekitar Rp 2.500 per jeriken.
Warga lainnya, Mulyanto (51), menghabiskan hampir Rp 500.000 per bulan untuk membeli air bersih.
“Harga satu pikul Rp 6.000 itu dua drigen. Saya minim beli dua pikul per hari berarti Rp 12.000. 12.000 x 30 berarti sekitar Rp 360.000, hampir Rp 500.000 per bulan buat air doang,” tuturnya.
Ia terpaksa bergantung dengan air dari pedagang keliling karena belum ada air perpipaan yang masuk ke Muara Angke. Di sisi lain, Mulyanto tak bisa mengandalkan air tanah karena rasanya yang payau dan tak layak dikonsumsi.
Saat ini baru 709 pelanggan PAM Jaya tercatat di seluruh Muara Angke. Baru ada  ada sekitar 200 rumah di Kampung Nelayan yang sudah mendaftar untuk melakukan penyambungan air perpipaan PAM.
Gatra Vaganza, Senior Manager Corporate & Customer Communication PAM Jaya, menyebut pihaknya akan memperluas sambungan perpipaan, termasuk ke TPI Muara Angke yang sangat membutuhkan pasokan air bersih.
PAM Jaya berjanji akan melakukan pemasangan perpipaan itu akan dilakukan dalam waktu dekat.
“PAM JAYA akan memulai pemasangan jaringan di wilayah Muara Angke pada Januari 2026,” kata Gatra.
Ia menambahkan, pemasangan jaringan dilakukan untuk mendukung target 100 persen cakupan layanan air minum perpipaan bagi warga DKI Jakarta.
Gatra memastikan biaya air perpipaan jauh lebih terjangkau dibanding air gerobakan. Jika sudah tersambung perpipaan, maka biaya yang dikeluarkan warga untuk air bersih cenderung lebih murah.
“Tarif terendah bagi pelanggan PAM JAYA adalah Rp 1.000 per meter kubik, atau setara dengan Rp 1 per liter,” ujarnya.
Dengan standar kebutuhan pokok air sebesar 10 meter kubik per keluarga per bulan, estimasi biaya pelanggan rumah tangga sederhana hanya sekitar Rp 100.000 per bulan.
Meski demikian, pembangunan jaringan perpipaan di Muara Angke bukan tanpa hambatan. Kepadatan permukiman membuat proses galian sulit dilakukan dan memperumit perizinan.
“Aktivitas galian untuk penambahan jaringan kerap menimbulkan dampak di lapangan dan membuat proses perizinan menjadi lebih kompleks,” kata Gatra.
PAM Jaya memastikan pembangunan infrastruktur tetap mengutamakan kenyamanan warga.
Pakar lingkungan Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa, menilai perlu ada solusi jangka pendek sambil menunggu pembangunan jaringan perpipaan rampung.
“Jangka pendeknya menyediakan air bersih pakai tangki secara rutin, tidak hanya untuk pencitraan atau mau Pilkada, sehingga kebutuhan air bersih bisa terpenuhi,” ujarnya.
Mahawan menilai, bantuan air bersih melalui tangki idealnya digratiskan atau disubsidi. Ia juga meminta pemerintah tidak melarang pedagang gerobakan beroperasi, tetapi memastikan kualitas air yang mereka jual aman.
Lalu, pemerintah juga disarankan untuk tidak melarang pedagang air bersih gerobakan di Muara Angke beroperasi, karena masih dibutuhkan warga.
Pemerintah diminta untuk mengontrol kualitas air bersih yang dijual oleh pedagang keliling agar aman dikonsumsi warga. Selanjutnya, pemerintah juga diminta untuk melakukan pengolahan air limbah.
“Penggunaan atau pengolahan air limbah jadi dengan IPAL bisa mengurangi limbah yang ada di sekitar situ dan mengurangi pencemaran air tanah,” ucap Mahawan.
Solusi jangka panjangnya adalah penataan permukiman agar akses jaringan air bersih lebih mudah dibangun.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.