Kaleidoskop 2025: Parkir Liar Menjamur di Jakarta
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Sepanjang 2025, Jakarta kembali dihadapkan pada persoalan klasik yang tak kunjung usai: parkir liar.
Dari trotoar pasar tradisional, badan jalan protokol, kolong pusat perbelanjaan, hingga lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, praktik parkir ilegal menjamur dan membentuk pola berulang, ditertibkan, menghilang sesaat, lalu kembali muncul.
Fenomena ini bukan sekadar soal kendaraan yang parkir sembarangan, tetapi cermin kompleks persoalan tata kota,
ekonomi informal
, penegakan hukum, dan lemahnya
tata kelola perparkiran
di ibu kota.
Dalam catatan Kompas.com sepanjang tahun 2025,
parkir liar
berada di Pasar Senen, Tanah Abang, Blok M, Bundaran HI, Jakarta Barat, Jakarta Timur, hingga Lebak Bulus.
Praktiknya pun beragam, mulai dari juru parkir liar di trotoar hingga penguasaan lahan Pemprov selama puluhan tahun tanpa izin resmi.
Siang yang terik di Pasar Senen, Jakarta Pusat, menghadirkan pemandangan kontras.
Langit biru dan gumpalan awan putih seolah tak mampu menutupi kesemrawutan di bawahnya.
Jalan Pasar Senen menuju Jalan Bungur Raya dipenuhi deretan sepeda motor yang parkir menutup bahu jalan, trotoar, bahkan sebagian badan jalan utama.
Penelusuran Kompas.com mendapati situasi yang nyaris tak berubah dari waktu ke waktu.
Di sekitar Blok 3, dekat Masjid Raya Al-Arief Senen, hingga kawasan niaga Senen Jaya, separuh badan jalan dikuasai motor yang diparkir liar.
Barisan skuter matik, motor bebek, hingga motor besar terjejer rapat, memaksa arus lalu lintas menyempit dan tersendat.
Pedagang kaki lima beroperasi berdampingan dengan area parkir liar.
Kios semi permanen dari seng, gerobak dorong, dan lapak minuman menempel di dinding trotoar.
Ironisnya, spanduk besar bertuliskan “Dilarang Berdagang dan Parkir di Area Ini” terpasang mencolok, tepat di bawahnya puluhan motor terparkir rapi.
Suara klakson, teriakan pedagang, dan deru kendaraan berpadu menjadi simfoni kekacauan khas kawasan pasar yang nyaris tak pernah tidur.
Kepala Satuan Pelaksana Perhubungan Kecamatan Senen, Efdar Nurdin, mengakui parkir liar di kawasan tersebut sudah menjadi pekerjaan rutin.
“Razia kami lakukan hampir setiap saat, Bu. Tapi ya, paling hanya operasi cabut pentil. Penindakan efektif itu kalau jukirnya ditangkap langsung,” ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (4/11/2025).
Namun, penindakan kerap terhenti karena keterbatasan administratif dan logistik.
Setelah juru parkir liar diamankan, Dinas Sosial seharusnya menyediakan penampungan sementara.
Faktanya, kapasitas panti sosial terbatas dan anggaran makan harus dibagi.
“Kalau jukir baru masuk sementara yang lama belum keluar, jatah makan dibagi dua. Itu jadi masalah,” kata Efdar.
Kondisi tersebut membuat operasi gabungan Dishub, Satpol PP, dan Dinsos sering berhenti di tengah jalan.
Setelah beberapa hari tertib, para jukir kembali ke lokasi yang sama.
Kasatpol PP Kecamatan Senen, Aries Cahyadi Sumantoro, menegaskan tidak ada pembiaran.
Penertiban dilakukan mulai dari imbauan lisan, surat tertulis, hingga sidang tindak pidana ringan.
“Tapi tetap saja terulang. Faktor utamanya kesadaran pelaku yang rendah dan tidak adanya alternatif pekerjaan,” ujarnya.
Keterbatasan personel juga menjadi kendala. Pasar yang beroperasi 24 jam sulit diawasi secara terus-menerus.
Lurah Senen, Henny Mahrojah, menyebut Pasar Senen seharusnya menjadi wajah Jakarta bagi pendatang. Namun, penertiban tak pernah bertahan lama.
Kelurahan telah menerbitkan surat imbauan resmi bernomor 800/1.810.0400 tertanggal 20 Oktober 2025, yang dibagikan rutin kepada pedagang.
Spanduk larangan dipasang, taman dibuat di bekas lokasi parkir liar tapi hasilnya nihil.
“Kami menduga ada kelompok tertentu yang mengoordinasi jukir liar. Polanya sama, hilang saat razia, muncul lagi,” kata Henny.
Manajer Area 1 PD Pasar Jaya Pasar Senen, Danu Mulyanto, menyebut fasilitas parkir tersedia di lantai dasar dan lantai 4 Blok 3. Namun, masyarakat enggan naik ke lantai atas.
“Dianggap jauh. Padahal tarif resmi dan lebih aman,” ujarnya.
Tarif parkir resmi dinilai sebagian pengunjung lebih mahal dan kurang praktis dibanding parkir liar di luar pasar.
Sementara Rahmat (35), juru parkir liar di Blok 3, sadar pekerjaannya melanggar aturan.
“Tapi mau gimana, susah cari kerja. Di sini bisa buat makan harian,” katanya.
Ia menarik Rp 3.000 hingga Rp 5.000 per motor tanpa karcis. Jika ada razia, ia mengaku hanya “minggir sebentar”.
Udin (40), jukir liar lain, mengakui adanya koordinasi wilayah dan setoran ke oknum tertentu.
Bagi warga seperti Nani (52), trotoar yang berubah fungsi sangat membahayakan.
“Pejalan kaki sampai turun ke jalan. Anak sekolah rawan,” katanya.
Pedagang kaki lima pun berada di posisi dilematis.
Parkir liar mendatangkan pembeli, tetapi razia sering membuat mereka ikut terdampak.
Jika Pasar Senen menggambarkan parkir liar skala harian, Tanah Abang menunjukkan wajah parkir ilegal yang lebih terorganisasi.
Pada April 2025, polisi mengungkap praktik parkir liar di Pasar Tanah Abang yang melibatkan juru parkir Alfian Fahmi alias Darto (36) dan penguasa lahan Ardiansyah Pratama (36). Keduanya menerapkan sistem bagi hasil 50 persen per unit mobil.
Darto diketahui meminta tarif parkir hingga Rp 60.000 kepada Tata Julia Permana (26), warga Jakarta Utara yang baru pertama kali mengunjungi Pasar Tanah Abang.
“Karena ketidaktahuan, saya ikuti arahan abangnya. Parkir di pinggir jalan trotoar. Kaget pas diminta Rp 60.000,” kata Tata.
Menurut polisi, tarif parkir di lokasi itu biasanya Rp 40.000–Rp 50.000.
Tambahan Rp 10.000 disebut sebagai “uang calo” yang mengarahkan kendaraan ke lokasi parkir.
Penghasilan parkir mencapai Rp 300.000–Rp 400.000 per hari setelah dibagi rata.
Selain Darto dan Ardiansyah, polisi juga menangkap empat jukir liar lain dengan peran berbeda, mulai dari parkir motor di trotoar hingga ruko kosong.
Fenomena serupa terjadi di Blok M Hub, Jakarta Selatan. Meski sempat ditertibkan dan sejumlah jukir ditangkap polisi, praktik parkir liar kembali muncul.
“Waktu itu penertiban sudah dilakukan, sekitar dua minggu lalu,” kata petugas keamanan Blok M Square, Rejas, Rabu (18/6/2025).
Blok M menjadi contoh klasik bagaimana penertiban tanpa pengawasan berkelanjutan hanya menghasilkan efek sementara.
Di Jakarta Pusat, tujuh juru parkir liar ditangkap dalam Operasi Berantas Jaya 2025.
Empat di antaranya terancam hukuman empat tahun penjara karena menggunakan atribut dan karcis Dinas Perhubungan palsu.
Kapolsek Cempaka Putih Kompol Sulistiyo Yudo Pangestu menyebut praktik ini memenuhi unsur penipuan Pasal 378 KUHP.
“Ini jelas penipuan publik,” ujarnya.
Kasus parkir liar juga mencuat di Bundaran Hotel Indonesia (HI) setelah video jukir meminta Rp 10.000 per motor viral di media sosial.
Gubernur Jakarta Pramono Anung memastikan jukir tersebut telah ditangkap.
“Pemprov DKI tidak akan membiarkan ruang publik gaduh,” kata Pramono.
Ia memerintahkan seluruh wali kota menertibkan jukir liar dan pelanggaran ruang publik lainnya.
Jika parkir liar di trotoar dan badan jalan kerap dianggap sebagai persoalan klasik ekonomi informal, temuan parkir ilegal di atas lahan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta di Lebak Bulus, Jakarta Selatan, membuka bab lain yang jauh lebih serius.
Bukan lagi soal juru parkir harian yang bertahan hidup, melainkan persoalan tata kelola aset daerah, potensi kebocoran pendapatan, dan dugaan pembiaran sistemik yang berlangsung selama puluhan tahun.
Panitia Khusus (Pansus) Perparkiran DPRD DKI Jakarta menemukan lahan seluas sekitar 4.300 meter persegi di Lebak Bulus telah dikuasai pihak tertentu dan dijadikan kantong parkir tanpa izin resmi selama kurang lebih 21 tahun.
Selama periode itu, lahan tersebut beroperasi layaknya parkir komersial, menarik pungutan dari masyarakat tanpa kontrak, tanpa setoran pajak, dan tanpa kontribusi apa pun kepada kas daerah.
Ketua Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta, Ahmad Lukman Jupiter, menyebut praktik tersebut berpotensi menimbulkan
kerugian daerah
hingga Rp 37,8 miliar.
“Bayangkan, sudah 21 tahun dikelola tanpa izin resmi dan tanpa bayar pajak. Hitungan kasar kami, potensi kerugian pendapatan daerah mencapai Rp 37,8 miliar,” ujarnya, Rabu (24/9/2025).
Angka tersebut bukan hasil spekulasi. Menurut Pansus, omzet parkir di lokasi itu diperkirakan mencapai Rp 50 juta per hari atau sekitar Rp 1,5 miliar per bulan.
Dengan asumsi kewajiban pajak parkir sebesar 10 persen, seharusnya Pemprov DKI Jakarta menerima setidaknya Rp 150 juta per bulan dari satu lokasi parkir tersebut.
“Kalau dikalikan 21 tahun, ya hilang Rp 37,8 miliar. Itu jelas penggelapan pajak,” tegas Jupiter.
Temuan ini menguatkan dugaan bahwa praktik parkir ilegal di Jakarta tidak selalu bersifat sporadis atau dilakukan individu kecil.
Dalam kasus Lebak Bulus, parkir liar menjelma menjadi aktivitas ekonomi terstruktur, berjangka panjang, dan beroperasi di atas aset negara.
Jupiter menilai mustahil praktik semacam itu berlangsung selama dua dekade tanpa adanya pembiaran atau kelalaian dari pihak terkait.
“Kalau lahan pemprov dikuasai tanpa kontrak resmi, tanpa sewa, itu rawan diserobot permanen. Kami khawatir ada keterlibatan oknum dari dalam,” ujarnya.
Menurutnya, lahan publik yang seharusnya menjadi sumber pendapatan daerah justru berubah fungsi menjadi “ATM” bagi pihak-pihak tertentu.
Negara kehilangan pemasukan, sementara masyarakat membayar tarif parkir tanpa perlindungan hukum dan standar layanan yang jelas.
Pramono Anung mengaku belum mengetahui adanya praktik parkir ilegal tersebut sebelum temuan Pansus mencuat ke publik.
Namun, ia berjanji akan menindaklanjuti dan meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang terbukti lalai atau terlibat.
“Dan saya akan minta kepada siapapun yang bertanggung jawab untuk pasti harus bertanggung jawab untuk itu,” kata Pramono dalam
doorstop
di Balai Kota Jakarta, Kamis (25/9/2025).
Pernyataan ini menjadi sinyal bahwa Pemprov DKI Jakarta tidak akan memandang kasus tersebut sebagai pelanggaran administratif semata.
DPRD bahkan mendorong agar temuan ini dilaporkan ke aparat penegak hukum karena mengandung unsur pidana berupa penggelapan pajak dan penyalahgunaan aset negara.
Kasus Lebak Bulus bukan satu-satunya. Dalam rangkaian sidak dan penyelidikan sepanjang 2025, Pansus Perparkiran DPRD DKI Jakarta bersama Dinas Perhubungan juga menyegel dua lokasi parkir ilegal di kawasan Jakarta Timur.
Ketua Pansus Jupiter menyebut, secara keseluruhan kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor perparkiran di Jakarta diperkirakan mencapai Rp 700 miliar per tahun.
“Selama ini lebih dari 70 persen pendapatan dianggap bocor dan potensi kerugian pendapatan asli daerah sekitar Rp 700 miliar per tahun dari sisi pendapatan sektor perparkiran,” kata Jupiter, Kamis (18/9/2025).
Angka tersebut menunjukkan bahwa parkir liar dan parkir ilegal bukan hanya masalah ketertiban, melainkan persoalan fiskal serius yang berdampak langsung pada kemampuan daerah membiayai layanan publik.
Dalam penyegelan dua lokasi parkir ilegal di Jakarta Timur, DPRD menemukan bahwa lahan tersebut dikelola operator parkir tanpa izin resmi.
Praktik tersebut bukan hanya merugikan PAD, tetapi juga kerap menimbulkan keluhan masyarakat akibat tarif yang tidak sesuai aturan dan minimnya perlindungan kendaraan.
“Kalau tidak punya izin, itu sama saja pungli. Pungli jelas perbuatan pidana,” tegas Jupiter.
Pansus mendata setidaknya terdapat lebih dari 50 operator parkir ilegal yang masih beroperasi di Jakarta.
Lemahnya pengawasan, minimnya integrasi data, serta belum optimalnya digitalisasi disebut sebagai celah utama yang dimanfaatkan para operator nakal.
Sebagai respons atas kebocoran tersebut, DPRD mendorong agar seluruh operator parkir resmi terintegrasi secara
real time
dengan sistem Badan Pendapatan Daerah (Bapenda).
Dengan sistem digital, jumlah kendaraan, durasi parkir, hingga omzet dapat dipantau langsung.
“Bapenda tidak pernah tahu berapa omzet yang sebenarnya, berapa jumlah kendaraan yang sebenarnya setiap hari,” kata Jupiter.
Di sisi lain, Pemprov DKI Jakarta juga menggulirkan sistem parkir digital berbasis aplikasi JakParkir, yang dirancang untuk menutup celah pungutan liar sekaligus mengintegrasikan juru parkir ke dalam sistem resmi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Kaleidoskop 2025: Parkir Liar Menjamur di Jakarta Megapolitan 31 Desember 2025

/data/photo/2025/12/31/6954a4cd24b7b.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/31/69548aed7efe1.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/11/12/6913b9971484d.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

/data/photo/2025/12/30/69537ea4de470.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/31/6954a4cd24b7b.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/31/69549c7888ff6.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2021/01/04/5ff28a6662bf8.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/01/16/6788e4ff5406c.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/01/03/6777ba5a8fbb0.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/31/69548aed7efe1.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)