Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Abaikan Eksepsi Delpedro dkk, JPU Minta Sidang Dilanjut ke Pembuktian Megapolitan 29 Desember 2025

Abaikan Eksepsi Delpedro dkk, JPU Minta Sidang Dilanjut ke Pembuktian
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com 
– Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara penghasutan demo akhir Agustus menilai eksepsi terdakwa Delpedro Marhaen, Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar tidak berdasar.
Menurut JPU, eksepsi yang disampaikan baik terdakwa maupun kuasa hukumnya sudah memasuki ranah pokok perkara yang harus dibuktikan di muka persidangan.
“Bahwa dengan demikian, berdasarkan uraian Penuntut Umum di atas, dalil Penasihat Hukum para Terdakwa adalah tidak berdasar dan harus dinyatakan tidak dapat diterima dikarenakan sudah merupakan bagian dari pembuktian unsur tindak pidana yang adalah merupakan materi pokok perkara, sehingga hal tersebut bukan merupakan materi eksepsi,” kata Jaksa di muka persidangan, Senin (29/12/2025).
Untuk itu, JPU meminta kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk menolak keseluruhan eksepsi itu.
Tanggapan ini diberikan jaksa terhadap hampir keseluruhan eksepsi. Seperti dakwaan tentang merekrut dan memperalat anak di bawah umur, keterlibatan pelaku lain yang secara langsung menyebabkan kerusakan fasilitas umum saat demo.
Termasuk juga dampak langsung unggahan yang dipermasalahkan dalam dakwaan jaksa.
“Guna menemukan kebenaran materiil atau kebenaran yang sesungguhnya-sejatinya, maka sudah seharusnya perkara
a quo
dilanjutkan ke tahap pembuktian, yang mana akan kita gali dan kita buktikan bersama dalam acara pembuktian di persidangan nanti dengan melakukan pemeriksaan terhadap alat bukti,” tutur Jaksa.
Kuasa hukum keempatnya, Muhammad Nabil Hafizurrahman, menyinggung jaksa yang terus menyebutkan tanggapan yang sama untuk eksepsi yang mereka sampaikan sebelumnya.
Menurut kuasa hukum, jaksa belum benar-benar menjelaskan maksud dakwaannya, berikut dengan peranan keempat terdakwa secara spesifik yang menurut dia masih membingungkan.
Menurut Nabil, tanggapan jaksa tidak sebanding dengan argumen-argumen yang mereka tuangkan dalam eksepsi. Seperti doktrin pidana hingga pasal dalam dakwaan yang tidak relevan dengan peristiwa yang didakwakan.
“Dalam tanggapan Jaksa Penuntut Umum sebenarnya tidak banyak mengurai, membantah-bantah dalil eksepsi kita, karena kecenderungannya ini diarahkan saja ke pembuktian. Padahal kami juga membangun argumen (dalam eksepsi),” kata Nabil saat ditemui usai sidang, Senin.
Kuasa hukum lainnya Gema Gita Persada, menyampaikan jaksa hanya menjalankan peran formalnya sebagai “tukang pos” yang mengantarkan berkas dari pihak kepolisian ke pengadilan.
Sementara itu, ada hal-hal yang luput dari pandangan jaksa, seperti perampasan hak terhadap keempat terdakwa.
“Nah, itu yang kemudian dikesampingkan oleh Kejaksaan. Dan menurut kami itu adalah salah satu bentuk kesesatan berpikir dari aparat penegak hukum yang seharusnya dapat bertindak lebih progresif dari yang dilakukan,” kata Gema di kesempatan yang sama.
Delpedro
Marhaen beserta tiga rekannya, Muzaffar Salim, Syahdan Husein, dan Khariq Anhar, didakwa mengunggah 80 konten atau konten kolaborasi bersifat menghasut di media sosial terkait aksi pada akhir Agustus 2025.
Dakwaan disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menyatakan bahwa konten tersebut merupakan hasil patroli siber dan diunggah dalam kurun 24-29 Agustus 2025.
“(Unggahan dilakukan) Dengan tujuan untuk menimbulkan kebencian kepada pemerintah pada aplikasi media sosial Instagram oleh para terdakwa,” ujar JPU dalam persidangan. Selain itu, keempat terdakwa juga didakwa mengunggah konten Instagram lain yang bertujuan menimbulkan kerusuhan di masyarakat.
Unggahan berupa postingan atas nama satu akun atau kolaborasi akun media sosial Instagram @gejayanmemanggil, @aliansimahasiswapenggugat, @blokpolitikpelajar, dan @lokataru_foundation yang dikelola oleh para terdakwa.
“(Sehingga) Menciptakan efek jaringan, di mana tingkat interaksi konten atau engagement dari followers semua akun tersebut digabungkan,” tutur JPU.
“Menghasilkan sinyal yang sangat kuat ke algoritma bahwa ini adalah gerakan utama yang harus dipromosikan,” lanjutnya.
JPU menilai penggunaan tagar konsisten seperti #indonesiagelap dan #bubarkandpr memudahkan algoritma melacaknya sebagai topik utama di media sosial.
Perbuatan para terdakwa dalam penyebaran konten tersebut bermuatan ajakan kepada pelajar, mayoritas anak, untuk terlibat kerusuhan.
“Termasuk instruksi untuk meninggalkan sekolah, menutupi identitas, dan menempatkan mereka di garis depan konfrontasi yang membahayakan jiwa anak,” ungkap JPU.
“Sehingga mengakibatkan anak mengikuti aksi unjuk rasa yang berujung anarkis pada tanggal 25 Agustus 2025 sampai dengan 30 Agustus 2025,” tuturnya.
Akibatnya, kata JPU, terjadi kerusuhan yang mengakibatkan fasilitas umum rusak, aparat pengamanan terluka, kantor pemerintahan rusak, serta menimbulkan rasa tidak aman bagi masyarakat luas.
Atas rangkaian dakwaan itu, Delpedro dan ketiga rekannya didakwa melanggar Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45A ayat (2) atau Pasal 28 ayat (3) juncto Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 160 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 76H juncto Pasal 87 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.