GELORA.CO – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat, melontarkan kritik tajam terkait pengelolaan negara dan kondisi ekonomi Indonesia.
Kritik itu disampaikan saat ia memberikan pidato dalam acara peluncuran buku dan talkshow Literasi Konstitusi tahun 2025 yang diselenggarakan Mahkamah Konstitusi RI bersama Perpustakaan Nasional RI di Ruang Auditorium Perpusnas RI, Jakarta.
Dalam pidatonya, Arief Hidayat mempertanyakan paradoks besar yang dialami Indonesia sebagai negara yang dikaruniai kekayaan alam melimpah dan sinar matahari sepanjang tahun.
Akan tetapi, nyatanya, Indonesia masih menghadapi persoalan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
“Kenapa saya katakan Indonesia itu dikaruniai tuhan berlebih? Kita sepanjang tahun disinari oleh sinar matahari. Tidak semua negara disinari sinar matahari sepanjang tahun, kenapa kita hanya memiliki kekayaan yang sangat terbatas?” ujarnya seperti dikutip dari YouTube Mahkamah Konstitusi RI pada 17 Desember 2025.
Keunggulan alam, kata dia, bertolak belakang dengan kesejahteraan rakyat.
Ia menyoroti kondisi di mana seorang bayi yang lahir di Indonesia secara tidak langsung sudah menanggung beban utang negara.
“Bayi yang lahir cenger dilahirkan di Indonesia bisa langsung melekat padanya hutang yang harus dibayar berapa juta,” ujar Arief.
Sebaliknya, Arief membandingkan dengan negara-negara di kawasan subtropis dan utara seperti Norwegia.
Meski negara-negara tersebut mendapatkan sinar matahari lebih sedikit, tingkat kesejahteraan warganya justru jauh lebih tinggi.
“Sedangkan saudara-saudara kita sebagai sesama manusia yang hidup di belahan subtropis dan di utara sana, itu diberi tuhan matahari sedikit. Tapi, kenapa mempunyai kekayaan yang berlebih, karena apa, bayi yang dilahirkan di Norwegia sudah mempunyai tabungan ribuan dolar, Indonesia bayi yang cenger dilahirkan mempunyai hutang jutaan rupiah. Luar biasa perbedaan ini,” jelasnya.
Salah kelola
Kemiskinan dan ketertinggalan negara ini, katanya, lebih disebabkan oleh kesalahan dalam mengelola negara.
“Jadi, yang pertama jangan jadikan surga dunia ini menjadi neraka dengan jalan mengelola negara ini dengan sebaik-baiknya,” katanya.
Kondisi tersebut bukanlah takdir atau nasib bangsa yang hidup di wilayah khatulistiwa.
Ia menilai persoalan bangsa ini lebih disebabkan oleh kesalahan dalam mengelola negara.
“Kalau kita sekarang masih melarat berarti salah kelola. Yang salah kita semua. Kemudian yang kedua, kenapa mereka yang hidup di subtropis dan di negara dingin sana mempunyai kekayaan yang berlebih, itu apakah dosa dan nasib orang-orang yang hidup di khatulistiwa ataukah itu suratan tuhan? Ternyata setelah saya amati tidak begitu.
Arief mengungkapkan bahwa bangsa ini sejatinya pernah menjadi pusat peradaban dan kebudayaan dunia sebelum abad ke-15.
Namun, setelah periode tersebut, Indonesia justru mengalami kemunduran.
“Bangsa yang hidup di nusantara ini pernah menjadi pusat peradaban, pusat kebudayaan pada sebelum abad ke 15, sedangkan sekarang setelah abad ke-15 dan seterusnya, bangsa yang hidup di nusantara ini mengalami kemunduran. Yang salah siapa? Berarti kita salah kelola,” pungkasnya.
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5442047/original/047029300_1765524766-PHOTO-2025-12-12-13-30-38.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5322711/original/090505200_1755752890-3ae808be-44a2-400a-b620-26a6629ec50e.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)


:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5245125/original/015144700_1749283523-79a0c5ae-8238-44f7-bf27-9a9cdd3323c7.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5136362/original/035389800_1739857870-IMG_4488.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)





