Di Balik Profesi Mata Elang, Tak Semua Motor Ditarik Paksa
Editor
JAKARTA, KOMPAS.com
– Praktik penarikan kendaraan bermotor oleh mata elang atau matel kerap dipersepsikan identik dengan kekerasan dan intimidasi di jalan.
Namun, pengalaman seorang
matel
berpengalaman menunjukkan bahwa tidak semua penarikan dilakukan secara paksa.
“Kalau ketemu orang yang mengerti, kita bicarakan. Kalau nominal tunggakan masih bisa diselesaikan, biasanya diberi waktu satu minggu,” ujar matel, Putra (bukan nama sebenarnya), saat dihubungi
Kompas.com
, Senin (22/12/2025).
Putra menjelaskan, kendaraan yang menjadi target penelusuran umumnya merupakan unit bermasalah yang sudah lama menunggak cicilan dan bahkan telah berpindah tangan.
“Unit yang dicari rata-rata sudah di atas tiga bulan, bahkan sampai tahunan. Ada yang sampai empat atau lima tahun baru ketemu,” kata matel berusia 47 tahun itu.
Dalam banyak kasus, tim Putra mendatangi alamat pemilik awal sesuai data kantor, namun kendaraan dan pemiliknya sudah tidak berada di lokasi tersebut.
“Kalau unit sudah dipindah-tangankan, dari kantor kami datang ke alamat rumah, motornya sudah enggak ada, orangnya juga sudah enggak ada. Kalau pun ada, enggak mungkin proses orangnya,” lanjutnya.
Dalam kondisi seperti itu, Putra memilih melepas unit yang dicari dan melanjutkan pekerjaan tanpa paksaan.
Tidak ada penarikan kendaraan yang dilakukan secara otomatis tanpa konfirmasi dari kantor.
Ia menegaskan, praktik penarikan kendaraan di jalan tanpa prosedur resmi merupakan tindakan oknum yang melanggar aturan dan harus berhadapan dengan hukum.
“Banyak yang mikir motor langsung diambil. Itu yang saya bilang, yang langsung diambil di jalan itu oknum. Itu yang harus dilawan,” ucap Putra.
Putra menambahkan, tindakan tersebut tidak dibenarkan dalam standar operasional prosedur, bahkan jika dilakukan oleh orang dalam timnya sendiri.
“Saya juga enggak terima, sekalipun orang saya, itu enggak boleh, karena SOP enggak membenarkan,” kata dia.
Putra menyebut pekerjaan sebagai matel memiliki risiko tinggi dan membutuhkan kesabaran dalam menghadapi emosi masyarakat.
Ia mengaku pernah mengalami tekanan saat bertugas di lapangan.
“Pernah saya dikepung waktu Magrib. Tapi saya memilih enggak memaksa. Kalau dipaksa dan terjadi apa-apa, kita yang rugi. Saya lebih baik ikhlas, lepasin orangnya,” tutur dia.
Selain menghadapi tekanan, risiko seperti terjatuh, terluka, hingga keributan disebut kerap terjadi.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Di Balik Profesi Mata Elang, Tak Semua Motor Ditarik Paksa Megapolitan 26 Desember 2025
/data/photo/2025/12/26/694e3fe0458db.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2022/03/05/62235f7c1ef53.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/06/18/6851f4877591b.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/26/694e194d6a989.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/07/30/6889a738c66b8.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2023/08/24/64e749d71058a.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)