Said menegaskan bahwa mukjizat Nabi Isa bukan sekadar tanda transendensi, melainkan juga bentuk pengabdian kemanusiaan.
“Bermakna transendensi, karena mukzizat yang diberikan Allah SWT menunjukkan atas kebesaran Allah SWT yang nyata, sebaliknya Nabi Isa mengabdikan mukzizat untuk menolong sesama manusia, terhadap mereka yang mengalami musibah, atau kesusahan,”
Nilai inilah, menurutnya, yang relevan untuk dirawat dalam kehidupan berbangsa dan beragama saat ini
“Energi spiritual yang dimiliki oleh Nabi Isa sepenuhnya didedikasikan untuk membantu sesama. Mereka yang menderita, dan senantiasa menumbuhkan sikap welas asih. Sikap peduli, welas asih atau saling menyayangi inilah yang perlu terus kita rawat,” jelasnya.
Menurutnya, dunia akan lebih damai, bila kita semua, antar umat beragama saling menyayangi. Para pemimpin negara bisa bekerja sama, mengendurkan persaingan kuasa.
“Perbedaan keyakinan tidak menjadi dinding pemisah, sebaliknya, dimaknai sebagai keragaman keyakinan dan kebudayaan, dan agar kita bisa mengambil hikmah satu sama lain,” jelasnya.
“Sikap seperti ini penting untuk kita tumbuhkan, sebab menghadapi ruang hidup ekologis yang makin merosot, persaingan persenjataan, perdagangan, dan blok militer yang malah mengancam eksistensi umat manusia, kita semua, umat manusia justru membutuhkan kerjasama, dan terus mengedepankan teladan sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Isa.”
Said juga menekankan pentingnya cara pandang kosmopolitan dalam beragama, seraya meneladani pemikiran almarhum Gus Dur.
“Kita, antar umat beragama harus semakin kosmopolit, bisa berfikir luas, keyakinan personal tidak menghalangi hubungan sosial. Saya pribadi yang muslim, mengajak menumbuhkan Islam Kosmopolitan, sebagaimana yang diteladankan oleh almarhum Gus Dur. Beliau bisa bergaul dan bekerjasama dengan asik, tidak hanya sesama muslim, malah menerobos dinding rumah ibadah, beliau bisa “berteman mesra” dan bekerja sama dengan para romo, pastur, bante, dan bedande, bahkan tokoh tokoh keyakinan lokal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Said mengajak seluruh umat menjadikan semangat Natal sebagai tanda untuk mengingat kebesaran Allah SWT.
“Pada saat yang sama kita perlu merawat kisah natal, tentang kelahiran Isa, dimensi untuk menerobos ruang dan waktu, menjahit kita semua lebih utuh sebagai sesama manusia yang perlu terus bisa menjadi rahmat bagi sekalian alam.”
(*)



/data/photo/2025/12/20/6946ada3c9622.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2024/01/14/65a38688587ce.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5437129/original/004620200_1765205146-19be2d8b-3678-4f4f-bdea-bf7012ebf111.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5426789/original/047496500_1764317617-6.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5454644/original/099380500_1766565961-IMG_5087.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5454696/original/039251900_1766569015-Puspen_Kemendagri.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg):watermark(kly-media-production/assets/images/watermarks/liputan6/watermark-gray-landscape-new.png,1100,20,0)/kly-media-production/medias/5185523/original/039873900_1744437444-IMG_9782.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)