Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Terungkap, Ini Sumber Kebocoran Data Nasabah di Aplikasi Mata Elang Megapolitan 23 Desember 2025

Terungkap, Ini Sumber Kebocoran Data Nasabah di Aplikasi Mata Elang
Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com –
Beragam aplikasi digital yang diduga digunakan oleh
debt collector
alias
mata elang
(matel) untuk melacak kendaraan bermotor dengan tunggakan cicilan kini dapat diunduh dengan mudah oleh publik melalui berbagai platform digital.
Aplikasi-aplikasi tersebut menyimpan basis data kendaraan bermasalah kredit dari berbagai perusahaan pembiayaan di Indonesia, lengkap dengan informasi yang tergolong sensitif.
Dalam aplikasi itu, pengguna hanya perlu memasukkan nomor polisi (nopol) kendaraan yang ditemui di jalan.
Jika kendaraan tersebut tercatat memiliki tunggakan cicilan, data akan langsung muncul, mulai dari identitas debitur, nomor rangka dan mesin, jenis kendaraan, hingga nama perusahaan leasing pemberi kredit.
Kemudahan akses ini memicu kekhawatiran serius terkait perlindungan data pribadi, mengingat informasi tersebut seharusnya hanya dapat diakses oleh pihak berwenang dan berdasarkan dasar hukum yang jelas.
Salah satu mata elang, Alex (35), bukan nama sebenarnya, mengakui keberadaan aplikasi-aplikasi tersebut sangat membantu pekerjaannya dalam mengidentifikasi kendaraan yang menunggak cicilan.
Meski memuat jutaan data nasabah, Alex menegaskan aplikasi tersebut bukan buatan pihak
leasing
. Para mata elang pun tidak mengetahui secara pasti siapa pengelola aplikasi-aplikasi itu. Mereka hanya menggunakannya sebagai alat bantu di lapangan.
Alex menjelaskan, aplikasi pencarian kendaraan kredit bermasalah tersedia dalam berbagai bentuk dan umumnya berbayar.
“Ada yang bisa di-
download
di Playstore, ada yang dikirimin link baru nanti kita instal, dan itu berbayar aplikasinya,” tutur Alex.
Menurut dia, meski harus mengeluarkan biaya, mata elang tetap menggunakan aplikasi tersebut karena dinilai mempermudah proses pelacakan dan pengintaian kendaraan bermasalah.
Alex mengeklaim, data yang terdapat di dalam aplikasi berasal langsung dari perusahaan pembiayaan.
“Kalau untuk data-data itu, pemilik aplikasi itu dia kerjasama dengan setiap
leasing
. Setiap awal bulan dan pertengahan bulan, data-data dikasih sama leasing, baru mereka masukan aplikasi tersebut,” ungkap Alex.
Ia menyebutkan, data dalam aplikasi diperbarui dua kali setiap bulan agar tetap relevan untuk pencarian di lapangan.
Meski demikian, untuk mata elang resmi, data aplikasi tidak menjadi satu-satunya dasar penindakan. Mereka tetap melakukan konfirmasi ke kantor leasing terkait status kendaraan.
Jika kendaraan masih menunggak dan harus ditarik, proses penindakan dilakukan dengan menunjukkan kartu tanda anggota (KTA), sertifikat profesi, surat somasi kepada debitur, serta surat kuasa resmi dari
leasing
.
Apabila debitur keberatan dilakukan penarikan di jalan, mata elang akan mengarahkan pemilik kendaraan untuk datang langsung ke kantor
leasing
guna mencari solusi atas tunggakan yang ada.
Di balik kemudahan tersebut, beredarnya data nasabah dalam
aplikasi mata elang
dinilai sebagai pelanggaran hukum serius.
Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya menuturkan bahwa aplikasi Dewa Matel atau sejenisnya jelas melanggar Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (PDP).
“Yang mana data kendaraan seperti plat nomor, nomor mesin, nomor rangka, nama lembaga pembiayaan, nama pemilik, tahun kendaraan dan warna kendaraan bisa diketahui menggunakan aplikasi ini. Hanya memasukkan nomor plat kendaraan,” tutur Alfons Tanujaya.
Alfons menegaskan, dari sisi privasi data, praktik tersebut jelas melanggar hukum. Namun, ia meminta persoalan ini dilihat secara lebih komprehensif, terutama terkait tantangan yang dihadapi perusahaan pembiayaan ketika berhadapan dengan nasabah yang tidak memenuhi kewajiban kredit.
Menurut dia, jalur hukum formal sering kali memakan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sebanding dengan nilai kredit.
“Karena itulah maka lembaga pembiayaan mencari cara lain, salah satunya dengan menggunakan debt collector atau matel,” sambung dia.
Alfons juga menyoroti pentingnya menelusuri sumber
kebocoran data nasabah
. Ia mengingatkan bahwa data digital memiliki sifat permanen ketika sudah bocor.
Ketika data pribadi dengan mudah diakses melalui aplikasi mata elang, potensi penyalahgunaannya menjadi sangat besar dan tidak terbatas pada penagihan kredit.
“Kalau melanggar privasi jelas, data pribadi bisa langsung diakses hanya dengan instal aplikasi. Kalau disalahgunakan juga jelas data ini bisa disalahgunakan untuk aktivitas selain menagih tunggakan juga aktivitas penipuan lain,” ujar Alfons.
Ia menegaskan, sekalipun data digunakan untuk melacak kendaraan menunggak, tetap harus ada batasan ketat dan dasar hukum yang jelas. Penarikan kendaraan wajib disertai surat tugas resmi dari pihak
leasing
.
Namun demikian, pihak yang menyuplai data nasabah ke dalam aplikasi tetap harus dimintai pertanggungjawaban hukum.
“Namun, sumber datanya memang perlu ditelusuri apakah lembaga pembiayaan yang membocorkan atau siapa pihak yang membocorkan. Pihak itulah yang ditindak atas
pelanggaran UU PDP
,” ungkap dia.
Kriminolog Haniva Hasna menilai praktik mata elang tidak bisa semata dilihat sebagai kejahatan jalanan, melainkan juga berpotensi menjadi kejahatan korporasi.
Menurut dia, suatu tindakan dapat dikategorikan sebagai
corporate crime
jika perusahaan pembiayaan mengetahui praktik intimidatif pihak ketiga.
Kedua, dapat dianggap corporate crime jika perusahaan tetap menggunakan jasa mata elang yang bersikap intimidatif dan mendapat keuntungan langsung dari hasil penarikan.
“Kekerasan dilakukan oleh orang lain, tapi diuntungkan dan ditoleransi oleh korporasi,” tutur Haniva.
Tak hanya soal kekerasan, perusahaan
leasing
juga berpotensi melanggar hukum jika membiarkan data nasabah bocor melalui berbagai aplikasi.
Untuk memutus rantai kebocoran data, Haniva menilai solusi harus bersifat struktural, bukan sekadar teknis.
Langkah tersebut antara lain audit ketat akses data internal, pencatatan aktivitas data, sanksi pidana atas penjualan data, penerapan prinsip
data minimization
, serta penegakan tegas Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi.
“Tanpa data, mata elang kehilangan ‘mata’,” ucap Haniva.
Maraknya kebocoran data nasabah melalui aplikasi mata elang mendorong Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengambil tindakan.
Sebanyak delapan aplikasi mata elang telah diajukan untuk dihapus dari platform digital karena diduga menyebarkan data pribadi secara ilegal.
“Komdigi telah mengajukan permohonan penghapusan (delisting) terhadap 8 aplikasi digital yang berkaitan dengan praktik mata elang kepada pihak platform digital terkait, yakni Google dalam hal ini,” kata Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemkomdigi Alexander Sabar dalam keterangan resmi yang diterima
Kompas.com,
Jumat (19/12/2025).
Dari delapan aplikasi tersebut, enam sudah tidak aktif, sementara dua lainnya masih dalam proses verifikasi lanjutan oleh pihak platform.
Alexander menjelaskan, penanganan dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
“Proses penindakan dilakukan melalui tahapan pemeriksaan, analisis, serta rekomendasi pemutusan akses atau penghapusan aplikasi berdasarkan surat resmi dari instansi pengawas sektor terkait, seperti Otoritas Jasa Keuangan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia,” lanjut Alexander.
Sedangkan untuk dua aplikasi yang belum dihapus maka sedang dilakukan proses verifikasi lebih lanjut oleh pihak
platform
.
Komdigi menegaskan akan terus berkoordinasi dengan instansi pengawas sektor dan platform digital untuk menjaga keamanan ruang digital serta melindungi data pribadi masyarakat dari penyalahgunaan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.