Tak Hanya untuk Naik Kereta, Stasiun Tanjung Priok Disarankan Jadi Wisata Edukasi Sejarah
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
— Di balik kemegahan bangunannya,
Stasiun Tanjung Priok
, Jakarta Utara, menyimpan jejak panjang sejarah perkeretaapian dan perdagangan yang membentuk wajah Batavia pada masa kolonial.
Stasiun ini bukan sekadar simpul transportasi, melainkan saksi hidup bagaimana kawasan pelabuhan Tanjung Priok berkembang menjadi salah satu gerbang perdagangan dunia pada era Hindia-Belanda.
Sebelum berdiri sebagai stasiun, jalur pelintasan kereta api di wilayah Tanjung Priok telah dibangun lebih dahulu bersamaan dengan pembangunan Pelabuhan Tanjung Priok sekitar tahun 1883.
Jalur ini menjadi jalur perkeretaapian kedua yang dibangun pada masa Hindia-Belanda setelah jalur Semarang–Tanggung di Jawa Tengah.
Adapun bangunan Stasiun Tanjung Priok baru didirikan pada 1914, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal A.F.W. Idenburg.
Stasiun ini dirancang oleh C.W. Koch, insinyur utama dari
Staats Spoorwegen
(SS), perusahaan kereta api Hindia-Belanda saat itu.
Koch membangun Stasiun Tanjung Priok dengan gaya arsitektur modern awal yang dipengaruhi aliran Kubisme. Bentuk bangunan dibuat sederhana dan geometris, namun tetap menampilkan kesan megah dan monumental.
Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Franoto Wibowo, mengatakan bangunan Stasiun Tanjung Priok didominasi oleh bentuk persegi, baik pada struktur utama bangunan maupun pada bidang-bidang bukaan seperti pintu dan jendela.
“Permainan garis-garis vertikal dan horizontal menjadi ciri ornamentasi berlanggam Art Deco yang populer pada awal abad ke-20,” tutur Franoto ketika diwawancarai Kompas.com, Jumat (19/12/2025).
Kaca patri dan keramik masih rapi menghiasi dinding stasiun, menjadi pembeda dengan stasiun-stasiun lainnya di Jakarta.
Kesan megah semakin diperkuat oleh keberadaan kolom-kolom besar dan kokoh di beranda utama yang dilengkapi tangga memanjang di sepanjang bangunan.
Struktur baja melengkung pada bagian atap bangunan utama turut menambah kesan kekar dan monumental Stasiun Tanjung Priok.
Area loket karcis yang berbentuk ceruk juga dipertegas dengan lapisan dinding marmer, menjadi salah satu ciri khas bangunan bersejarah tersebut.
Hingga kini, keaslian arsitektur Stasiun Tanjung Priok tetap dipertahankan dan tidak boleh diubah sembarangan. Hal ini seiring dengan penetapannya sebagai bangunan
cagar budaya
sejak 1993.
Selain nilai sejarah dan arsitektur, Stasiun Tanjung Priok juga memiliki catatan sebagai salah satu stasiun tersibuk pada masanya.
“Stasiun Tanjung Priok paling sibuk pada masanya antara 1914–1929, saat Batavia masih menjadi pusat perdagangan kolonial dan pelabuhan sedang berada di puncak aktivitasnya,” ungkap Franoto.
Pada periode tersebut, stasiun ini melayani penumpang kelas atas asal Eropa, pekerja pelabuhan, serta para pedagang. Selain angkutan penumpang, Stasiun Tanjung Priok juga berperan penting sebagai jalur distribusi barang dan komoditas ekspor-impor.
Bahkan, stasiun ini pernah digunakan sebagai titik keberangkatan jamaah haji dari Batavia melalui jalur laut.
Hingga saat ini, dua dari enam jalur yang tersedia masih dikhususkan untuk rute menuju Pasoso dan area pelabuhan. Dua jalur lainnya digunakan untuk kereta barang dan kegiatan langsir, sementara dua jalur sisanya melayani KRL Commuter Line.
Namun demikian, KRL Commuter Line dari Stasiun Tanjung Priok hanya melayani rute jarak pendek, seperti Tanjung Priok–Jakarta Kota–Kampung Bandan.
Meski rutenya terbatas, jumlah penumpang masih tergolong signifikan. Pada Oktober 2024, tercatat sebanyak 259.000 penumpang naik dari stasiun ini, sementara sekitar 250.000 penumpang turun.
Jumlah tersebut menunjukkan bahwa Stasiun Tanjung Priok tetap relevan dan dibutuhkan di tengah pesatnya modernisasi transportasi perkotaan.
Sejarawan Asep Kambali menilai, pelestarian Stasiun Tanjung Priok sebagai cagar budaya menghadapi berbagai tantangan, baik secara teknis maupun nonteknis.
“Saya kira gini ada aturan ketat untuk cagar budaya, kaya mengecat aja harus izin dan bisa berbulan-bulan, itu tantangan secara teknis dalam konteks pelestarian,” ungkap Asep saat diwawancarai Kompas.com, Jumat (19/12/2025).
Di sisi lain, tantangan nonteknis juga dihadapi PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebagai pemilik aset, terutama dari aspek komersialisasi.
Pengembangan kawasan cagar budaya menjadi ruang komersial dinilai sebagai salah satu solusi untuk menghidupkan bangunan bersejarah di Jakarta, termasuk Stasiun Tanjung Priok.
Dengan pendekatan tersebut, stasiun tidak hanya berfungsi sebagai tempat naik-turun penumpang kereta api, tetapi juga berpotensi mendatangkan manfaat ekonomi.
Namun, Asep menegaskan bahwa pemanfaatan kawasan cagar budaya untuk kepentingan komersial terikat oleh aturan yang ketat dan tidak bisa diubah sembarangan. Hal inilah yang menjadi tantangan bagi pengelola.
Pengelola dituntut mencari strategi agar Stasiun Tanjung Priok tetap lestari, meskipun dikembangkan sebagai kawasan komersial di luar fungsi transportasi.
Dengan pengembangan yang tepat, aktivitas komersial justru dapat membantu pembiayaan perawatan bangunan dan keberlangsungan para pekerja.
“Cagar budaya yes, tapi gedungnya harus bernyawa, harus hidup, para pekerjanya juga harus hidup. Jadi, antara pembangunan harus selaras dengan pelestsrian,” tutur Asep.
Salah satu opsi pengembangan yang dinilai paling relevan adalah menjadikan Stasiun Tanjung Priok sebagai destinasi
wisata edukasi
sejarah.
“Saya kira memang pengemasan gedung cagar budaya itu dengan pariwisata, dan wisatanya edukasi. Jadi, potensi ini justru bisa menghidupkan kawasan, tidak hanya PT KAI, masyarakat sekitar,” ucap dia.
Menurut Asep, keberadaan wisata edukasi akan mendorong pergerakan orang ke kawasan Tanjung Priok, tidak hanya untuk menggunakan kereta, tetapi juga untuk belajar sejarah.
Ia menyarankan PT KAI menghadirkan museum, pojok edukasi, ruang sejarah, atau artefak yang berkaitan langsung dengan perjalanan Stasiun Tanjung Priok.
Status sebagai bangunan cagar budaya, menurutnya, merupakan modal kuat bagi PT KAI untuk mengembangkan stasiun ini sebagai pusat wisata edukasi.
Asep menekankan, upaya menjadikan Stasiun Tanjung Priok sebagai kawasan wisata edukasi tidak bisa hanya dilakukan PT KAI. Pemerintah perlu berperan aktif dalam penataan kawasan secara menyeluruh.
Salah satu contohnya adalah pengembangan kawasan seperti Blok M Hub, yang kini ramai dikunjungi setelah dilakukan penataan terpadu.
Pemerintah juga dapat menggandeng pihak swasta untuk mengembangkan kawasan Tanjung Priok sebagai
Heritage Hub
.
“Integrasikan dengan rute wisata seperti bis tingkat atau kereta wisata kan itu menarik juga heritage. Kereta wisata jangan dari gambir jalannya, tapi dari Stasiun Tanjung Priok karena
heritage
banget,” tutur Asep.
PT KAI juga dapat bekerja sama dengan komunitas sejarah, seperti Historia Indonesia, untuk menjadi
story teller
bangunan-bangunan bersejarah yang dilalui selama perjalanan.
“Rutenya bisa dari Priok ke Kota Tua, ke Sunda Kelapa, ke Gambir, ke Jawa, ke mana-mana,” ujar Asep.
Ia menambahkan, PT KAI sebelumnya pernah memiliki divisi khusus
heritage
yang dapat diaktifkan kembali untuk mengelola tur wisata sejarah berbasis kereta api.
Kolaborasi lintas pihak, mulai dari komunitas, BUMN, pemerintah, hingga dinas terkait, dinilai mutlak diperlukan.
“PT KAI bersama BUMN, pemerintah, Dinas tekait harus kolaborasi enggak bisa jalan sendiri, harus satu nafas, satu visi, satu suara, merawat bangunan, menjaga ruang-ruang tujuannya menghidupkan kerangka memori,” ujar dia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tak Hanya untuk Naik Kereta, Stasiun Tanjung Priok Disarankan Jadi Wisata Edukasi Sejarah Megapolitan 23 Desember 2025
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5453451/original/047044200_1766478937-BMKG_Siklon.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/11/693a1c0e509c2.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

/data/photo/2025/12/21/6947f834a29f7.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/18/694358607c016.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a34ce14328.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a509848806.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2020/01/01/5e0c09e343af3.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a2c190a64b.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a43c2ad0cd.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a3d53e8b32.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)