Cukup Masukkan Plat Nomor, Data Kendaraan Terbaca di Aplikasi Matel oleh Siapa Pun
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Di balik lalu lintas padat jalanan Ibu Kota dan kota-kota penyangga, bekerja sebuah sistem digital yang nyaris tak terlihat, tetapi berdampak luas.
Sistem ini diduga menjadi “mata” bagi para agen lapangan atau mata elang (matel) dalam memburu
kendaraan bermasalah kredit
, dengan memanfaatkan basis data kendaraan dalam skala besar.
Pengamatan
Kompas.com
pada Selasa (16/12/2025) mengungkap keberadaan sebuah aplikasi dengan
branding
Dewa Matel, yang teridentifikasi dikembangkan oleh akun pengembang @SabanaPro pada tahun 2025.
Aplikasi ini berfungsi sebagai alat bantu utama
kolektor lapangan
untuk mengidentifikasi, melacak, hingga memvalidasi data kendaraan yang terikat kontrak pembiayaan bermasalah.
Namun, lebih dari sekadar alat pencarian, aplikasi ini memperlihatkan ekosistem pelacakan kendaraan berbasis data besar (
big data
) yang menyimpan informasi sensitif masyarakat dalam skala luas.
Dari hasil pengamatan langsung, cara kerja
aplikasi Dewa Matel
berpusat pada basis data lokal yang terus diperbarui.
Aplikasi ini menyediakan fitur “Sinkron Data Terakhir” serta opsi “Download Database Baru”, yang mengindikasikan agen lapangan diwajibkan mengunduh daftar target kendaraan secara berkala ke perangkat masing-masing.
Saat fitur pencarian diaktifkan, terlihat indikator persentase “Pencarian Cepat” yang menunjukkan jumlah data yang telah terunduh.
Persentase ini memberi gambaran bahwa data yang tersimpan bukan hanya ratusan, melainkan ribuan hingga puluhan ribu kendaraan.
Mekanisme ini memungkinkan pencarian dilakukan secara instan, bahkan di wilayah dengan koneksi internet terbatas, karena data telah tersimpan secara lokal di perangkat pengguna.
Meski tampak sederhana di permukaan, akses ke dalam sistem Dewa Matel bersifat terbatas dan terstruktur. Pada menu “Informasi Akun Aplikasi”, setiap pengguna terdaftar memiliki identitas digital yang lengkap.
Informasi tersebut mencakup nama pengguna, PT induk atau perusahaan utama, kode akun unik, serta nomor handphone yang terasosiasi.
Yang lebih krusial, terdapat kolom “Area Operasional” dan “Status Berakhir” akun, misalnya tertulis aktif hingga 16 Desember 2025.
Pembatasan wilayah kerja dan durasi akun ini menunjukkan bahwa operasional para agen lapangan berada di bawah pengawasan sistem dan terikat kontrak tertentu, meski legalitas praktiknya masih menjadi tanda tanya.
Fungsi utama aplikasi ini terletak pada fitur pencarian cepat berdasarkan nopol (nomor polisi) kendaraan.
Agen hanya perlu memasukkan sebagian atau seluruh nomor polisi untuk memunculkan daftar kendaraan yang terdata. Dari riwayat pencarian yang terekam, hasil muncul secara instan.
Data yang ditampilkan mencantumkan nomor polisi, jenis kendaraan, seperti Honda New Beat Street ESP atau CRF150L, serta nama perusahaan pembiayaan yang menaungi kontrak tersebut, di antaranya AdiraWO, FIF, hingga Megapara, lengkap dengan kode cabang.
Ketika satu unit kendaraan dipilih, agen dapat membuka menu “Info Detail Kendaraan” yang menampilkan informasi jauh lebih rinci dan sensitif.
Pada halaman detail kendaraan, aplikasi ini menampilkan nomor polisi, jenis kendaraan secara spesifik, nomor mesin, nomor rangka, hingga tahun kendaraan.
Tak berhenti di situ, data kontrak pembiayaan juga terbuka. Informasi seperti nomor kontrak atau perjanjian kredit (PK) serta nama pemilik kendaraan muncul dalam aplikasi.
Dalam penelusuran ini,
Kompas.com
menyamarkan identitas tersebut menjadi Pemilik X atau Pemilik Y.
Yang paling krusial, aplikasi ini menampilkan status masalah kontrak, seperti keterangan “Cek Kantor” atau “Keterlambatan WO (
Write-Off
)”, yang menjadi dasar agen lapangan untuk melakukan tindakan lebih lanjut.
Tak hanya melacak kendaraan, aplikasi ini juga memantau aktivitas penggunanya. Pada menu pengaturan, terdapat sakelar aktif untuk “Lokasi Penemuan Unit”, “Nomor Handphone”, serta “Tanggal dan Jam”.
Fitur ini memungkinkan kantor pusat memantau secara
real-time
lokasi dan waktu penemuan unit oleh agen lapangan. Dengan kata lain, pergerakan para matel juga berada dalam sistem pengawasan digital.
Kompas.com
juga mencoba memasukkan nomor polisi kendaraan pribadi dan beberapa warga umum. Hasilnya, data kendaraan tersebut tidak terbaca.
Namun, di sisi lain, database aplikasi tetap menampilkan data kendaraan dalam jumlah besar yang siap dicari.
Menariknya, di tengah penyajian data sensitif, aplikasi ini menampilkan peringatan hukum secara eksplisit di bagian bawah layar.
“Selalu utamakan konfirmasi kantor terlebih dahulu!!! Segala bentuk penyimpangan ada proses hukumnya,” demikian bunyi peringatan tersebut.
Selain itu, tercantum pula
disclaimer
bahwa “Aplikasi ini Bukan Alat / Dasar Yang Sah Untuk Eksekusi Objek Fidusia.”
Namun, fakta di lapangan menunjukkan aplikasi ini dapat diakses oleh masyarakat umum, bukan hanya profesi matel, dan menyimpan lebih dari 18.000 data kendaraan dari berbagai wilayah, mulai dari DKI Jakarta, Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, hingga Manado dan Papua.
Pengamatan
Kompas.com
juga menemukan penggunaan penuh aplikasi Dewa Matel tidak gratis. Masa uji coba diberikan sangat singkat. Setelah masa aktif berakhir, layar akan menampilkan pesan “Error account terkunci.”
Pemberitahuan berbunyi, “Maaf Aplikasi Anda Terkunci atau Masa Percobaan Sudah Habis. Untuk tetap menggunakan Aplikasi ini silakan hubungi ADMIN / CS kami.”
Untuk membuka kembali akses, pengguna diwajibkan memilih paket langganan mulai dari 15 hari seharga Rp 60.000, 1 bulan (31 hari) Rp 100.000, 2 bulan (62 hari) Rp 190.000, dan 3 bulan (93 hari) Rp 270.000.
Pembayaran dilakukan langsung ke rekening pribadi yang tertera di aplikasi, atas nama Fajar Setiawan, melalui BCA, BRI, dan DANA. Setelah transfer, pengguna diminta mengunggah bukti pembayaran melalui menu “Konfirmasi Pembayaran.”
Pengamat keamanan siber Alfons Tanujaya menilai aplikasi seperti Dewa Matel jelas melanggar Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).
“Aplikasi Dewa Matel atau sejenisnya jelas merupakan pelanggaran atas UU PDP, di mana data kendaraan seperti plat nomor, nomor mesin, nomor rangka, nama lembaga pembiayaan, nama pemilik, tahun kendaraan, dan warna kendaraan bisa diketahui hanya dengan memasukkan nomor plat,” ujar Alfons saat dihubungi
Kompas.com
, Senin.
Menurut dia, persoalan ini perlu dilihat secara utuh, termasuk dari sisi kesulitan lembaga pembiayaan menghadapi nasabah wanprestasi.
“Kalau ditindak secara hukum, menurut pengalaman, itu akan menghabiskan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sepadan dengan nilai kredit. Karena itulah lembaga pembiayaan mencari cara lain, salah satunya menggunakan
debt collector
atau matel,” jelas Alfons.
Terkait sumber data, Alfons menegaskan bahwa kebocoran data digital bersifat permanen.
“Data digital itu sifatnya sekali bocor akan bocor selamanya dan tidak bisa dibatalkan. Tapi sumbernya harus ditelusuri, apakah lembaga pembiayaan atau pihak lain yang membocorkan. Pihak itulah yang harus ditindak atas pelanggaran UU PDP,” kata dia.
Ia menduga data tersebut berasal dari praktik berbagi data antarpihak
outsource
penagihan.
“Ada kemungkinan lembaga pembiayaan menggunakan jasa
outsource
, lalu antar
outsource
ini saling berbagi data, dan kemudian dijadikan database oleh aplikasi matel ini,” ujar Alfons.
Alfons menilai potensi penyalahgunaan aplikasi ini sangat besar.
“Kalau melanggar privasi jelas. Data pribadi bisa langsung diakses hanya dengan instal aplikasi. Kalau disalahgunakan juga jelas, bukan cuma untuk menagih tunggakan, tapi juga bisa untuk penipuan,” tutur dia.
Bahkan, menurut Alfons, meski digunakan untuk penagihan, tetap ada batasan ketat yang seharusnya dipatuhi.
“Kalau ada di aplikasi saja sudah melanggar. Apalagi aplikasinya bisa diakses orang awam. Itu pelanggaran luar biasa,” kata Alfons.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara Komisaris Onkoseno Gradiarso Sukahar menegaskan, perampasan kendaraan di jalan tidak dibenarkan.
“Seharusnya jika bermasalah dibawa ke kantor
leasing
terlebih dahulu. Kalau ada unsur pidana, leasing bisa membuat laporan ke polisi. Kalau ranah perdata, ajukan gugatan,” ujar Onkoseno.
Ia menegaskan, perampasan di jalan berpotensi mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat.
“Matel yang merampas motor di jalan bisa dikenakan Pasal 368 tentang pengancaman dan kekerasan, pasal penganiayaan, dan pasal lain sesuai perbuatannya,” tegas dia.
Onkoseno mengimbau masyarakat untuk tidak menyerahkan kendaraan begitu saja jika mengalami perampasan.
“Silakan mendatangi polsek terdekat untuk membuat laporan, atau hubungi langsung leasing yang bersangkutan,” kata dia.
Kompas.com
juga menghubungi salah satu pelaku industri pembiayaan, Ronald (bukan nama sebenarnya), untuk melihat persoalan dari sisi perusahaan
leasing
.
Ronald menegaskan, aplikasi digital apa pun tidak dapat dijadikan dasar sah untuk mengeksekusi objek fidusia.
Menurut dia, eksekusi kendaraan harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku dan tidak bisa dilakukan secara sepihak di lapangan.
Ia mengungkapkan industri pembiayaan kini semakin berhati-hati dalam menyetujui pengajuan kredit.
Hal itu dipicu maraknya praktik jual-beli kendaraan “
STNK only
” di media sosial, meski status kredit kendaraan tersebut belum lunas.
“Banyak yang merasa tidak wajib melanjutkan cicilan, padahal BPKB masih berada di leasing. Ini yang membuat kami harus sangat hati-hati dalam menyalurkan pembiayaan,” kata Ronald.
Terkait penagihan, Ronald menekankan bahwa eksekusi harus dilakukan dengan dokumen lengkap dan cara yang sopan, sesuai prosedur.
“Kalau melanggar aturan, risikonya pidana,” ujar dia.
Ia juga mengingatkan masyarakat untuk membedakan antara
debt collector
resmi dan oknum gadungan.
“Kalau tidak membawa surat kuasa atau suratnya meragukan, masyarakat wajib curiga. Ajak saja ke kantor polisi. Kalau mereka menghindar, berarti tidak resmi,” ujar Ronald.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, eksekusi objek jaminan fidusia harus disertai sejumlah persyaratan, yakni:
Dalam rilis di Komdigi.go.id, Kementerian Komunikasi dan Digital menyatakan telah menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan data nasabah pembiayaan kendaraan.
Hingga kini, delapan aplikasi telah diajukan untuk dihapus (
delisting
) dari platform digital. Enam aplikasi sudah tidak aktif, sementara dua lainnya masih dalam proses.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Alexander Sabar mengatakan langkah tersebut diambil setelah ditemukan indikasi penyebaran data objek fidusia secara tidak sah.
“Komdigi terus berkoordinasi dengan OJK, kepolisian, dan platform digital untuk melindungi masyarakat dari penyalahgunaan data pribadi,” ujar Alexander.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Cukup Masukkan Plat Nomor, Data Kendaraan Terbaca di Aplikasi Matel oleh Siapa Pun Megapolitan 23 Desember 2025
/data/photo/2025/12/22/69495cb1d2439.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/22/694964dfe401a.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/22/69496387ead8e.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/22/694962accac1a.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/10/24/68fb04ed9b592.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/04/16/67ff66caeb231.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
/data/photo/2025/12/22/69495cb1d2439.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2020/08/17/5f3a1578e7187.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a5bdbc3f36.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a34ce14328.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2025/12/23/694a509848806.jpeg?w=400&resize=400,225&ssl=1)
/data/photo/2020/01/01/5e0c09e343af3.jpg?w=400&resize=400,225&ssl=1)