Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Melihat Dekat Gereja Ayam di Bukit Rhema, Wisata Rohani Simbol Toleransi

Liputan6.com, Jakarta – Di balik perbukitan hijau dan sunyinya Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, berdiri sebuah bangunan unik berbentuk burung merpati raksasa di Bukit Rhema. Masyarakat lebih mengenalnya sebagai Gereja Ayam, meski sejatinya bangunan ini bukanlah gereja.

Aries Tiadi (32), seorang pemandu wisata di lokasi menyebut bahwa bangunan itu adalah rumah doa bagi semua agama, simbol toleransi yang tumbuh perlahan dari sebuah doa sunyi puluhan tahun lalu.

“Bangunan ini bukan gereja, ini rumah doa untuk semua agama. Tidak ada ibadah mingguan di sini, tapi orang lebih mengenalnya dengan sebutan Gereja Ayam,” kata Aries.

Bangunan ikonik ini memiliki tujuh lantai dan berdiri menghadap lanskap Magelang yang dikelilingi gunung-gunung populer, seperti Gunung Merapi, Merbabu, hingga Sumbing. Dari lantai ketujuh, pengunjung dapat melihat Candi Borobudur, bahkan jajaran gunung-gunung tersebut jika cuaca cerah.

Konsep toleransi terasa kental sejak awal saat menginjakkan kaki di Bukit Rhema. Memasuki area bangunan, pengunjung akan diajak untuk menaiki lantai demi lantai.

Di lantai satu bangunan, akan dijumpai Ruang Doa Bhinneka. Sementara pada bagian depan bangunan terdapat struktur menyerupai kapal, lengkap dengan jalur salib dan dua patung Bunda Maria. Tak jauh dari sana, berdiri ruang-ruang doa untuk berbagai umat, termasuk pondok doa bagi umat Kristiani yang dirancang kedap suara agar pengunjung bisa berdoa dengan khusyuk, bahkan dengan iringan musik.

“Semua peralatan sudah kami sediakan. Silakan digunakan sesuai kebutuhan dan keyakinan masing-masing,” ucap Aries.

Aries bercerita, kisah melekatnya nama Gereja Ayam pada bangunan tersebut bermula pada 1988. Saat itu, kawasan Bukit Rhema masih sepi dan berupa hutan lebat. Seorang pria asal Jakarta berdarah Cirebon-Selapung, bernama Daniel Alamsyah datang ke Borobudur dalam rangka kunjungan kerja.

Tanpa disengaja, Daniel bertemu dengan seorang anak desa setempat bernama Wardito yang saat itu berusia 14 tahun dan sedang mencari rumput di bukit. Daniel mengikuti Wardito naik ke puncak bukit dan terkejut karena mendapati tempat itu persis seperti yang pernah ia lihat dalam mimpinya.

“Beliau terkejut karena bukit ini sangat mirip dengan tempat yang pernah ia lihat dalam mimpinya saat berada di Jakarta,” kata dia.

Alasan itulah yang kemudian melandasi Daniel untuk melakukan doa hingga semalaman suntuk di tempat itu pada 1988. Dari doa itu, Daniel muda memperoleh Ilham untuk membangun rumah doa di Bukit Rhema.

Perbesar

Gereja Ayam di Magelang. (Liputan6.comWinda Nelfira)

Empat tahun berselang, pada 1992, Daniel mulai membangun rumah doa secara mandiri dengan dibantu masyarakat sekitar. Namun, pada 1998 krisis moneter meletus, memaksa pembangunan dihentikan hingga bangunan yang belum rampung itu kemudian memunculkan kesalahpahaman.

“Karena Pak Daniel beragama Kristen dan masyarakat sekitar mayoritas Muslim, muncul asumsi tempat ini akan jadi gereja. Padahal dari awal tujuannya adalah rumah doa untuk semua agama,” jelas Aries.

Dari bentuk bangunan yang belum sempurna itu, akhirnya juga memicu julukan “Gereja Ayam”. Hal ini karena bagian atasnya memang menyerupai jengger ayam. Padahal, bangunan ini sejatinya adalah burung merpati putih, simbol ketulusan, cinta kasih dan kedamaian.

Kendati nama “Gereja Ayam” tersebut lahir dari kesalahpahaman, sebutan itu justru melekat amat kuat hingga kini. Bahkan, nama itu dipertahankan karena telah menjadi penanda resmi lokasi wisata di Google Maps.

Popularitas rumah doa “Gereja Ayam” melonjak tajam setelah menjadi lokasi syuting film Ada Apa Dengan Cinta 2 pada 2014. Adegan dua pemain utama, Dian Sastrowardoyo dan Nicholas Saputra di puncak mahkota membuat tempat ini viral dan menarik perhatian wisatawan domestik hingga mancanegara.

Perhatian luas publik itu rupanya berdampak pada masyarakat sekitar. Ibu-ibu desa kini diberdayakan untuk memproduksi singkong goreng yang menjadi bagian dari tiket masuk bagi pengunjung yang berwisata.

“Setiap tiket sudah termasuk singkong goreng,” ucap Aries.

Perbesar

Gereja Ayam di Magelang. (Liputan6.comWinda Nelfira)

Menurut Aries, kunjungan wisatawan ke Gereja Ayam biasanya meningkat saat akhir pekan dan momen libur besar, termasuk jelang perayaan Natal dan Tahun Baru.

“Sabtu-Minggu memang ramai. Puncaknya biasanya menjelang Natal, Tahun Baru, Lebaran, dan liburan sekolah,” ujarnya.

Pada hari biasa, jumlah pengunjung yang datang ke Gereja Ayam berkisar 200–300 orang per hari. Namun menjelang Natal, lonjakan pengunjung bisa mencapai puluhan ribu dalam satu musim liburan.

Pada 2025, peningkatannya jumlah pengunjung telah terjadi sekitar 30 persen, meski belum setinggi tahun-tahun sebelumnya. Menariknya, pengunjung Gereja Ayam datang dari berbagai latar belakang.

“Banyak Muslim juga. Dari Jakarta, Surabaya, Kalimantan, bahkan wisatawan dari China,” beber Aries.

Aries menuturkan, salah satu sudut yang kerap menarik perhatian wisatawan adalah area menulis doa dan harapan. Di akhir tahun, kertas-kertas doa itu akan dibakar dan dipercaya menjadi jalan pengabulan doa.

“Setiap minggu didoakan, dan biasanya di akhir tahun dibakar. Kita sesuai dengan kepercayaan masing-masing dan yang penting niat baiknya,” pungkasnya.