Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Pengakuan Komunitas Soal 2 Mata Elang yang Tewas Dikeroyok Polisi di Kalibata Megapolitan 22 Desember 2025

Pengakuan Komunitas Soal 2 Mata Elang yang Tewas Dikeroyok Polisi di Kalibata
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Kelompok Persaudaraan Timur Raya (PETIR) buka suara mengenai kasus dua mata elang yang tewas dikeroyok enam anggota kepolisian di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan, pada Kamis (11/12/2025) lalu.
Ketua Umum PETIR, Alex Emanuel Kadju, menyebutkan bahwa kedua korban yang merupakan anggota organisasinya, NAT dan MET, memiliki legalitas resmi sebagai
debt collector
(DC).
“Iya, kurang lebih seperti itu (penagih profesional), mereka legalitasnya jelas dari perusahaan
leasing
,” ujar Alex saat ditemui di Mess Cendrawasih, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (20/12/2025) malam.
Pekerjaan sebagai
debt collector
ini dilakukan kedua korban sebagai pekerjaan sampingan untuk menghidupi keluarganya.
Alex menyatakan, pihaknya tengah menyiapkan tindak lanjut agar keluarga korban mendapatkan keadilan.
“Ini yang kami pikirkan juga, ini kondisi, keberlanjutan untuk anak-anak korban ini, siapa yang tanggung jawab? Jadi pertanyaan kami,” kata dia.
Selain itu, pihaknya juga tengah mempersiapkan laporan terhadap enam tersangka dengan dugaan pembunuhan berencana.
“Kami siapkan semua. Kami buatkan grup advokat, paralegal dari Indonesia Timur kurang lebih hampir 50 orang untuk mengumpulkan itu, bahwa kami memang ada bukti-bukti untuk menyeret para pelaku ini ke Pasal 340,” jelas dia.
Alex menjelaskan,
debt collector
yang terlibat sebelum NAT dan MET dikeroyok berjumlah empat orang. Awalnya mereka sedang makan di salah satu warung di wilayah Pancoran.
Salah satu dari mereka melihat sepeda motor pelaku yang disebut menunggak pembayaran kredit, lalu dua orang mengikuti sepeda motor itu hingga berhenti di seberang Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, sementara NAT dan MET tetap di tempat.
Di lokasi, mereka memperkenalkan diri sebagai debitur dari perusahaan
leasing
dan menunjukkan surat tugas.
“Dengan nada sopan dia bilang, ‘Maaf Bang, ini unit bermasalah Bang, nunggak empat bulan.’ Dijawab oleh pemilik motor bahwa ‘Unit motor ini bukan punya saya, punya ibu saya,’ katanya. ‘Oh ya sudah kalau begitu, ini kami dari BAF,’ dia memperkenalkan diri dengan
ID card
dan mereka punya SK, mereka punya surat lengkaplah surat tugas,” jelas Alex.
Kemudian datang seorang wanita yang menegur agar mereka tidak menarik sepeda motor di pinggir jalan. Dua orang berpenutup wajah memastikan situasi aman dan wanita itu dipersilakan pergi.
Setelah wanita itu pergi, kedua
debt collector
diajak masuk ke tenda pedagang kaki lima (PKL) oleh para tersangka. NAT dan MET datang menyusul, tetapi kunci sepeda motor mereka dicabut dan keduanya diseret ke bawah tenda.
Melihat situasi yang mulai memanas, dua
debt collector
lainnya langsung melarikan diri, meninggalkan NAT dan MET dikeroyok enam tersangka yang ternyata anggota pelayanan markas (Yanmar) Mabes Polri.
Alex menilai para tersangka sudah merencanakan untuk menghabisi korban sebelum melakukan pengeroyokan.
“Karena di situ ada jeda, sekitar satu jam dari mereka dibawa masuk ke warung itu. Jadi kami pikir itu ada perencanaan,” ujar Alex.
Pengeroyokan terhadap MET dan NAT hingga membuat kedua korban tewas pada akhirnya memicu amarah teman-teman mereka. Kios dan tenda PKL di lokasi pengeroyokan dirusak dan dibakar, berikut dengan kendaraan yang terparkir di sekitarnya.
Alex tidak bisa memastikan apakah anggotanya terlibat dalam kerusuhan tersebut, karena ribuan anggota PETIR tersebar di DKI Jakarta. Namun, ia menegaskan tidak akan menghalangi proses hukum jika terbukti ada anggotanya yang melanggar nilai persatuan yang mereka junjung.
“Kami tidak akan melindungi. Karena jujur kami sudah sepakat dari mulai PETIR ini awal berdiri, tidak akan ada lagi aksi-aksi premanisme, aksi-aksi kekerasan di Rumah Adat PETIR ini. Kalau ada, silakan menyingkir,” tegas dia.
Ia juga memastikan orang yang meneror pedagang serta menyuarakan protes dan kesedihannya kepada awak media bukan berasal dari PETIR.
“Saya menyampaikan ke Ketua Divisi Hukum PETIR untuk menyampaikan ke inisial H (pedagang) ini bahwa itu (pengancam) bukan dari PETIR. Kami tidak mungkin mengancam-ancam orang. Dan saya pastikan itu bukan dari PETIR,” ujar dia.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Budi Hermanto mengatakan, pihaknya telah mengantongi identitas terduga pelaku perusakan dan pembakaran kios di Kalibata.
Ia menyebutkan bahwa besar kemungkinan adanya keterlibatan rekan-rekan korban yang marah setelah temannya tewas dikeroyok.
Saat ini, para terduga pelaku pembakaran masih berada dalam pengawasan aparat kepolisian sebelum dilakukan penangkapan.
Polisi juga terus mendalami rangkaian peristiwa yang memicu kerusuhan lanjutan tersebut.
“Kemungkinan besar (teman matel yang tewas). Karena yang itu (pelaku pembakaran) merasa bahwa masyarakat yang melakukan, bahkan menuduh masyarakat melakukan pembiaran terhadap matel yang menjadi korban pengeroyokan. Pasti itu ada sangkut pautnya, sangat dipastikan,” kata Budi kepada wartawan di Mapolda Metro Jaya, Kamis (18/12/2025).
Sebelumnya, polisi menangkap enam tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menewaskan dua orang mata elang di area TMP Kalibata.
Dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya pada Jumat (12/12/2025) malam, Polri mengungkap keenam tersangka merupakan anggota Polri dari satuan pelayanan markas Mabes Polri, yakni JLA, RGW, IAB, IAM, BN, dan AN.
Keenamnya dijerat Pasal 170 ayat 3 KUHP tentang pengeroyokan yang mengakibatkan korban meninggal dunia, sekaligus dijatuhi sanksi pelanggaran kode etik profesi Polri kategori berat.
Kasus ini juga memicu kerusuhan lanjutan berupa perusakan dan pembakaran lapak pedagang di sekitar lokasi kejadian, yang kini masih dalam penanganan aparat kepolisian.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.