Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Ambisi Tanam Sawit di Papua Kala Bencana Landa Sumatra, WALHI: Prabowo Tak Punya Hati

GELORA.CO – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Nasional mengkritik tajam keinginan Presiden RI Prabowo Subianto untuk menanam kelapa sawit dan tebu di Papua demi mencapai program swasembada pangan dan energi dalam lima tahun ke depan.

Adapun kelapa sawit diharapkan dapat menghasilkan bahan bakar minyak (BBM) berbasis biodiesel, sedangkan tebu dan singkong untuk produksi etanol.

Keinginan Prabowo tersebut menuai kontroversi lantaran disampaikan di tengah bencana banjir bandang dan tanah longsor di Sumatra yang diduga diperparah oleh deforestasi atau penggundulan hutan secara masif untuk perkebunan maupun pertambangan.

Jumlah korban bencana di Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh kini telah mencapai lebih dari 1.000 korban jiwa.

Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) per Jumat (19/12/2025) hari ini mengungkap, ada 1.071 orang tewas, 185 orang dilaporkan hilang, dan 526.868 orang terpaksa mengungsi.

Para penyintas bencana harus menghadapi perjuangan keras untuk bertahan hidup pasca-banjir bandang setelah kehilangan anggota keluarga, rumah, harta benda.

Belum lagi, mereka dibayang-bayangi ancaman penyakit di tengah kondisi yang serba terbatas.

WALHI pun menyayangkan sikap dan pernyataan Prabowo yang malah mendorong pembukaan lahan sawit dan kebun tebu dalam skala besar di Papua.

Prabowo Dinilai Tak Punya Hati terhadap Penderitaan Warga Terdampak Bencana

Kepala Divisi Kampanye Eksekutif Nasional WALHI Uli Arta Siagian menilai, Prabowo tidak memiliki empati terhadap para korban bencana di Sumatra.

“Presiden Prabowo seperti tak punya hati dan empati atas penderitaan rakyat di Aceh, Sumatra Barat, dan Sumatra Utara, juga seluruh rakyat Indonesia yang selama ini menjadi korban pembangunan dan pertumbuhan ekonomi,” kata Uli dalam siaran pers, Jumat (19/12/2025).

Menurut Uli, keinginan Prabowo menanam sawit dan tebu justru akan memperparah krisis ekologis dan permasalahan yang dialami masyarakat adat Papua.

“Keinginan untuk membuka sawit dan kebun tebu skala besar di Papua hanya akan memperparah krisis ekologis,” tutur Uli.

“Selama ini rakyat Papua juga telah mengalami perampasan wilayah adat akibat izin-izin yang diterbitkan pengurus negara.”

“Bahkan, pembukaan lahan 2 juta hektar untuk pangan dan energi yang sekarang berjalan dampaknya telah dirasakan oleh rakyat di Merauke, mulai dari perampasan wilayah adat, hilangnya sumber pangan lokal, banjir, kekerasan bahkan kriminalisasi.”

Uli khawatir, frekuensi terjadinya banjir di Merauke akan semakin tinggi dan semakin meluas.

Ia menilai, ada risiko Papua akan mengalami bencana ekologis serupa dengan Sumatra di masa yang akan datang apabila proyek sawit dan tebu terus digencarkan.

“Tiap tahun banjir selalu terjadi di Merauke, bisa bayangkan ke depan banjir ini akan semakin sering terjadi dan meluas,” ucap Uli.

“Pembukaan hutan untuk sawit dalam skala besar di Sumatera diulang kembali di Papua. Papua di masa depan akan mengalami hal yang sama dengan yang dialami oleh rakyat di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat saat ini.”

WALHI menilai, Prabowo seharusnya melakukan tindakan penting pasca-bencana banjir Sumatra.

Seperti, memimpin proses evaluasi izin, penegakan hukum baik secara administratif (pencabutan izin) maupun pidana termasuk pada indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU), menagih pertanggungjawaban korporasi untuk pemulihan lingkungan, serta koreksi kebijakan untuk melindungi ekosistem penting dan genting melalui moratorium permanen izin.

Pernyataan Prabowo justru menunjukkan tidak adanya kemauan politik untuk memperbaiki tata kelola hutan, lingkungan dan sumber daya alam, agar bencana ekologis tidak lagi terulang atau bahkan meluas ke wilayah-wilayah lain.

Mengulang Bencana Ekologis Sumatra di Papua

Lebih lanjut, Uli menyatakan, pemerintah akan mengulangi bencana ekologis di Sumatra dan memindahkannya ke Papua.

Apalagi, saat ini wilayah Papua telah mengalami deforestasi dalam skala besar.

“Jika rencana ekspansi sawit, tebu dan lainnya atas nama swasembada pangan dan energi tetap dijalankan, sama artinya pengurus negara akan mengulang bencana ekologis Sumatera di Papua,” tukas Uli.

Menurut catatan WALHI Papua, Papua telah kehilangan tutupan hutan primer kurang lebih 688 ribu hektar hingga saat ini.

Bahkan, pada periode 2022-2023 saja, ada 552 ribu hektar hutan alam Papua yang terdeforestasi. 

Papua pun menyumbang 70 persen dari total deforestasi nasional.

Uli pun menerangkan, pembukaan hutan via deforestasi untuk dialihfungsikan sebagai perkebunan maupun aktivitas ekstraktif lain juga akan memperparah krisis iklim yang akan semakin mengancam masyarakat Indonesia.

“Lebih jauh lagi, emisi yang akan dilepaskan dari perubahan hutan menjadi konsesi sawit, tebu dan aktifitas ekstraktif lainnya akan semakin memperparah krisis iklim,” kata Uli.

“Anomali iklim, cuaca ekstrem adalah bahaya yang akan dihadapi oleh jutaan rakyat Indonesia.”

Ambisi Prabowo Tanam Kelapa Sawit hingga Tebu di Papua

Diketahui, Prabowo mendorong penanaman tanaman berbasis komoditas, seperti kelapa sawit hingga tebu, di Papua saat memberi pengarahan kepada Kepala Daerah se-Papua dan Komite Eksekutif Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (16/12/2025).

Prabowo bilang, rencana penanaman sawit di Papua menjadi salah satu cara agar Indonesia mencapai swasembada energi dalam lima tahun yang akan datang.

Sebab, menurutnya Mantan Menteri Pertahanan RI ini, kelapa sawit dapat diolah untuk menjadi bahan bakar minyak (BBM).

Swasembada sendiri bermakna suatu kondisi kemandirian dan dapat memenuhi kebutuhan dengan kemampuan sendiri.

Prabowo mengklaim, kehadiran kelapa sawit di Papua akan mendorong pembuatan dan pengembangan BBM mandiri di Tanah Air.

“Dan juga nanti kita berharap di daerah Papua pun harus ditanam kelapa sawit supaya bisa menghasilkan juga BBM dari kelapa sawit,” tutur Prabowo.

Lebih lanjut, tak hanya kelapa sawit, Prabowo juga ingin Papua ditanami tebu hingga singkong untuk memproduksi etanol.

Dengan begitu, harap Prabowo, semua daerah di Indonesia, termasuk Papua, bisa berswasembada energi dan swasembada pangan secara merata.

“Tebu menghasilkan etanol, singkong, cassava juga menghasilkan etanol, sehingga kita rencanakan dalam lima tahun semua daerah bisa berdiri di atas kakinya sendiri, swasembada pangan dan swasembada energi,” ucap Prabowo.

Prabowo beralasan, jika setiap daerah bisa swasembada energi, maka Indonesia akan menghemat hingga ratusan triliun Rupiah, sebab tidak perlu mengimpor BBM dari luar negeri.

“Tahun ini tiap tahun kita mengeluarkan peraturan triliun untuk impor BBM. Kalau kita bisa tanam kelapa sawit, tanam singkong, tanam serbuk pakai tenaga surya dan tenaga air, bayangkan berapa ratus triliun kita bisa hemat tiap tahun,” terangnya.