Merangkum Semua Peristiwa
Indeks

Prabowo Subianto Kantongi Nama Pejabat TNI dan Polri yang Rusak Hutan Sumatra

GELORA.CO – Presiden RI Prabowo Subianto sudah mengantongi nama-nama pejabat TNI Polri yang terlibat merusak hutan Sumatra hingga menyebabkan banjir bandang.

Nama-nama pejabat TNI Polri yang merusak hutan dengan bisnis ilegal sudah sampai ke telinga Prabowo Subianto. 

Hal itu diungkapkan Prabowo Subianto dalam Sidang Kabinet Paripurna yang ditayangkan Youtube Sekretariat Presiden pada Senin (15/12/2025). 

Di hadapan Panglima TNI Jenderal Agus Subianto dan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Kepala Negara RI mengungkapkan keculasan aparat penegak hukum dalam bisnis ilegal logging di Indonesia. 

Prabowo mengaku sudah mendapatkan laporan pejabat dan instansi mana saja yang nyolong sumber daya alam (SDA) Indonesia dengan merusak hutan. 

Di mana pejabat dari instansi dan penegak hukum saling sekongkol untuk melakukan penyelundupan kayu.

Pada akhirnya kata Prabowo, penyelundupan ini mendatangkan kerugian besar bagi ekonomi Indonesia. 

Prabowo mengaku mendapatkan laporan keterlibatan pejabat dan aparat negara itu dari pihak TNI sendiri. 

“Dari pihak TNI sendiri yang melaporkan, ada pejabat-pejabat, ada petugas-petugas TNI yang terlibat. Dapat laporan juga petugas-petugas Polri terlibat,” jelasnya. 

Oleh karena itu, Prabowo langsung menegur Agus dan Sigit untuk segera menindak anak buahnya yang terlibat dalam tindak pidana perusakan hutan tersebut.

“Ini saya benar-benar berharap, Panglima TNI, Kapolri benar-benar bisa menindak aparat-aparat nya yang melindungi kegiatan penyelundupan ini,” tuturnya.

Belakangan usai banjir Sumatra, kerusakan hutan Indonesia menjadi sorotan nasional hingga dunia.

Banjir bandang dan longsor tersebut juga disebabkan karena kebijakan negara yang gagal melindungi hutan di wilayah tersebut. 

Hal itu diungkapkan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Utara (Sumut) pada Rabu (26/11/2025). 

WALHI Sumut menegaskan bahwa bencana yang hampir terjadi setiap tahun karena dipicu oleh kerusakan ekosistem Batang Toru (Harangan Tapanuli). 

Manajer Advokasi dan Kampanye WALHI Sumut, Jaka Kelana Damanik, mengingatkan bahwa wilayah-wilayah terdampak ini memang masuk dalam kategori risiko tinggi untuk bencana banjir bandang dan tanah longsor. 

Hal ini berdasarkan dokumen kajian risiko bencana nasional Provinsi Sumatra Utara tahun 2022-2026. 

Menurutnya di Provinsi Sumatra Utara hanya Kabupaten Samosir yang wilayahnya masuk kategori risiko rendah untuk bencana banjir.

Sementara mayoritas wilayah di Sumatra Utara sudah masuk kategori kelas tinggi untuk bencana banjir dan longsor. 

“Hanya Kabupaten Samosir yang masuk ke dalam kategori kelas risiko rendah untuk bencana tersebut sedangkan sebagian besar memiliki Kelas Risiko Tinggi,” kata Jaka seperti dimuat Kompas.com, Rabu (26/11/2025). 

Dia mengatakan, hal ini seharusnya menjadi acuan penting bagi pembuat kebijakan di seluruh wilayah Kabupaten/Kota, Provinsi Sumatera Utara untuk menerapkan kebijakan-kebijakan yang dapat meminimalisir dampak dari bencana. 

“Dan membuat kebijakan yang pro terhadap lingkungan,” kata Jaka. 

Jaka mengkritik narasi yang selalu menyalahkan hujan sebagai satu-satunya penyebab bencana. 

Sebaliknya, fakta di lapangan menunjukkan adanya campur tangan manusia yang signifikan. 

“Padahal saat banjir tiba, terlihat banyak kayu-kayu terbawa air. Dan jika dilihat dari citra satelit, tampak kondisi hutan yang gundul di sekitar lokasi bencana,” jelas Jaka. 

Menurut WALHI Sumut, campur tangan manusia ini diwujudkan melalui keputusan politik atau kebijakan yang dikeluarkan atas nama pembangunan dan ekonomi. 

Jaka menilai, kegagalan negara dalam mengurus lingkungan telah menyebabkan krisis ekologis yang berujung pada bencana ekologis. 

“Artinya bahwa negara dalam hal ini pemerintah atau pengambil kebijakan berperan besar atas bencana ekologis yang terjadi saat ini,” tegas Jaka. 

WALHI Sumut telah berulang kali menyuarakan pentingnya perhatian penuh terhadap ekosistem Batang Toru (Harangan Tapanuli), yang disebut sebagai hutan tropis terakhir di Sumatera Utara. 

Wilayah ini mencakup Kabupaten Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, dan Tapanuli Utara. 

Kerusakan ekosistem ini sangat mengancam karena wilayah tersebut kaya akan flora dan fauna, termasuk orangutan tapanuli yang paling langka di dunia. 

WALHI Sumut menduga kuat bahwa bencana yang terjadi saat ini diperparah oleh kebijakan pemerintah yang memberikan izin kepada perusahaan-perusahaan di ekosistem Batang Toru. 

“Laju deforestasi di wilayah ini sulit dibendung karena perusahaan-perusahaan yang beraktivitas di ekosistem batang toru (harangan tapanuli) melakukan penebangan pohon dengan berlindung dibalik izin yang dikeluarkan pemerintah,” ungkap dia.

Diketahui sampai dengan hari Senin (14/12/2025) malam, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat korban jiwa akibat banjir dan longsor di Sumatera mencapai 1.030 jiwa dan korban hilang ada 206 orang.

Jumlah ini berasal dari hasil rekapitulasi korban di tiga provinsi di Sumatera, yakni Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar).

Menurut data terbaru BNPB ada 14 korban jiwa yang ditemukan, sehingga jumlah korban jiwa yang sebelumnya 1.016 jiwa pada Minggu (14/12/2025), menjadi 1.030 pada Senin malam.

Untuk korban meninggal dunia bertambah 14 jiwa, dari 1.016 jiwa pada hari Minggu kemarin, 14 Desember saat ini menjadi 1.030 jiwa,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari, dalam konferensi pers Senin (15/12/2025).