Jakarta –
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru) berbeda dari sebelumnya. Ia menyebut Nataru kali ini ‘plus-plus’ karena disertai tantangan bencana hidrometeorologi di beberapa wilayah.
Hal tersebut disampaikan Pratikno saat menghadiri Rapat Koordinasi Lintas Sektoral Pelayanan Perayaan Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 di STIK Lemdiklat POLRI, Jakarta, Senin (15/12/2025). Pratikno menyebut kondisi ini menjadi tantangan besar karena sejumlah wilayah terdampak merupakan daerah dengan mayoritas penduduknya merayakan Natal.
“Nataru kali ini bukan Nataru yang standar. Ini Nataru ‘plus-plus’, maksudnya Nataru yang disertai tantangan berlapis. Di masa Nataru tahun ini berdekatan dengan kejadian bencana alam di wilayah Sumatera,” kata Pratikno dalam keterangannya.
“Masyarakat di wilayah terdampak bencana masih berada dalam kondisi rumah rusak, akses listrik belum sepenuhnya pulih, bahkan sejumlah fasilitas peribadatan belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Harus kita hadapi bersama berbagai tantangan tersebut,” lanjutnya.
Pratikno menyebut bahwa di Sumatra Utara, beberapa kabupaten seperti Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Kota Sibolga memiliki persentase penduduk Nasrani yang besar, namun saat ini masih menghadapi dampak bencana, mulai dari kerusakan rumah, keterbatasan listrik, hingga warga yang masih berada di pengungsian.
Pratikno menyebut bahwa di Sumatra Utara, beberapa kabupaten seperti Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, dan Kota Sibolga memiliki persentase penduduk Nasrani yang besar, namun saat ini masih menghadapi dampak bencana, mulai dari kerusakan rumah, keterbatasan listrik, hingga warga yang masih berada di pengungsian.
Menko PMK menekankan periode Nataru tahun ini berlangsung cukup panjang, yakni selama dua pekan, mulai 20 Desember 2025 hingga 4 Januari 2026. Pemerintah memprediksi puncak arus mudik tahap pertama terjadi pada 20 Desember, puncak kedua pada 24 Desember, sementara arus balik diperkirakan pada 28 Desember dan 4 Januari.
Dalam rentang waktu tersebut, diperkirakan terjadi pergerakan penduduk dalam skala besar. Sementara pada saat yang sama risiko bencana hidrometeorologi masih cukup tinggi.
Pratikno menegaskan pengamanan dan pelayanan Nataru merupakan agenda rutin yang telah dilaksanakan setiap tahun. Namun, dalam situasi saat ini, seluruh kesiapan yang selama ini sudah berjalan harus ditingkatkan secara signifikan, disertai kewaspadaan tinggi terhadap dampak bencana.
“Pengamanan Nataru selama ini sudah kita lakukan dengan baik harus tetap dijalankan, tetapi tahun ini perlu ditingkatkan. Bukan hanya menjaga keamanan dan ketertiban, tetapi juga kesiapsiagaan terhadap bencana, cuaca ekstrem, dan kondisi darurat lainnya,” tegasnya.
Pratikno menambahkan bahwa perhatian ekstra harus diberikan tidak hanya di wilayah yang telah terdampak bencana, tetapi juga di daerah lain yang berisiko tinggi, seiring perkembangan fenomena cuaca ekstrem dan pergeseran siklon tropis.
Berdasarkan pemantauan BMKG, sejumlah wilayah seperti Bengkulu, Lampung, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, hingga wilayah perairan juga perlu diwaspadai.
(eva/fas)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5442848/original/036541400_1765603402-BPJS_Kesehatan.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)
:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/1855858/original/022041600_1517486603-20180201-Cuaca-Ekstrem-IA1.jpg?w=250&resize=250,140&ssl=1)

:strip_icc():format(jpeg)/kly-media-production/medias/5437128/original/062922800_1765205145-beab5981-b00e-4592-97f0-bfef0459ffb4.jpeg?w=250&resize=250,140&ssl=1)





